Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Korupsi Tiada Henti

807
×

Korupsi Tiada Henti

Sebarkan artikel ini

Korupsi semakin menjamur di negeri ini. Sejak KPK didirikan 2003 hingga saat ini jumlah kasus korupsi semakin meningkat, bahkan jika ditelisik lebih dalam lagi pelakunya kebanyakan para pejabat tinggi.

Seperti yang terjadi di Kementerian Agama (Kemenag) yang kembali didera skandal korupsi jual beli jabatan lewat ketum PPP Romahurmuziy (Rommy). Prof Hibnu Nugroho menyerukan perubahan radikal di lembaga berslogan ‘Ikhlas Beramal’ itu (Detik.com, 17/03/2019).

Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah pun mengungkapkan alasan KPK menyegel ruang kerja milik Mentri Agama Lukman Hakim Saefudin dan ruangan Sekretaris Jenderal Kementrian Agama (Kemenag) Nur Kholis. Diketahui, sejumlah ruangan di kantor Kemenag pusat langsung disegel setelah tangkap tangan yang melibatkan ketua Umum PPP M Romahurmuziy di Jawa Timur (Republika.co.id, 16/03/2019).

Sudah menjadi hal biasa mendengar pelaku korupsi berasal dari kalangan para pejabat negara. Hal ini salah satunya dikarenakan mahalnya biaya politik untuk mendapatkan jabatan yang diharapkan. Bagaimana tidak, mengingat banyaknya pembiayaan  kampanye yang mesti ditanggung oleh calon pejabat. Dana tersebut seperti kaos, baleho, kendaraan kampanye dan masih banyak lagi tentunya yang memerluka biaya yang tak sedikit.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk duduk dikursi kekuasaan, membuat mereka harus rela melakukan berbagai macam cara demi untuk mendapatkanya. Pembiayaannya pun tak main-main bisa tembus miliyaran hingga triliunan rupiah. Hal ini menjadi wajar ketika mereka mendapatkan kursi kekuasaan, mereka pun mengharapkan pengembalian dana yang telah mereka keluarkan ketika kampanye. Di sini jalan pintas sulit dielakkan, yakni dengan menghalalkan segala cara. Karena jika hanya mengharapkan gaji, tentu belum mampu menutupi biaya-biaya yang pernah dikeluarkan sebelumnya seperti saat kampanye. Selain itu pula, berharap bisa menggunakan kembali dana tersebut untuk menyalonkan diri di tahun selanjutnya.

Korupsi dalam wadah demokrasi subur bak jamur di musim hujan yang sulit dibabat tuntas. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh individu tetapi juga merupakan rusaknya sistem pemerintahan demokrasi. Tidak ada jaminan orang baik akan lepas dari jerat korupsi, karena demokrasi memberikan peluang terjadinya hal itu.

Lain halnya sistem Islam yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah rasional jika menjaga keselamatan (kesucian) harta, termasuk menjadi tujuan pokok hukum Islam. Karena mengingat harta terbagi menjadi dua dimensi, yaitu halal dan haram. Perilaku korupsi adalah termasuk kedalam dimensi haram. Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram dan merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memproleh rezeki dari Allah SWt.

Islam pun membagi korupsi kedalam beberapa golongan, yang pertama risywah (suap), saraqah (pencurian), al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan).

Korupsi dalam Islam sama dengan memakan harta orang lain seperti dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Dengan demikian, solusi penting untuk mencegah kasus korupsi yaitu dengan diterapkannya aturan yang berrsumber dari Allah swt. Sebab hanya kembali kepada ke aturan-Nyalah korupsi dapat dihentikan secara tuntas. Namun, semua itu tidak bisa terjadi bila tak ada negara yang berupaya menerapkannya. Maka dari itu, wajiblah bagi kita untuk terus berjuang dijalan dakwah demi mewujudkan mimpi umat yang merindukan kepemimpinan yang adil dan mampu melindungi mereka dari segala bentuk bahaya. Wallahu a’lam bish shawab.

PENGIRIM: FEBRI AYU IRAWATI (SISWI SMA NEGERI DI KONAWE)

Terima kasih