Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Rezim Berganti, Akankah Nasib Rakyat Berganti ?

1163
×

Rezim Berganti, Akankah Nasib Rakyat Berganti ?

Sebarkan artikel ini
Rezim Berganti, Akankah Nasib Rakyat Berganti ?
RISNAWATI

Hingar bingar pesta demokrasi pemilu seiring waktu makin meredup. Kini rakyat menanti fiksasi janji dari pasangan terpilih Jokowi dan Ma’ruf Amien. Karena sejatinya kepemimpinan baik dalam level pribadi, masyarakat ataupun Negara adalah amanah, dan hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasulullah SAW berikut, “Sayyid al-qawm khadimuhum (Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka).” (HR Abu Nu‘aim).

Dilansir dari tirto.id – Rangkaian Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 sudah rampung. Pasangan terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amien tinggal menunggu tanggal pelantikan. Perhatian publik kini beralih pada siapa saja sosok-sosok yang akan dipilih masuk dalam kabinet Jokowi selanjutnya. Di tengah penantian itu, Jokowi mengisyaratkan bakal memilih menteri milenial atau anak muda dalam kabinet 2019-2024.

Jokowi mengatakan kabinet ke depan memerlukan orang-orang yang dinamis, fleksibel dan mampu mengikuti perubahan zaman uang sangat cepat. “Bisa saja ada menteri umur 20-25 tahun. Tapi, dia harus mengerti manajerial, manajemen, mampu mengeksekusi program yang ada. Umur 30-an juga akan banyak,” kata Jokowi seperti dikutip dari Harian Kompas Edisi Selasa (2/7/2019).

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga memastikan Jokowi serius untuk menggaet menteri dari kalangan milenial. Ia mengatakan perlu ada pergantian orang di kabinet agar kinerja pemerintahan bisa lebih baik ke depan. “Beliau [Jokowi] perlunya menteri-menteri muda, menteri yang milenial, yang cepat, agresif dan siap terima tantangan karena perubahan ini sudah harus dipahami lagi,” kata Eriko di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Demokrasi Tak Mengubah Keadaan

Indonesia dikenal dengan gemah ripah loh jinawi yang kaya akan sumber daya alam, namun anugerah tersebut nampaknya tak membawa rakyatnya pada kesejahteraan. Banyak pihak menilai rusaknya negeri ini lantaran para pemimpin yang tidak amanah, tetapi tak sedikit juga yang mengatakan bahwa kerusakan yang ada juga karena persoalan sistemik di dalamnya. Yang jelas, sampai hari ini Indonesia masih menerapkan demokrasi sebagai sistem politiknya. Meski telah banyak yang menghujat, namun tetap saja masih ada yang memperjuangkannya. Pemilu demi pemilu berlalu, namun nasib Indonesia tetap saja sama, sama. Rezim telah terganti, namun apakah nasib rakyat akan berganti ?

Jika kita perhatikan secara jeli, akan kita dapati kenyataan bahwa demokrasi selama ini hanya memberi pergantian rezim, tanpa ada perubahan berarti yang menyertainya. Sebagian orang mengatakan bahwa carut marut yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari pemimpin yang tidak amanah. Berbagai karakter kepala negara telah pernah kita miliki, namun nasib Indonesia masih saja tertinggal hingga kini. Mulai dari pemimpin yang dikenal tegas dan orator ulung, mantan jenderal yang peduli rakyat jelata, pemimpin yang cerdas, pemimpin yang berlatar belakang ulama, pemimpin dari kalangan wanita, pemimpin yang tegas dan lembut, hingga pemimpin yang disebut-sebut polos dan gemar blusukan kepada rakyatnya, semuanya telah kita coba. Namun faktanya Indonesia dari hari ke hari tak semakin membaik, justru sebaliknya, semakin terpuruk. Sungguh memprihatinkan, sekian puluh tahun lamanya merdeka, sepanjang itu pula berganti-ganti penguasa, Indonesia negeri bertanah subur tak bebas juga dari kemiskinan yang mendera.

Demikianlah ilusi demokrasi, ia hanya bisa memberi pergantian rezim. Tetapi nasib rakyat tak pernah berubah, sebab demokrasi memang tak pernah memberi perubahan, kecuali ke arah kerusakan. Jadi, carut marut yang ada di negeri ini bukan hanya semata-mata karena pemimpin yang tidak amanah, tetapi juga karena sistem demokrasi yang diterapkan di dalamnya. Sejak awal proklamasi, demokrasi telah diterapkan sebagai sistem pemerintahan negeri ini dengan berbagai ragamnya; mulai dari demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, hingga kembali lagi kepada demokrasi liberal. Pertanyaannya, apakah keadaan Indonesia semakin membaik? Maka, islam adalah harapan satu-satunya bagi negeri ini untuk berubah menjadi lebih baik.

Syariat Islam, Nyata Memberi Perubahan

Di dunia ini sesungguhnya hanya ada tiga ideologi; sosialisme dengan komunismenya, sekularisme dengan kapitalismenya, dan Islam dengan syariat agungnya. Sebagaimana kita tahu, Indonesia dengan sistem demokrasi kapitalismenya telah menunjukkan nasibnya yang semakin hari semakin terpuruk. Ideologi sekularisme di negeri ini telah terbukti tak mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Tak mungkin pula bagi Indonesia untuk menerapkan sistem sosialisme komunis yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan bangsa, selain juga telah terbukti ia tumbang ditelan peradaban. Maka satu-satunya harapan umat saat ini adalah ideologi Islam.

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An Nisa : 59)

Siapapun pemimpin yang memerintah suatu negara, ingatlah bahwa tanggungjawab yang ada di pundak mereka  merupakan sebuah amanah besar yang pertanggungjawabanya besar pula di akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali  Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Selain itu, jika pemimpin (penguasa/pejabat/wakil rakyat) mendzalimi rakyat dan tidak menyayangi mereka, pemimpin seperti inilah seburuk-buruknya pemimpin.  Rasul SAW  bersabda, “Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah al-Hathamah (mereka yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka).”(HR Muslim).

Karena itu, Islam sangat mendorong agar para pemimpin selalu bersikap adil dan amanah. Sayangnya, pada era demokrasi saat ini, para pemimpin seringkali tak lepas dari kecurangan, kebohongan, bahkan politik uang, baik sebelum terpilih, maupun saat menjabat, bahkan setelah menjabat. Deretan kasus ‘serangan fajar’, pemberian uang palsu, korupsi dan ingkar janji sering bahkan selalu terngiang dan terpampang nyata di hadapan rakyat. Pemimpin yang awalnya dikenal pro rakyat dan merakyat pun tak lagi merakyat saat menjabat.

Syariat Islam itu sungguh komperehensif, melingkupi seluruh urusan hidup manusia, mulai dari hal pribadi sampai tata negara. Dengan syariatnya yang agung yang berasal dari Zat Yang Maha Benar, Indonesia pasti akan dapat berubah menjadi negara mulia penuh berkah. Tak hanya di dunia, namun juga kemuliaan hidup di akhirat akan bisa kita dapatkan, sebab menerapkan syariat Islam sebagai sebuah sistem kehidupan bukan sekedar persoalan mengubah nasib hidup, namun juga wujud ketaatan kita sebagai manusia kepada Sang Pencipta sebagai konsekuensi iman yang kita punya.

Selain itu, penerapan syariat Islam di Indonesia sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan mayoritas rakyat negeri ini, sebab Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Syariat Islam ketika diterapkan sebagai sebuah sistem negara, akan tetap menghormati eksistensi dan keyakinan umat agama lain. Tidak akan ada pemaksaan dalam urusan pribadinya, sebab setiap warga negara akan diperlakukan sama di depan hukum. Indahnya menerapkan syariat Islam, nyata memberi perubahan.

Karena itu, Sejak Rasulullah SAW diutus, tidak ada masyarakat yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah dan adil kecuali dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasannya dalam membela Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Walhasil, untuk menjadi pemimpin amanah butuh sistem Islam. Sudah cukup berbagai fakta kerusakan dan kedzaliman di hadapan kita, yang semua itu tak akan pernah selesai selama pemimpin menerapkan sistem demokrasi-sekuler. Maka, teruntuk para pemimpin, jadilah pemimpin amanah dalam sistem yang bisa mewujudkan sikap amanah, yakni Khilafah ‘Ala Minhaji An-Nubuwwah. Wallahu a’lam bi ash shawab.

RISNAWATI

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos