Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

 ‘Ikan Asin’, Benarkah Wanita Dilecehkan?

971
×

 ‘Ikan Asin’, Benarkah Wanita Dilecehkan?

Sebarkan artikel ini
 ‘Ikan Asin’, Benarkah Wanita Dilecehkan
drg ENDARTINI KUSUMASTUTI

Artis Fairuz A Rafiq mengadukan permasalahan ‘ikan asin’ kepada Komnas Perempuan. Aduan tersebut masih akan dikaji oleh pihak Komnas Perempuan.”Pengaduan kami terima dan akan kami pelajari, dan kami akan melihat hal-hal apa yang bisa ditindaklanjuti sesuai dengan mandat kami,” ujar komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus.Fairuz mengadukan hal itu ke Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, siang tadi. Magdalena mengapresiasi keberanian Fairuz mengadukan hal itu ke Komnas Perempuan. Sebab, menurutnya, banyak perempuan yang menjadi korban tetapi tidak berani melapor. (www.detik.com, 08/07/2019).

Seperti diketahui bersama Galih, Rey Utami, dan Pablo Benua saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu. Polisi menyebut motif Galih mengumpamakan Fairuz dengan ikan asin dilakukannya dengan sengaja untuk mempermalukan Fairuz.

Menurut Komnas Perempuan, tindakan yang dilakukan Galih Ginanjar terhadap mantan istrinya itu masuk ranah pelecehan secara verbal. Selain melanggar kesusilaan, penggunaan kata “ikan asin” untuk menggambarkan organ intim wanita juga sudah masuk dalam kategori pelecehan seksual. Istilah ini dianggap melecehkan karena maksud dan tujuan di balik pemilihan kata itu untuk merendahkan martabat perempuan. “Ucapannya itu (ikan asin) merendahkan harkat martabat perempuan. Masuk kategori pelecehan seksual kan ini, menyasar atribut seksual,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni.

Oleh karena itu, meski tindakan ini tidak melibatkan sentuhan langsung secara fisik, tetap tergolong bentuk pelecehan seksual. Akan tetapi, pelecehan seperti ini belum memiliki payung hukum yang dapat melindungi korban dan memidanakan pelaku. Padahal, menurut Budi, pelecehan seksual di Indonesia banyak yang terjadi di ranah ini, misalnya melalui pandangan, perkataan, atau yang lain. Oleh karena itu, kasus Galih Ginanjar tidak menggunakan pasal pelecehan seksual, melainkan dijerat dengan pasal lain terkait informasi transaksi elektronik (ITE) karena disebarkan lewat media sosial.

Benarkah Wanita Dilecehkan?

Merespon kasus di atas, Komnas Perempuan telah melakukan berbagai upaya, salah satunya menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan mendesak pemerintah untuk segera mengesahkannya.“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” ujar Budi. (www.tribunnews.com, 13/07/2019).

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) Pelecehan terhadap perempuan, khususnya dalam ranah seksual, bisa terjadi dengan berbagai macam cara, seperti melibatkan kontak fisik secara langsung ataupun tidak.Akan tetapi, sistem hukum di Indonesia belum memayungi kasus-kasus pelecehan yang terjadi tanpa melibatkan sentuhan fisik.Hal itu merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang mendefinisikan pencabulan sebatas pada tindakan fisik secara langsung.Kondisi ini menyebabkan banyak tindak pelecehan seksual yang tidak melibatkan sentuhan fisik lolos dari jerat hukum dan menyisakan perempuan sebagai korban.

Di sisi lain, ketika ada sekelompok masyarakat berupaya untuk melindungi tubuh perempuan dengan menutup auratnya , malah dianggap diskriminasi. Misalnya perda berjilbab, negara memaksakan seseorang untuk menggunakan yang merupakan ranah privat, harusnya tidak dicampuri oleh negara. Lantaran kebebasan perempuan menjadi terkikis karena atribut yang dikenakan membuatnya tidak bebas mengekspresikan keindahan yang dimilikinya. Bahkan lebih lanjut, dianggap ada upaya diskriminatif terhadap perempuan terhadap penggunaan jilbab. Belum lagi kritikan mereka tentang jam malam bagi wanita dianggap sebagai hal yang mengekang kebebasan perempuan. Dan banyak perda syariat lainnya yang justru dikritik oleh Komnas perempuan, padahal aturan tersebut justru melindungi kemuliaan wanita. Ironisnya, lembaga tersebut pun tidak ingin menyalahkan pakaian yang dikenakan perempuan karena digunakan sebagai alasan tindak kejahatan seksual.

Melihat fenomena di atas tentu membuat kebingungan bagi masyarakat. Bagaimana tidak, di satu sisi ingin menjunjung perlindungan dan menghindarkan perempuan dari pelecehan seksual, di sisi lain, mereka pun tidak sepakat ketika perempuan dilindungi dengan aturan-aturan yang justru memuliakan mereka. Mereka sangat mengkritik kasus perkosaan yag banyak dialami perempuan ketika malam hari, namun justru memprotes adanya aturan jam malam dan pemakaian jilbab terhadap perempuan. Lantas, apakah solusi yang ditawarkan oleh komnas perempuan dengan mengkritisi 431 aturan yang mereka anggap diskriminatif itu mampu mengeluarkan perempuan dari pelecehan seksual? Jelas tidak!.

Tak bisa dipungkiri, kehidupan kapitalistik telah melahirkan banyak kekacauan dalam kehidupan. Kehormatan perempuan terancam, kekerasan terhadap mereka juga menjadi lumrah terjadi. Ini karena kapitalisme tidak menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga, tapi sebagai komoditas yang bisa seenaknya dimanfaatkan untuk kepentingan apapun.

Dengan Islam, Perempuan Pasti Mulia

Syariah Islam adalah sistem yang berasal dari Allah SWT Sang Pencipta perempuan. Syariah menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Berikut bentuk perlindungan Syariah untuk menjaga mereka dari berbagai bentuk pelanggaran kehormatan, termasuk masalah kekerasan dan pelecehan seksual.

Pertama, Islam mengatur tugas perempuan agar kehormatannya tetap terpelihara. Aturannya menempatkan perempuan sebagai mitra laki-laki, sebagaimana sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya wanita itu adalah saudaranya para pria”(HR. Ahmad).

Untuk peran ini, tugas pokok perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Dengan tugas tersebut ia menjadi makhluk terlindungi. Ia tidak perlu menghabiskan waktu di ruang publik, bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahram, yang membuka peluang terjadinya kejahatan dan kekerasan di ruang publik.

Sejalan dengan itu, Islam telah mewajibkan laki-laki untuk menanggung nafkah perempuan. Sehingga perempuan tidak diberi beban untuk itu (QS. Al Baqarah [2] : 233).

Syariat Islam juga tidak akan membiarkan warganya terlantar akibat ketiadaan pihak pencari nafkah. Sebab, Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Jika tidak ada laki-laki atau kerabat yang bisa menanggungnya, maka nafkah seseorang, termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi tanggungan baitul mal (negara).Sistem ekonomi Islam juga menjamin para suami mendapat kemudahan dalam mencari nafkah. Bahkan kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggung jawab negara. Negara akan mengelola kekayaan alamnya untuk kemakmuran rakyat. Cara ini akan meminimalisir banyaknya perempuan yang keluar rumah hanya untuk memenuhi kebutuhannya.

Kedua, Syariah Islam menjamin perlindungan perempuan dari tindak kekerasan di ruang privat, seperti rumah. Diantaranya adalah melalui syariat (aturan) pernikahan yang menjamin hak dan kewajiban bagi suami isteri. Dalam Islam, pernikahan bertujuan untuk mewujudkan kedamaian melalui hubungan kemitraan antara suami dan istri (QS. Al A’raaf [7] : 189).

Rasulullah Muhammad Saw pun bersabda:

Orang yang imannya paling sempurna di antara kalian adalah yang paling berakhlak mulia, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istrinya.” (HR. Tirmidzi).

Dengan demikian semua bentuk hubungan yang menistakan salah satu pihak dianggap pelanggaran terhadap hukum syariat. Pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara yang dilarang keras oleh Islam.

Ketiga, syariat Islam juga memberikan perlindungan kepada perempuan secara menyeluruh. Islam menutup peluang terjadinya kejahatan terhadap perempuan. Bahkan menghalangi apa saja yang bisa mendorong dan memicu hal itu.

Diantaranya dengan mewajibkan masyarakat untuk menjaga interaksi sosial di antara mereka. Antara laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur baur. Keduanya wajib menutup aurat, saling menjaga pandangan dan menghindari khalwat.

Islam juga mewajibkan kaum perempuan untuk berkerudung dan berjilbab (berpakaian longgar tanpa potongan) ketika beraktifitas di kehidupan umum. Serta melarang wanita ber-tabarruj, yaitu menampakkan kecantikan dan perhiasan kepada laki-laki bukan mahramnya. Islam juga menghalangi semua bentuk pornografi dan pornoaksi.

Syariah mengharamkan beberapa jenis pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuanan, misalnya pramugari, bintang film, model iklan, penari, penyanyi, peragawati, pramugari, pramuniaga, caddy di lapangan golf dan lain-lain. Semua jenis pekerjaan tersebut hanya akan merendahkan kehormatan perempuan dan berpeluang memunculkan tindakan kekerasan terhadapnya.

Keempat, Syariah Islam akan menjatuhkan sanksi hukum yang keras kepada pelaku kejahatan, termasuk terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan. Sanksi dalam Islam tidak hanya memberikan efek jera, namun juga mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Seperti, bagi para pemerkosa, dia akan dijatuhi sanksi jilid(cambuk) 100 kali bagi pelaku yang belum menikah dan rajam hingga mati bagi yang telah menikah.

Jika pelaku juga membunuh korbannya maka akan dikenai had pembunuhan sesuai dengan jenisnya. Yaitu ia di-qishash (dibalas bunuh), kecuali dimaafkan oleh ahli waris korban. Namun pelaku itu harus membayar diyat kepada ahli waris korban sebesar 100 ekor unta. Dengan semua itu, peluang terjadinya kejahatan seksual terhadap perempuan benar-benar ditutup oleh Islam.

Kelima, Syariah Islam -yang penerapannya dilakukan oleh Negara Khilafah secara sempurna- akan menjaga ketakwaan semua individu, baik laki-laki maupun perempuan. Takwa menjadi benteng utama untuk mencegah seseorang melakukan pelanggaran kehormatan terhadap orang lain. Dengan mekanisme ini, tindak kekerasan terhadap perempuan akan diminimalisir karena kuatnya rasa takut setiap warga negara terhadap murka Allah SWT.

Demikianlah, Islam akan mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan. Begitu nyata bentuk perlindungan yang dilakukan Islam dibandingan sistem kapitalis yang terbukti menistakan perempuan. Hanya dengan Syariah Islam perempuan dimuliakan.

drg ENDARTINI KUSUMASTUTI

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos