Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Wamena Ricuh, di Mana Tanggung Jawab Negara?

1016
×

Wamena Ricuh, di Mana Tanggung Jawab Negara?

Sebarkan artikel ini
Wamena Ricuh, di Mana Tanggung Jawab Negara?
Sarma.

Ibaratpepatah “Karam di Darat” peribahasa ini akan melumerkan tanah yang dipijak hingga membuat orang di atasnya terjebak. Pepatah ini menggambarkan kondisi negeri ini yang selalu dirundung duka karena ulah manusia.

Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali yang terbaik.Hai seluruh manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat ayat 13).

Adapun penjelasan al-Hujurat ayat 13, Ayat ini berbicara tentang kesatuan umat manusia secara universal dan menegaskan bahwa perbedaan kelompok-kelompok memang sengaja dirancang oleh Allah dengan tujuan agar manusia saling mengenal, yakni mengenal potensi dan keistimewaan masing-masing agar mereka bekerja sama guna meraih kesejahteraan lahir dan batin.

Hal ini jauh dari kondisi yang diharapkan saat ini, negeriku kini tidak baik-baik saja, konflik terjadi sehingga nyawa adalah barang yang tidak berharga lagi, dan korban berjatuhan  tanpa alasan.

Lantas sekarang masalah kerap terjadi seperti adanya konflik horizontal, yang kerap menjadi pemicu dari munculnya perpecahan, persaingan dan adu kekuatan untuk menjadikan setiap golongan mempertahankan persatuan sukunya saja.

Kadangkala persatuan muncul hanya sebatas dari kekuatan untuk mencapai keberhasilan sementara. Adapun ikatan yang mengikat tidak berjalan sesuai yang diarahkan. Adanya perbedaan ras atau suku kini menjadi perbincangan dikalangan masyarakat baru-baru ini, sebagaimana konflik Wamena yang memakan korban jiwa yang tak sedikit.

Seperti yang dilansir oleh Jawa pos menyatakan bahwa narasi yang dibangun yakni seorang guru bersikap rasis kepada anak didiknya. Kejadian ini kemudian berujung pada aksi demonstrasi para siswa di depan kantor Bupati Wamena. Lagi-lagi persatuan yang dibangun atas dasar sukuisme dan nasionalisme bukanlah tolak ukur untuk mempersatukan umat secara menyeluruh. Kerap nemunculkan perpecahan dan terjadinya pertumpahan darah. 

Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, bangsa Indonesia, dan Menjunjung Bahasa Persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Namun, jargon ini tidaklah mewakili semangat persatuan bangsa ini, bahkan perbedaan yang ada cenderung tidak mewujudkan persatuan hakiki.

Ikatan nasisonalisme yang mengikat negeri ini bukanlah solusi yang tepat untuk mempersatukan umat, sebab persatuan nasionalisme ini akan benar-benar muncul ketika ada masalah atau konflik yang menyertainya, tidak bertahan pada tahap akhir dari berkehidupan.

Ikatan kesukuan (chauvinisme), atau kebangasaan (nasionalisme) ataupun ras (rasisme), adalah ikatan yang bersifat emosional, karena lahir dari naluri mempertahankan diri semata, tidak tumbuh dari sebuah kesadaran yang permanen, sehingga wajar jika ikatan nasionalisme misalnya, bernilai kontradiktif. Pada dasarnya nasionalisme adalah ikatan yang lemah.

Salah satu kelemahanya adalah ketidakmampuannya mengikat manusia secara permanen. Ikatan nasionalisme bersifat temporer, hanya akan muncul tatkala ada ancaman dari pihak luar terhadap esksistensi satu komunitas.

Ikatan Nasionalisme , ikatan lemah

Isu rasis yang mengancam terjadinya perpecahan telah semakin nampak di masyarakat. Khususnya permasalahan  Wamena telah menarik perhatian sejumlah kalangan baik dalam maupun luar negeri. Konflik yang disinyalir karena isu ras ini menyulut pembakaran tempat umum bahkan sampai pembunuhan terhadap para pendatang yang datang ke wamena.

Mirisnya fakta ini tidak mendapatkan respon yang cepat oleh pemerintah pusat untuk menangani masalah ricuhnya Wamena. Hal yang perlu diperhatikan pula yaitu kondisi mengenai para pekerja yang merantau di Wamena terancam jiwanya karena kericuhan yang terjadi. Kericuhan memunculkan ketakutan kepada warga, sebab rumah dan fasilitas umum lainnya dibakar tanpa mengenal satu-sama lain.

Secara terstruktur dapat pula kita melihat kasus-kasus yang beredar di papua, dimana selalu ada keterikatan antara orang asing yang bermain dibelakang sebagai provokator. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengatakan “Juga terutama jangan kasih panggung kepada orang-orang asing yang main, baik dia dari luar negeri maupun ada di Papua, dia ngacak-ngacak negeri kita, jangan dikasih panggung,”.

Selain Benny, ada pula orang-orang luar negeri yang mendukung separatisme Papua. Hendro menyebut mereka sebagai ‘bule’ yang mengibarkan bendera tertentu. Seperti inilah pergerakannya tentu dengan perpecahan yang terjadi menjadi satu-satunya situasi yang diharapkan oleh pihak lain (oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab) dan dapat menguntungkan makar asing yang bermain di papua melalui isu rasial dan disintegrasi.

Adapun Makar asing akan menggerogoti setiap sendi-sendi kekuatan negeri ini baik sektor ekonomi, politik, ataupun budaya.  Hal ini karena negeri ini menganut faham sekuler-liberal, sehingga konflik terjadi dimana-mana. Tentu dengan hadirnya kegoncangan seperti ini adalah tujuan dari makar asing untuk terus menyebarkan isu-isunya agar dapat menguasai negeri ini.

Jumlah korban yang berjatuhan atas konflik ini, tentu sangat banyak. Maka negara memiliki peran dan tanggung jawab untuk segera mengatasi persoalan internal tersebut. Penguasa adalah orang yang menjalankan amanah untuk melindungi jiwa setiap rakyatnya. Tidak menyalahi amanah dengan melindungi orang-orang yang berbuat zolim.

56 tahun Papua menjadi bagian dari Indonesia, kini isu disintegrasi dimanfaatkan makar asing untuk mendapatkan keuntungan dari perpecahan. Dan hal ini akan menjadikan asing masuk  leluasa menguasai negeri ini dengan paham kapitalis/sekularis yang terang-terangan diterapkan di negeri ini.

Konflik ini bukanlah masalah yang baru pertama kali terjadi di bumicendrawasih ini. Kejadian serupa pernah terjadi pada 6 oktober tahun 2000 dengan memakan korban 7 orang papua dan 24 pendatang meninggal.

Jelas ketika tanah yang disangka aman, kini menjadi bumerang karena ikatan persatuan yang tidak mampu mengikat. Maka pantaslah perpecahan itu akan terus memakan korban jiwa baik dari  sabang hingga  merauke. Persatuan akan dapat terikat ketika kita kembali pada pencipta persatuan itu.

Bukankah Allah telah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini dengan sebaik-baik bentuk. Pemimpin bangsa tidak akan bisa mempersatukan umat dengan mengambil peraturan selain dari pencipta-Nya.

Dengan aturan dari pencipta pula dapat menghadapi makar-makar asing yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Tanah papua dan seluruh tanah yang ada dinegeri ini akan menjadi konflik yang berkelanjutan jika sistem yang diemban negeri ini adalah sistem yang diambil selain dari hukum Allah secara menyeluruh.

Allah SWT berfirman yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah : 208).

Dari ayat di atas secara eksplisit dan implisit terdapat perintah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman untuk mengikuti semua aturan-aturan yang telah diturunkan Allah secara totalitas dan jangan mengambil jalan hidup (way of life) dan sistem kehidupan (manhaj) selain dari islam agar hidup manusia mencapai kebahagiaan yang sebenarnya.

Dalam hadist Rasulullah SAW, pernah menyampaikan pesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu berpegang teguh kepada syariat islam yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan As-sunnah. “Aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR Malik)

Islam solusi persoalan Umat

Indonesia yang penduduknya mayoritas islam enggan menerapkan aturan-aturan islam secara menyeluruh. Mereka hanya mengambil Islam sebagai pengatur masalah ibadah, dan tidak boleh bersinggungan dengan politik, ekonomi maupun dasar-dasar hukum negara. Maka, saat ini, islam merupakan aqidah yang terdiskriminasi.

Munculnya rasisme, Maksiat dibiarkan merajalela, riba menjadi landasan ekonomi, pendidikan mengadopsi pendidikan Barat, kehidupan modern yang mementingkan gaya hidup hedonis, HAM menjadi alasan untuk berkembangnya pergaulan bebas, LGBT, prostitusi dan maksiat lainnya. Dengan segala permasalahan yang melanda negeri ini.

Maka, satu-satunya solusi untuk problematika umat saat ini adalah menjadikan islam sebagai pandangan hidup secara menyeluruh di segala aspek kehidupan, sehingga kaum Muslimin mampu untuk bangkit dan bersegera menyelesaikan masalah-masalah yang meresahkan saat ini.

Penerapan sanksi bagi pelaku maksiat, pelaku kerusakan bukanlah sesuatu hal yang kejam atau tidak berprikemanusian, tetapi sebagai bentuk taat kepada aturan-aturan Islam.

Allah SWT berfirman pada {QS : An-Nur ayat 55} yang artinya:“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.

Imam Muslim menyebutkan dalam Shahih-nya melalui jalur Tsaubah semoga Allah meridhoinya bahwa Rasulullah saw bersabda, “Allah menarik ujung dunia menjadi lebih dekat satu sama lain itu semua demi diriku. Dan saya telah melihat ujung timur dan barat.

Dan kekuasaan umatku akan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditarik mendekat kepadaku dan aku telah diberikan harta merah dan putih dan aku memohon Rabb-ku agar umatku tidak menjadi binasa karena kelaparan, demikian pula oleh musuh yang merusak kehidupan mereka dan menghancurkan mereka hingga akar-akarnya. Dan Rabb ku berkata,

“Wahai Muhammad, setiap kali aku membuat keputusan, tidak akan ada kekuatan yang bisa mengubahnya. Aku akan mejamin engkau dan umatmu, bahwa mereka tidak akan dibinasakan oleh kelaparan dan tidak pula akan dikuasai oleh musuh yang akan berada diantara mereka yang menguasai kehidupan mereka dan menghancurkan mereka hingga akar dan cabang, bahkan meskipun semua manusia dari berbagai belahaan dunia bergandengan tangan bersama-sama (untuk tujuan ini), tapi sebaliknya ini akan terjadi antara mereka sendiri, yaitu umatmu, bahwa beberapa orang akan saling membunuh satu dengan yang lain atau memenjarakan lainnya”.

Ini adalah janji Allah SWT untuk Rasulullah saw, bahwa Dia akan menjadikan umat-Nya menjadi pemimpin dibumi dan menjadi penguasa terhadap manusia. Urusan bumi akan diserahkan untuk dikelola melalui mereka dan semua manusia harus mengikuti aturan Allah.

Dia juga akan mengubah rasa takut umat islam terhadap orang-orang kafir menjadi rasa aman dan damai. Allah akan menjadikan mereka berkuasa penuh terhadap orang-orang kafir.

Di sisi Allah, hilangnya nyawa seorang muslim lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Dengan ikatan aqidah yang lahir dari Islam menyatukan baik etnis, bahasa, bangsa, kelompok. Kesemuanya semua diikat oleh Islam tanpa melihat lagi perbedaan pada manusia.

Dalam konsep ukhuwah Islamiyyah, tidak ada kaum yang dianggap lebih mulia dari yang lain, apakah dia Arab atau Ajam (selain Arab), maka semua sama dihadapan Allah, yang membedakan hanya ukuran takwanya.

Lantas, dengan ikatan yang ada dan tidak mengikat kuat maka kita diharapkan mengambil sebuah ikatan yang kuat dan dapat mengikat seluruh umat tanpa terkecuali. Dengan ikatan ini kita tidak mudah untuk diprovokasi atau dikuasai oleh asing. Melainkan kita dapat bersatu untuk menghancurkan keangkuhan mereka, dapat menolak mentah-mentah ide-ide  mereka yakni idelogi kapitalis /sekularis yang berbahaya ini.

Walhasil, ikatan akidah islamlah yang harus dipegang oleh setiap Muslim. Dengan itulah umat Islam benar-benar menjadi ummatan wa hidatan (umat yang satu), sebagaimana sabda Rasulullah saw :

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu, Sesungguhnya tidak ada kelebihan pada orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula orang non-Arab atas orang Arab, orang berkulit putih atas orang yang berulit hitam, tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih; kecuali karena ketakwaannya “. (HR Ahmad)

SARMA