Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Muslimah Tidak Wajib Berjilbab, Benarkah?

49389
×

Muslimah Tidak Wajib Berjilbab, Benarkah?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ghoziyah Almustanirah

(Member AMK dan Pemerhati Masalah Publik)

Jilbab tidak wajib bagi perempuan Muslim. Begitulah pernyataan kontroversial yang keluar dari mulut seorang yang ditokohkan di negeri ini.

Dilansir oleh Tempo.co, 16 Januari 2020, Sinta Nuriyah, isteri Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid atau Gus Dur mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia juga mengatakan bahwa banyak masyarakat yang keliru mengenai makna jilbab dan hijab.

Menurut beliau hijab adalah pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu. Sedangkan jilbab adalah sesuatu yang terbuat dari bahan tipis seperti kain penutup. Penyataan ini diucapkannya saat menjadi bintang tamu dalam program chanel YouTube Deddy Corbuzier Rabu, 15 Januari 2020.

Menurut  Sinta Nuriyah setiap muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Al Quran jika memaknainya dengan tepat.

Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Al Quran secara kontekstual bukan tekstual. Menurutnya kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Al Quran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi.

Masih dalam acara yang sama putrinya Inayah Wahid juga ikut menambahkan bahwa ia tidak setuju dengan pernyataan bahwa muslimah yang tidak berhijab belum dapat hidayah.

Dilansir oleh Viva.com, 16 Januari 2020, Putri Presiden RI ke-4 ini mengaku heran terhadap justifikasi bagi wanita muslimah yang tidak memakai hijab itu lantaran belum mendapat hidayah.

Inayah mengatakan isteri-isteri ulama terdahulu (Nyai) atau isteri pendiri Nahdlatul Ulama (NU)  tidak memakai kerudung. Bahkan, pejuang perempuan RA Kartini pun tidak  berhijab. Makanya, apakah mereka juga disebut belum mendapatkan hidayah?

Seperti yang diketahui publik Inayah sampai saat ini belum memakai hijab, dan dia tidak mau memberikan alasannya. Karena menurutnya masyarakat tidak memberi ruang untuk diskusi. Menurut Inayah ini bukan masalah belum mendapat hidayah. Menurutnya masyarakat cendrung antipati duluan, mencap pokoknya kalau tidak pakai hijab itu tidak mengikuti syariat agama, dosa, masuk neraka.

Inayah menyakini ia punya alasan sendiri kenapa tidak memakai hijab. Menurut nya karena ada dalil-dalil lain yang ia ikuti. Permasalahan ini menurutnya masih menjadi perdebatan antara para imam besar.

Inayah juga mengatakan bahwa ayahnya Gus Dur tidak pernah memaksa dirinya untuk memakai hijab. Menurutnya itu kan budaya.

Sementara ibundanya Sinta Nuriyah  mengatakan, almarhum suaminya Gus Dur juga akan berpandangan yang sama bahwa semua Muslimah  tidak harus berhijab. Bukan hanya itu, bahkan menurutnya saat ini di Arab Saudi, Riyahd, keluarga kerajaan sudah buka-buka, tidak pakai hijab lagi.

Sangat disayangkan sekali semua penyataan anak dan isteri almarhum Gus Dur ini. Perkara yang sudah sangat jelas justru dipermasalahkan lagi. Ada apa ini?

Inilah pentingnya kita berilmu sebelum beramal. Amal terbaik itu harusnya memenuhi dua syarat yaitu niatnya ikhlas karena Allah Swt dan caranya benar.

Kita memakai hjjab semata karena perintah Allah, bukan sekedar mengikuti orang lain, trend, mood, disebut sholihah,  atau yang lainnya. Selain itu, dalam memakai jilbab kita juga harus dengan cara yang benar. Cara yang dicontohkan oleh Sang Teladan kita yaitu Rasulullah Saw.

Kewajiban menutup aurat itu adalah bagian dari syariat Islam. Islam memerintahkan perempuan muslimah untuk menutup aurat yang dilakukan hingga warna kulitnya tertutup. Dalil yang menunjukkan ketentuan ini adalah  hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwasanya Asma’ binti Abu Bakar r.a telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan memakai pakaian tipis, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:

“Wahai Asma’, jika seorang perempuan telah akil baligh, tidak boleh tampak dari dirinya, kecuali ini dan ini. Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangan.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits ini, Rasulullah Saw menganggap Asma’ belum menutup aurat. Karena, saat itu Asma’ menutup auratnya dengan kain yang tipis.

Dalil lain yaitu riwayat Usamah r.a yang ditanyai oleh Nabi Saw tentang kain tipis. Usamah menjawab, bahwasanya ia telah mengenakannya terhadap isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda:

“Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalam kain tipis, karena sesungguhnya beliau khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”

Qabtiyah dalam lafadz di atas adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu, tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah r.a mengenakan kepada isterinya kain tipis, beliau memerintahkan agar kain itu dikenakan di bagian dalam kain supaya tidak terlihat warna kulitnya.

Hari ini kita sudah dipermudah, tanpa perlu repot melilitkan  sesuatu. Kita bisa memakai pakaian rumah seperti daster, piyama, celana, rok, atau pakaian lainnya yang tidak menampakkan warna kulit. Namun ini adalah pakaian khusus yang dipakai di dalam rumah yaitu dalam kehidupan khusus perempuan, bersama mahramnya.

Jika seorang perempuan muslimah ingin keluar rumah untuk bekerja, menuntut ilmu, atau aktivitas lainnya, maka Islam memiliki  aturan tersendiri. Saat perempuan keluar rumah (kehidupan umum) maka, ia tidak boleh memakai pakaian sembarangan saja, meskipun, pakaian tersebut menutup aurat.

Islam mewajibkan muslimah untuk mengenakan jilbab diatas pakaian rumahnya. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt dalam surat al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi:

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuamu dan isteri-isteri orang mukmin: ” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Adapun yang dimaksud dengan  jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang yang tidak dijahit).

Didalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti sirdaab (terowongan) atau sinmar (lorong). Yaitu, baju atau pakaian longgar bagi perempuan selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Sedangkan dalam kamus al-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, al-jilbaab huwa al-ridaa ‘fauq al-khimaar (jubah yang dikenakan di atas kerudung). Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah, al-Hasan al-Bashriy, Sa’id bin Jabiir, Ibrahim al-Nakha’iy, ‘Atha’ al-Khuraasaniy, dan

lain-lain, berpendapat bahwa jilbab itu kedudukannya sama dengan (al-izaar) sarung pada saat ini. Al-Jauhariy berkata, “al-jilbaab, al-Milhafah (baju kurung). ( Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3/519)

Dalil lain terkait ini adalah dari riwayat Ummu ‘Athiah yang berkata, ” Rasulullah Saw memerintahkan kami agar keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, baik ia budak, sedang haid, maupun gadis yang dipingit. Ada pun perempuan yang haid maka, menjauhlah   dari tempat sholat, namun tetap menyaksikan kebaikan dan seruan kaum Muslim. Lalu aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab. Maka Rasulullah Saw menjawab: ‘Hendaklah saudaranya itu meminjamkan jilbabnya.’ (HR. Muslim)

Hadits ini menyatakan bahwa jilbab bukanlah pakaian utama yang digunakan perempuan muslimah untuk menutupi auratnya. Namun, pakaian yang dipakai saat hendak keluar rumah diatas pakaian sehari-harinya. Karena tidak mungkin Ummu Athiah dan perempuan muslim lainnya telanjang di dalam rumahnya. Jadi bagi perempuan muslim ada dua pakaian yaitu saat ia berada dalam kehidupan khusus ( di dalam rumahnya bersama mahram) dan ketika ia keluar rumah.

Selain jilbab, perempuan Muslim juga diperintahkan untuk memakai khimar atau Kerudung yang menutupi leher dan dadanya. Dalilnya adalah firman Allah Swt dalam surat  an-Nur ayat 31 yang berbunyi: “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, Agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasanya (auratnya) kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya….”(QS an-Nur: 31).

Selama ini kita sering salah menyebut jilbab itu dengan kerudung. Padahal jilbab itu adalah pakaian luar, sedang kerudung adalah khimar yang menutupi kepala hingga terulur ke dada. Jadi, jilbab bukanlah khimar ya!

Jadi, perempuan muslim tidak wajib menutup aurat tidaklah benar.  Penjelasan diatas sudah sangat jelas bagaimana hukum memakai jilbab dan penjelasan mengenai jilbab tersebut. Jadi, tidak ada lagi alasan bagi seorang perempuan Muslim untuk tidak memakainya karena ini adalah kewajiban. Tidak memakai jilbab adalah perbuatan maksiat yang akan mendapat dosa. Ini bukan justifikasi tapi sebuah aturan dari Ilahi. Berjilbab tidak berarti belum mendapat hidayah. Karena hidayah ada di mana saja tinggal kita mau meraihnya atau tidak.

Menutup aurat adalah pilihan,  kewajiban ini berlaku saat  perempuan akil baligh. Bukan saat siap, saat dapat hidayah, atau alasan lain. Perkara ini masuk ranah yang dikuasai manusia. Sehingga, manusia akan dihisab atas pilihannya, berjilbab atau tidak!.

Wallahu a’lam bishashowab.

error: Jangan copy kerjamu bos