Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Darurat Corona, Lockdown Wajib

1231
×

Darurat Corona, Lockdown Wajib

Sebarkan artikel ini
TETI UMMU ALIF

Sejumlah negara telah mengambil kebijakan lockdown untuk menangkal wabah virus corona atau Covid 19. Salah satu yang telah menerapkan lockdown ialah negara tetangga, Malaysia. Namun, Indonesia tak menerapkan kebijakan tersebut. Hal itu bahkan telah ditegaskan oleh pemerintah. Padahal korban terus bertambah setiap harinya. Data terbaru kasus akibat virus Corona atau COVID-19 hingga hari ini tercatat kasus positif Corona bertambah menjadi 790 kasus. “Total 790 kasus positif, ini angka kumulasi,” ujar juru bicara pemerintah terkait penanganan wabah Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang ditayangkan BNPB di YouTube, Selasa (25/3/2020). Data ini dihimpun hingga pukul 12.00 WIB tadi. Dengan jumlah kasus itu, berarti ada penambahan 105 kasus positif Corona dari data sebelumnya. Angka yang begitu fantastis bukan?

Pemerintah Lamban, Warga Resah

Sikap pemerintah dalam menangani pandemi corona memunculkan banyak perdebatan, tak terkecuali di dunia maya. Mayoritas masyarakat tampaknya sepakat memandang bahwa pemerintah negara +62 ini terlalu lamban, bahkan terkesan meremehkan. Pasalnya, saat dunia ramai-ramai melakukan berbagai upaya maksimal termasuk kebijakan lock down, pemerintah masih membuka pintu lebar-lebar untuk para wisatawan, terutama dari Cina. Pemerintah dengan begitu jumawa berkata bahwa Indonesia bebas Corona. Sayang, kenyataan berkata lain. Akhirnya, Virus itupun bertandang juga di negeri ini. Sejak di umumkan pada 2 maret 2020 lalu terjadi peningkatan kasus yang signifikan dari hari ke hari. Bahkan, Indonesia menjadi juara dunia kasus kematian akibat Corona. Sejumlah wilayah pun sudah dikategorikan sebagai “Zona Merah” penyebaran Covid 19.

Warga masyarakat pun resah karena meskipun korban berjatuhan semakin banyak namun pemerintah tak kunjung mengambil kebijakan Lockdown . Apa gerangan yang ditunggu penguasa kita? Rupanya, banyak hal yang membuat pemerintah galau dalam mengambil keputusan diantaranya buruknya kualitas kepemimpinan, parahnya kondisi keuangan negara serta kuatnya ketergantungan kepada asing nampak menjadi alasan utama. Namun ironisnya yang selalu jadi alasan adalah kepentingan rakyat banyak. Jika Indonesia benar-benar lock down, maka terlalu banyak risikonya. Ekonomi akan mandek. Dan ujung-ujungnya, rakyatlah yang akan menderita. Begitu katanya. Padahal, negeri ini memiliki seabrek kekayaan alam yang melimpah ruah. Cukup bahkan berlebih untuk membiayai segala kebutuhan masyarakat selama masa lockdown diberlakukan.

Akibatnya, rakyat dibiarkan dalam ketidakpastian. Edukasi dan informasi yang kurang membuat mereka mengambil sikap yang beragam. Sosialisasi protokol kesehatan yang lamban disampaikan dan setengah-setengah ditegakkan pun tak efektif membantu langkah pencegahan. Selain karena ada masyarakat yang “terpaksa” wara-wiri untuk mencari penghidupan, tak sedikit pula yang berkeliaran karena kebodohan. Sekolah diliburkan. Tapi sebagian malah memakainya untuk jalan-jalan dan liburan. Mal, pasar, warnet, bioskop tetap saja ramai dikunjungi warga termasuk anak-anak sekolah tanpa rasa bersalah. Bahkan tak hanya rakyat biasa. Ada beberapa pejabat BUMN daerah yang malah nekat jalan-jalan ke Eropa. Narsis pula. Padahal, Eropa merupakan daerah yang diketahui termasuk zona merah corona. Sungguh miris. Ditambah lagi dengan adanya panik buying dimana masyarakat bertindak irasional dengan memborong berbagai barang keperluan. Masker, sanitizer, dan alkes lainnya pun akhirnya jadi barang langka di pasaran hingga harganya melonjak di luar kewajaran.

Ya, begitulah paradigma kepemimpinan kapitalis. Dimana rakyat bukanlah hal penting yang harus didahulukan kepentingannya. Rakyat selalu jadi pesakitan dalam sistem ini. Sudah menjadi rahasia umum jika negeri ini begitu bergantung pada dunia luar terutama Cina dan Amerika sehingga selalu berpihak pada kepentingan keduanya. Itulah yang membuat pemerintah bertekuk lutut tak berdaya. Meskipun hari ini, banyak rakyat yang marah, karena dalam situasi gawat seperti ini pemerintah masih melegalkan puluhan tenaga kerja asal Cina –wilayah sumber wabah corona– masuk ke Indonesia. Tak ketinggalan, lembaga rente dunia, IMF telah menyiapkan pinjaman darurat sebesar US$50 miliar bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus corona. Tawaran yang begitu menggiurkan. Watak kapitalis tega mereguk keuntungan ditengah penderitaan. Selama sistem kapitalis neolib masih bercokol di bumi ibu pertiwi maka jangan heran jika mental pengekor selalu melekat dengan negeri kita. Jangan sampai pemerintah terlambat bertindak sehingga berakibat fatal bagi semua. Cukuplah, Italia menjadi pelajaran penting ketika wabah sudah tak terkendali barulah lockdown dilakukan.

Lockdown Wajib dan Mudah dengan Syariah ditengah Wabah

Islam memiliki seperangkat solusi dalam mengatasi wabah pandemi. Islam selalu menunjukan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Ia mengatur semua hal tak terkecuali di bidang kesehatan. Dalam Islam, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Mengatasi pandemi, tak mungkin bisa melepaskan diri dari performa kesehatan itu sendiri.

Dalam sejarah, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut.

Dengan demikian, metode karantina alias lockdown telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Dari hadits tersebut maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular. Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi.

Islam memasukan konsep Qadar sebagai salah satu yang harus diyakini. Allah telah tetapkan terkait gen, mekanisme mutasi, dampak fisiologi sebuah virus tertentu. Dari situ, kita tahu bagaimana mekanisme penyakit. Contohnya, identifikasi terhadap kuman Mycobacterium sebagai penyebab TBC yang menyerang paru, dan kita bisa pelajari antibiotik untuk mengobatinya dan juga mengenali mutasi kuman kuman Mycobacterium TB sehingga bisa menjadi resisten. Ukuran-ukuran ini yang bisa dipelajari dan digunakan untuk memprediksi resiko penyakit. Dan dari situ dapat diteliti obat/ vaksinasinya.

Umat Islam terdahulu mengembangkan ikhtiar baru mengatasi Pandemi, yakni vaksinasi. Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter muslim zaman Khilafah Utsmani, bahkan sudah dirintis di jaman Abbasiyah.

Inilah realitas sistem khilafah yang pernah mewujud belasan abad lamanya. Sistem yang tegak di atas landasan keimanan sangat berbeda jauh dengan sistem yang tegak di atas landasan kemanfaatan segelintir orang.

Sebagai muslim kita harus waspada dan optimis sekaligus. Waspada, bahwa virus corona ini bisa juga menyebar ke negeri-negeri muslim yang lambat mengantisipasi. Namun juga optimis bahwa untuk setiap penyakit, Allah pasti juga menurunkan obatnya.

Sudah saatnya kita berbenah, beralih ke Sistem illahi Rabbi yang sudah terbukti dan teruji berabad lamanya. Sistem andalan bukan abal-abal.. Wallahu ‘alam Bisshawab

TETI UMMU ALIF (MEMBER WCWH COMMUNITY)

error: Jangan copy kerjamu bos