Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Dibalik ‘Teror’ Corona

1956
×

Dibalik ‘Teror’ Corona

Sebarkan artikel ini

Ketika sebaran Corona diwaspadai, disusul himbauan Pemerintah, tumbuh masalah baru. Yakni kepanikan massal. Setiap orang saling curiga, takut, bahkan dengan mudahnya kita menjustifikasi satu sama lain.

Hampir seluruh elemen ‘teror’ menyatu dibalik bisingnya kabar Corona. Ketakutan, kecurigaan, dan ragam efek psikologis; semua menyatu. Yang awalnya ingin melindungi fisiknya, malah sebaliknya menumbuhkan penyakit mental dalam dirinya. Kewaspadaan terhadap Corona makin jauh melampaui sehatnya kejiwaan.

Okelah pembatasan sosial (social distancing) jadi solusi. Kita sepakati, turuti, dan taati. Keramahan, dan adab kita  mesti dikurangi. Jangan begitu mudah kita saling menyalami. Terlebih dengan orang-orang baru. Karena sebaran virus ini diidentifikasi menyebar lewat kontak fisik. Misal, jabat tangan. Namun, solusi ini jangan langsung menghapus nilai-nilai kebersosialan kita secara total. Masih ada yang perlu kita rawat dan dijaga. Jangan  menuduh yang bukan-bukan.

Semisal, ada kerabat atau orang lain menderita demam. Jangan langsung ambil kesimpulan dengan berangkat dari gejala serupa Corona. Penderita yang  perlu perawatan, malah dijauhi. Alih-alih sembuh, justeru makin parah. Semua diakibatkan ulah sebagian diantara kita yang dengan mudah menghakimi seseorang dengan penuh subyektifitas. Soal kesehatan, serahkan sama yang berkompeten. Bukan membuat kesimpulan bersumber dari isu dan kabar yang belum pasti valid kebenarannya.

Memang, akhir-akhir ini simpang siur Corona makin tak berujung. Linimasa media sosial terus saja ramai bicara Corona. Semua tumbuh dengan perspektif, bahkan tuduhan masing-masing. 

Postingan netizen lebih diyakini, ketimbang menunggu pernyataan resmi instansi negara yang terkesan lamban bersikap. Tuduhan-tuduhan liar netizen, terus bertumbuh. Kian membesar dan menumbuhkan keyakinan bagi netizen lain. Seharusnya, pemerintah  lebih sigap memberikan klarifikasi. Semisal, ada pasien tertuduh. Harusnya disini pemerintah hadir mengimbangi kabar simpang siur. Bukan malah lebih asyik menikmati lockdown. 

Jikalau pemerintah dengan segala instrumennya terus bungkam, jangan heran hoax bertumbuh, dan dipastikan bakal banyak penderita penyakit tertentu yang tertuduh positif Corona. Sangat disayangkan, bilamana banyak jiwa tak tak tertolong, buah dari korban pembatasan sosial yang beringas. Yah, Corona lebih keras daya magnetnya. Publik sudah malas pusing soal omnibus law, jiwasraya, dan seabrek persoalan lain. Sebab, covid-19 lebih mengancam jiwanya.

Lihat saja! Saat lockdown gencar disampaikan, tetap saja masyarakat sibuk cari nafkah. Mereka tak peduli lagi kesehatan. Mereka tetap sibuk berjalin fisik dengan pembeli. Jangan salahkan mereka. Ada alasan yang mendasar dibalik aktifitas itu. Semua karena alasan keberlangsungan hidup. Di rumah, telah ditunggui anak-anak yang siap bersantap hasil dari olah nafkah. Belum lagi, seabrek tuntutan persoalan hidup. 

Jika mereka tak cari nafkah, lalu anak-anaknya mati kelaparan, mau bilang apa? Berhentilah menjadi sok pahlawan. Biarkan semua saling menjaga diri, tak perlu saling bermusuhan karena Corona. Ada yang paling penting, yakni segenap jiwa raga kita yang wajib dilindungi negara.

Soal Corona, bukan lagi sekedar urusan kesehatan. Lebih jauh, telah membuka citra diri sebagai bangsa. Mudah panik. Terlalu gampang kehilangan akal sehat. Gampang percaya terhadap sesuatu hal yang belum tentu benar. Lambat laun, banyak yang ‘terbunuh’ oleh situasi kejiwaan. Bukan disebabkan Covid-19. 

Semoga saja Corona lekas minggat dari negara kita. Secepatnya. Dan ini tugas kita bersama. Saling menjaga. Bersatu dan memberi keyakinan satu sama lain, bahwa kita bangsa yang kuat dan bersatu melawan ancaman apapun. 

Tentu pula, kita harus sadar. Bahwa sebagai manusia beragama, alangkah kecil di mata Tuhan. Oleh mahluk tak terlihat seperti covid-19, kita tak berdaya. Bahkan untuk menghadap ke ‘rumah Tuhan’ secara berjamaah pun jadi takut. Sebab itu, kita sama di mata Tuhan, tak perduli status sosial, harta, dan martabat apapun. Semua sama, sebagai manusia yang takut atas Corona. Mari merenung, dan berdoa; Tuhan jauhkan bangsa ini dari bahaya apapun. Tumbuhkan kami sebagai warga negara yang cinta sesama, negara, dan menjaga akal sehat . Amin! (*)

JUFRA UDO