Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Panic Attack : Mencari Biang Panik Sebenarnya

1008
×

Panic Attack : Mencari Biang Panik Sebenarnya

Sebarkan artikel ini
Tri Silva

Tercatat, 58 orang meninggal dunia dari total 790 kasus positif Covid-19 di Indonesia, tertanggal 25 maret 2020 (CNN Indonesia, 25/03/2020). Hal tersebut tak ayal menimbulkan kepanikan luar biasa di tengah masyarakat. Panic Attack, itulah kiranya sebutan bagi rasa kepanikan luar biasa yang disebabkan Covid-19 hari ini. Semua orang panik, memborong semua bahan pokok yang ada, terutama yang berhubungan dengan Covid-19. Semacam masker, handsanitizer, vitamin penambah imun dan tenaga semuanya ludes bahkan sebelum virus ini jadi pandemi di negeri sendiri. Alhasil kelangkaan pun menjadi nyata, barang-barang kebutuhan untuk tenaga medis pun ikut ludes terjual habis. Tak hanya sampai disana, bahan-bahan pembuatannya pun juga ludes diburu warga yang tak mau ketinggalan berburu barang yang sebenarnya tidak terlalu mendesak untuk dimiliki. Tak hanya kelangkaan, harga yang menggila pun menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar masyarakat kalangan menengah ke bawah yang juga merasakan kepanikan akibat serangan wabah penyakit ini. Lantas apa yang dilakukan Pemerintah?
.
Santai. Itulah kiranya perkataan kaum milenialis saat melihat tindakan dan berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh Bapak Jokowi Presiden kita saat ini. Hal tersebut dapat dilihat bahkan jauh sebelum Covid-19 mendarat dan mewabah di Indonesia. Kesan santai itulah yang kemudian sampai di tengah masyarakat, membuat mereka lengah dan kemudian meremehkan wabah yang ada. Tak perlu ada pembatasan wisatawan asing, padahal negara-negara lain sudah jauh-jauh hari melakukan pembatasan tersebut, terutama bagi negeri tempat pertama kali munculnya wabah. Alhasil para wisatawan pun dengan riang gembira menyerbu Indonesia. Dengan membawa virus? Entah, tak ada screening khusus untuk mendeteksi apakah mereka turut membawanya ataukah tidak.
.
Santai, itu juga kesan yang berusaha untuk lagi-lagi disampaikan pada masyarakat saat ini. Lewat iklan pelayanan masyarakat, Presiden menyampaikan bahwa masyarakat harus tetap tenang, jangan panik dan takut berlebihan, “berdasarkan data yang beliau dapatkan bahwa 93 persen lebih penderita Covid-19 bisa sembuh. Musuh terbesar kita saat ini bukan virus corona itu sendiri tapi rasa cemas, rasa panik, rasa ketakutan, serta berita hoaks atau rumor. Kita harus yakin pada fakta informasi solidaritas bersama serta gotong royong”. Begitulah kira-kira isi dari iklan layanan masyarakat yang disampaikan oleh bapak Presiden. Dengan iklan tersebut pemerintah berusaha menenangkan masyarakat hari ini agar tidak panik dan bertindak serampangan. Isi pesan yang sungguh luar biasa.

Namun, pertanyaannya adalah masihkah iklan tersebut berlaku saat ini dimana Covid-19 telah mewabah dan telah ditetapkan sebagai pandemi dunia oleh WHO, saat covid hari ini telah merenggut puluhan ribu nyawa di seantero dunia, yang 58 orang diantaranya berasal dari negeri tercinta ini? Masih bisakah masyarakat bersikap santai menghadapi kondisi yang ada? Pertanyaan inilah yang akan timbul saat orang-orang berusaha untuk berfikir. Namun bagaimana dengan beberapa orang lainnya yang menganggap Covid-19 hanya lelucon sederhana yang bahkan tak bisa menyentuh ujung kukunya sedikitpun. Atau mungkin ada juga yang terbawa suasana santai yang dibangun oleh Bapak Presiden yang kemudian justru melalaikan mereka untuk melakukan hal-hal yang perlu dilakukan sebagai antisipasi inveksi virus.
.
Berbicara tentang kepanikan dan rasa takut yang menghantui masyarakat saat ini, sebenarnya tidak serta merta ada dengan sendirinya. Dalam artian, bahwa rasa panik bukan semata-mata disebabkan banyaknya jumlah penderita atau massifnya penyebaran virus tersebut. Penyebab paling dominan dari rasa panik yang melanda sebenarnya adalah Pemerintah yang terlalu santai dan terlewat optimis bahwa virus tersebut tidak mungkin bisa masuk ke Indonesia. Indonesia bebas Corona “Welcome to Indonesia”, kira-kira begitulah sikap pemerintah saat itu, ketika corona belum terdeteksi keberadaannya di Indonesia. Saat negara-negara lain tengah berjuang melawan Covid-19, Indonesia masih saja santai. Saat negara-negara lain berlomba untuk menutup perbatasan negara dan wilayah, Indonesia justru mengundang para turis asing dan investor untuk datang berwisata dan menanamkan modalnya ke Indonesia. Sebagaimana pemimpin begitupula lah rakyatnya. Masyarakat cenderung santai bahkan banyak pula yang menjadikan corona sebagai bahan ejekan dan lain sebagainya. Alhasil mereka pun akhirnya lengah dan tak memiliki persiapan apapun saat virus tersebut masuk ke Indonesia.

Tak ada yang salah dari himbauan pemerintah agar masyarakat tidak panik dan lain-lain. Himbauan tersebut harus ada, namun dengan disertai sosialisasi dan keterbukaan informasi. Sebab dengan adanya sosialisasi dan keterbukaan informasi, masyarakat akan menjadi lebih cerdas dan waspada terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Mereka pun tidak akan panik dan gagap ketika harus berhadapan dengan virus tersebut secara langsung. Pilah memilah penyebaran informasi yang dilakukan seorang pemimpin sungguh telah diajarkan Islam jauh-jauh hari melalui teladan kepemimpinan Rasulullah Saw. Rasul pernah menyembunyikan tujuan penaklukan dari para sahabat pada masa ‘Fathul Makkah’ atau penaklukan kota Makkah. Adapun hal yang berbeda beliau tunjukkan ketika Rasulullah memutuskan pengiriman pasukan Islam untuk berperang melawan Romawi pada Perang Tabuk, beliau tidak menutup-nutupi informasi yang ada, bahkan beliau berusaha untuk menggalang sumbangsih dan persatuan umat dalam usaha mengokohkan tauhid lewat futuhat melawan kaum Romawi kala itu. Sungguh Islam telah menetapkan aturan kepemimpinan terkait dengan strategi informasi, sebagaimana yang disampaikan dalam QS. An-Nisa : 83, yang artinya “Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”
.
Indonesia tidak butuh pemimpin penghibur yang dapat mengurangi kesedihan dan membuat orang-orang sekitarnya bahagia, namun bersifat melalaikan. Indonesia pun tak butuh figur pengusaha untuk memimpin, sebab tak akan ada istilah untung rugi dalam urusan kepemimpinan. Sungguh, Indonesia hanya butuh pemimpin yang sadar dan taat. Sadar akan hakikat mereka sebagai makhluk, sadar akan eksistensi Sang-Pencipta dan juga sadar bahwa ada aturan yang wajib mereka jalankan sebagai bukti ketaatan mereka. Sungguh, tak ada solusi terbaik dari semua karut marut urusan ini melainkan dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah.
.
“… Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid). Wallahu A’lam Bis Shawwab

TRI SILVIA

error: Jangan copy kerjamu bos