Example floating
Example floating
Opini

Napi Koruptor bebas ? Kebijakan Tak Pas

1374
×

Napi Koruptor bebas ? Kebijakan Tak Pas

Sebarkan artikel ini

Oleh : Risnawati (Pengiat Opini Media Kolaka)

Indonesia bebas korupsi nampaknya hanya tinggal mimpi. Ibarat virus corona, korupsi di Indonesia ibarat sebuah wabah penyakit yang telah menyebar luas ke seantero negeri. Ibarat virus Corona, korupsi di Indonesia ibarat sebuah wabah penyakit yang telah menyebar luas ke seantero negeri. Nyatanya, belum selesai wabah corona melanda negeri, sudah disusul pula kebijakan Menkumham soal napi koruptor akan segera di bebaskan karena alasan penyebaran virus corona.

Dilansir dalam Jakarta (voa-islam.com) — Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Sapu Jagad menyikapi rencana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengambil momentum pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia untuk membebaskan nara pidana korupsi.

Menurut DPN Sapu Jagad, rencana tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat Indonesia dan reformasi. DPN Sapu Jagad mendukung KPK menerapkan ancaman hukuman mati bagi koruptor anggaran Penanganan Corona. 

Hal tersebut disampaikan Agus Yusuf, Ketua Umum DPN Sapu Jagad kepada awak media.  “Pemberantasan korupsi amanat reformasi dan amanat rakyat Indonesia, apabila narapidana Korupsi dibebaskan oleh Menkumham Yosanna Laoly dengan alasan pandemi corona, maka itu adalah bentuk penghianatan,” tegas Agus Yusuf, di Kantor Sekretariat DPN Sapu Jagad Jl. Gunung Sahari III Jakarta Pusat, Senin, (6/4/2020).

Agus Yusuf juga menjelaskan, lahirnya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN merupakan amanat reformasi 1998 yang kemudian sebagai Amanat Rakyat Indonesia, ditetapkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan Tap MPR No. VIII/MPR/2001 Rekomendasi Arah Kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, Hingga akhirnya lahirlah UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kemudian, Agus mengatakan jangan sampai terjadi penyimpangan Korupsi dalam Pelaksanaan Perppu No 1 tahun 2020 atau Perpu Penanganan Pandemi Corona.

“Banyak sekali kemungkinan yang membahayakan dalam realisasinya, tentang kewenangan tambahan Bank Indonesia dan penyelamatan lembaga keuangan, serta Kebal Hukum dalam pelaksanaan Kebijakan, lalu untuk siapa Perppu Corona ini, untuk Pengusaha atau untuk Rakyat Indonesia?” kata Ketua Umum DPN SAPU JAGAD, Senin, (6/4/2020).

Sistem Demokrasi, Akar Masalah Hakiki

Fenomena maraknya kasus korupsi seakan telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang politik sistem demokrasi hari ini. Korupsi telah menjadi penyakit sebagian besar demokrasi  yang sudah mengakar dari strukturnya.

Korupsi yang ada di Indonesia seperti sebuah penyakit bawaan yang sulit disembuhkan. Pada faktanya, memang banyak pelaku korupsi yang bebas dari jerat hukum. Atau jikapun dihukum, maka hukuman yang diberikan tak cukup untuk membunuh syahwat berkuasa dan syahwat mereka untuk menguasai harta. Sehingga diketahui bahwa berbagai praktik kecurangan ini akhirnya menjadi sebuah budaya. Tak hanya terjadi di level atas, tapi juga sudah memapar ke level bawah. Tak hanya di satu dua lembaga, bahkan nyaris di semua lembaga, termasuk lembaga penegak hukum. Tak hanya melibatkan uang milyaran, bahkan yang hanya uang recehan.

Karena itu, penerapan sistem demokrasi memang tak bisa dinafikan sebagai akar penyebab kasus korupsi dan praktik-praktik kecurangan lainnya. Karena sistem ini tegak di atas asas sekularisme yang menafikan peran agama dalam kehidupan. Khususnya agama Islam yang memiliki keyakinan bahwa setiap sisi kehidupan, termasuk pola pikir dan sikap manusia tak bisa lepas dari aturan Sang Pencipta, bahkan kelak akan dipertanggungjawabkan.

Keyakinan inilah yang tak ada dalam sistem demokrasi. Padahal jika keyakinan ini ada pada setiap individu dan menjadi landasan kehidupan, baik sebagai pribadi, maupun dalam konteks berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara, tentu akan mengarahkan pola sikap dan berpikir mereka agar selaras dengan hukum-hukum syara. Termasuk yang terkait dengan haramnya melakukan kecurangan dalam berbagai urusan mereka.

Di sisi lain, sekularisme yang menjadi landasan demokrasi juga tak bisa lepas dari paham liberalisme, pluralisme dan permisivisme. Paham-paham inilah yang menyebabkan sistem kontrol sosial menjadi mandul. Bahkan berpengaruh pada kebijakan negara yang di-setting untuk mengakomodir semua kepentingan, sehingga hukum-hukum yang berasal dari Islam tak mungkin bisa diterapkan. Bahkan hukum yang ada pun bisa ditafsirkan sesuai kepentingan, termasuk kepentingan melanggengkan kekuasaan dan menutup kecurangan.

Maka, jika demokrasi telah nyata tak mampu menyelesaikan masalah korupsi, mengapa masih dipertahankan?

 Dengan demikian, jika sumber masalahnya telah ditemukan, dicampakkan dan ganti dengan yang baru. Inilah solusi tuntas hingga ke akarnya, bukan sekadar tambal sulam yang berkutat pada bagaimana cara untuk mengatasi kasus korupsi hingga wabah penyakit. Karena itu, wabah korupsi yang terus menjangkiti, hanya bisa diberantas tuntas dengan sistem Islam.

Hanya Islam Solusi Jitu

Allah SWT Berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

Dalam sistem Islam, keimanan justru menjadi landasan utama dalam menjalani kehidupan, baik dalam konteks kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat maupun bernegara. Akidah inilah yang menuntun setiap dari mereka untuk menselaraskan pola pikir dan pola sikapnya agar sesuai dengan kehendak Pemilik Kehidupan. Karena semuanya, kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Di dalam Islam, ketaatan pada aturan Allah memang menjadi syarat sekaligus bukti keimanan. Bahkan penerapan aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan inilah yang dijamin akan mewujudkan kehidupan yang penuh berkah, serba bersih dan jauh dari segala bentuk kerusakan.

Sistem politik yang lahir dari aturan Islam, menjadikan negara berfungsi sebagai pengurus urusan umat dan penjaga mereka dari segala bentuk kerusakan dan kezaliman. Sistem ekonominya juga menjamin kesejahteraan dan membuka kesempatan setiap orang meraih level hidup yang lebih tinggi dengan cara-cara yang halal. Termasuk melahirkan sistem penggajian yang memadai dan akad-akad yang memanusiakan.

Sistem sosial dan budaya dalam Islam juga kental dengan suasana amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga segala bentuk penyimpangan bisa tercegah dari awal. Termasuk mampu menciptakan sistem birokrasi yang transparan sekaligus akuntabilitas pemerintahan yang selalu terjaga. Dan semua ini, diperkuat dengan penerapan sistem sanksi yang berdimensi keakhiratan. Selain sanksi berat yang berdampak penjeraan, juga diyakini bisa menghapus dosa di hari Pengadilan.

Semua prinsip sistem Islam ini, tak mungkin mampu diwujudkan dalam sistem demokrasi yang serba material dan profan. Bahkan tak mungkin keduanya ditempelkan dengan dalih menyesuaikan. Sistem demokrasi dan Islam, bagaikan minyak dan air yang tidak bisa disatukan. Keduanya lahir dari asas yang saling bertentangan bahkan saling menegasikan. Yang satu kebenaran, yang lain kekufuran.

Itulah mengapa selama demokrasi terus melangeng, maka yakin, kasus korupsi dan penyimpangan lain tak mungkin bisa dieliminasi apalagi dihapuskan. Mengharapkan itu terjadi, adalah seperti pungguk merindukan bulan. Semua kerusakan ini hanya mungkin hilang justru jika Islam ditegakkan. Yakni saat islam diterapkan secara menyeluruh yang penuh berkah diterapkan dalam naungan institusi Khilafah Islamiyyah sebagai wujud keimanan.

Khilafah dalam memberantas korupsi, telah memiliki perangkat yang tidak ditemukan dalam sistem demokrasi. Pertama, ketakwaan individu. Bahwa satu-satunya motivasi seseorang menduduki kursi jabatan adalah ketakwaanya kepada Allah. Bukan harta yang mereka incar, tetapi pahala. Mereka hanya takut kepada Allah SWT. Jika ada rakyatnya yang terzalimi, maka dia akan menjadi orang yang paling dibenci Allah SWT. Oleh karena itu, jika kita menginginkan permasalahan korupsi selesai di negeri ini, maka satu-satunya negeri ini wajib menerapkan sistem Khilafah.

Karena sesungguhnya, korupsi adalah tabiat yang dilahirkan dari sistem tata kelola negara ini, yaitu demokrasi. Sistem yang meniscayakan adanya politik transaksional. Sistem yang tak sama sekali melibatkan Allah Swt dalam setiap pengaturannya. Sebaliknya, sistem politik Khilafah dengan seperangkat aturannya yang terbukti kuat dan stabil. Apalagi aturannya lahir dari sang pembuat kehidupan, pasti akan mampu menghilangkan budaya korupsi hingga bebas dari wabah penyakit ini selamanya. Wallahu a’lam.

error: Jangan copy kerjamu bos