Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Dilema Pedagang Pasar Dikala Pandemi

3596
×

Dilema Pedagang Pasar Dikala Pandemi

Sebarkan artikel ini
Ani Hayati

Kebutuhan ekonomi merupakan hal yang urgent, begitupun bagi para pedagang di pasar, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka harus menggelar kembali dagangannya walaupun di tengah pandemi ini, karena tidak ada yang menjamin kebutuhan mereka, jadi mau tidak mau pedagang harus bergelut dengan pandemi corona, inilah yang menjadi dilema bagi para pedagang. Menurut data, pasar memang tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi cluster sangat tinggi. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) mencatat sebanyak 529 pedagang positif corona (Covid-19) di Indonesia. Kemudian, diantara ratusan pedagang yang positif corona tersebut sebanyak 29 lainnya meninggal dunia.

Ketua Bidang Keanggotaan DPP IKAPP, Dimas Hermadiyansyah mengatakan, saat ini terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. “Kami DPP IKAPPI mencatat data kasus Covid-19 di pasar seluruh Indonesia adalah 529 ditambah laporan terbaru yang kami terima dari Sumatera Selatan ada 19 temuan baru kasus Covid di Pasar Kebun Semai Sekip Palembang. Jadi total kami mencatat perhari ini Positif Covid-19 di pasar sebanyak 529 orang dan yang meninggal sebanyak 29 orang,” ujar Dimas dalam keterangannya (nasional.okezone.com, 12/6/2020).
Tidak dipungkiri, pasar menjadi nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai pasok yang vital. Oleh sebab itu, pembukaan kembali pasar harus diprioritaskan, akan tetapi pengawasan dan penegakkan protokol kesehatan di wilayah ini harus dilakukan ketat, salah satunya harus sering dilakukan rapid test terhadap semua awak pasar. Juga disediakan fasilitas pertolongan pertama darurat Covid. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra mengingatkan bahwa penanganan pasar berbeda dengan tempat lainnya dalam mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Hermawan mengatakan, pasar mempunyai karakter yang berbeda dalam memastikan penerapan protokol kesehatan. Pasalnya, aktivitas di pasar tidak hanya dari manusia ke manusia melainkan melibatkan barang dan uang.
“Pendekatan penanganan pasar beda dengan pendekatan penanganan sekolah, perkantoran, dan juga kawasan industri. Pasar itu ada karakter yang berbeda. Pertama itu ada penjual dan pembeli. Jadi ada orang, juga ada barang, dan ada uang,” ujar Hermawan kepada Okezone, Minggu (14/6/2020). Hermawan juga mengingatkan Dinas Kesehatan untuk melakukan pendekatan yang berbeda kepada para pedagang dan pembeli dalam memastikan pencegahan Covid-19.

Ini menegaskan bahwa pemerintah tak cukup menyediakan sarana tes dan himbauan agar patuh, tapi juga butuh pendekatan agar sadar protokol kesehatan, bahkan pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan, sehingga rakyat tidak memaksakan untuk berjualan yang berisiko besar terhadap sebaran virus. Serta harus ada sanksi tegas yang dijalankan oleh aparat setelah dijalankan edukasi yang memadai.
Namun persoalannya tak semudah itu, sistem aturan negeri ini yang menerapkan sistem kapitalis demokrasi sekuler telah menjadikan mental para elit petinggi negeri sangat jauh dari pengurusan kepada rakyat. Kebijakan semakin menambah carut-marut persoalan bangsa ini mengatasi wabah pandemi. Alih-alih wabah berakhir, yang ada malah sebaran covid-19 semakin meluas dengan korban bertambah banyak.
Dalam sejarah kepemimpinan Islam, Rasulullah Saw sangat memperhatikan transaksi yang terjadi di pasar. Juga pada masa kekhilafahan Islam pernah dicontohkan khalifah yang sangat peduli pada pasar dialah Umar bin Khaththab Ra. Beliau juga pemimpin yang sangat memperhatikan pasar, bahkan beliau melakukan pengawasan ketat terhadap orang-orang yang melakukan transaksi jual-beli di pasar. Khalifah Umar sangat ketat dalam melakukan pengawasan di pasar.

Beliau mengerahkan beberapa petugas untuk mengawasi pasar agar tidak terjadi transaksi yang melanggar syariah. Dan yang mesti dicontoh di sini adalah keteladanan kepemimpinan dalam Islam. Pemimpin yang benar-benar mengayomi rakyat, turun dan terjun langsung ke lapangan. Apalagi dalam kondisi wabah pandemi, telah tercatat dalam sejarah peradaban bagaimana para pemimpin Islam menangani dan menyelesaikan kasus wabah pandemi. Mereka hadir ke tengah-tengah umat, memenuhi kebutuhan umat, hingga tiada lagi umatnya yang dilema untuk mencari nafkah diluar rumah yang masih belum aman dari wabah.

Sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, sudah sepatutnya kita mencontoh dan mengambil solusi Islam dalam mengatasi masalah wabah pandemi ini. Karena aturan Islam terbukti mampu mengurusi rakyat dengan amanah, bertanggungjawab dalam menghadapi wabah. Kebijakannya pun pro rakyat dalam mengakhiri wabah, baik pengaturan di pasar maupun di masyarakat secara umum. Wallahu a’lam bish shawab.

Oleh : Ani Hayati (Pemerhati Urusan Umat)

error: Jangan copy kerjamu bos