Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Kisruh Soal UKT, Negara Malah Abai

1390
×

Kisruh Soal UKT, Negara Malah Abai

Sebarkan artikel ini
Fitriana

Angin segar mungkin bisa dirasakan oleh mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO). Sebab, Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Prof. Muhammad Zamrun F, telah mengeluarkan 4 kebijakan melalui  peraturan Nomor 1 Tahun 2020, pada Selasa (23/6). Peraturan ini memuat tentang tata cara pemberian keringanan atau penetapan ulang pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT).
Melalui aturan ini, keringanan diperuntukan bagi mahasiswa program pendidikan vokasi dan program sarjana di lingkungan UHO.

Prof. Zamrun mengatakan, ada empat keringanan  UKT yang diambil UHO, baik berupa pembebasan sementara UKT, pengurangan UKT, perubahan kelompok UKT, dan pembayaran UKT secara mengangsur. Dilakukan sebelum berakhirnya pembayaran UKT. “Semua mahasiswa wajib melaporkan perubahan data pokok perekonomian terbarunya, sebagai acuan UHO pemberian kebijakan keringanan UKT,” jelasnya. (beritakotakendar.com,26/6/2020).

Adapun mahasiswa yang tidak bisa memperlihatkan perubahan tersebut, tegas dia, maka pembayaran UKT-nya masih tetap di besaran awal.

Pendidikan di Negara Kapitalis
Kebijakan mengenai UKT yang dikeluarkan berbagai perguruan tinggi, sesungguhnya bukan solusi penderitaan mahasiswa dan orang tuanya. Perkara pokok yang dituntut adalah pembebasan UKT untuk semua kalangan. Bukan sekadar boleh dicicil dan relaksasi pembayaran atau diringankan untuk kalangan tertentu disertai aturan administrasi yang rumit.

Ribut soal UKT telah berlangsung beberapa waktu. Uang Kuliah Tunggal (UKT) sendiri adalah sistem pembiayaan kuliah untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri selama satu masa studi, yaitu 4 tahun. Biaya ini selanjutnya dikalkulasikan dan dibagi rata bebannya per semester. Seharusnya, dengan UKT tidak akan ada lagi pembayaran lain. Sehingga, harapannya UKT ini menjadi solusi bagi mahasiswa dalam menempuh pendidikan tinggi.

Namun dalam perjalanannya, UKT menuai masalah. Setiap periode, nominal UKT dirasa semakin mahal. Selain itu, pada beberapa kasus, UKT bisa mengalami perubahan saat pembayaran hendak dilakukan. Ini terutama dirasakan oleh Mahasiswa Baru (Maba). Seperti yang terjadi di UNJ , misalnya. (didaktikaunj.com,1/7/2020).

Di sisi lain, masalah yang menyelimuti dunia pendidikan di Indonesia bukan hanya soal UKT. Isu lain misalnya kualitas yang rendah, biaya yang tinggi, manajeman yang amburadul, salah kaprah dan lainnya.
Memang dari segi kuantitas, dunia pendidikan Indonesia menunjukkan peningkatan-peningkatan. Namun, kuantitas yang memadai tersebut terkesan tidak diiringi dengan perbaikan kualitas. Atas dasar itulah, ada benarnya pengumuman lembaga dunia United Nation Deveplopment Program (UNDP) bahwa Human Development Index (HDI) masyarakat Indonesia berada pada urutan ke-112 di bawah Vietnam.

Beginilah ironi hidup di sistem kapitalis yang berlandaskan materi. Sudah bukan hal yang tabu lagi bahwa pendidkan pun di ukur dengan materi. Pendidikan yang sejatinya hak rakyat, namun karena besarnya biaya UKT, tak jarang hanya segilintir orang saja yang merasakan manisnya pendidikan formal.

Bahkan di tengah pandemi yang melanda negeri ini, materi masih saja menjadi pangkal permasalah. Padahal, perekonomian sedang merosot diberbagai kalangan, PHK meningkat dan juga tutupnya usaha para orang tua mahasiswa. Namun biaya UKT tetap saja dibebankan kepada mahasiswa dengan nilai yang tetap melejit. Walaupun ada keringanan UKT dan pencicilan UKT, namun itu bukanlah solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.
Islam Memandang Pendidikan
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi perguruan tinggi, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan  sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan.
Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.

Negara juga memberikan jaminan pendidikan secara gratis untuk semua kalangan dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara  untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Hal ini bisa terjadi karena seluruh sumber daya alam betul-betul dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber daya alam yang merupakan salah satu sumber penghasilan negara tidak diserahkan kepada asing pengelolaanya. Sebab, jika dikelola oleh asing maka dapat dipastikan bahwa negara akan sangat sedikit memperoleh manfaat dari Sumber Daya Alam (SDA) tersebut. Jika terjadi hal ini, maka pendidikan gratis akan sulit untuk terwujud.

Dengan gratisnya biaya pendidikan, para pendidik janganlah risau dan khawatir mengenai hal demikian. Sebab Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal dengan jumlah tertentu.

Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas pendidikan disediakan seperti perpustakaan beserta isinya.

Jika tenaga kependidikan dapat merasakan kehidupan yang baik dan layak, proses belajar mengajarpun akan berlangsung baik. Tenaga pendidik tak perlu disibukkan dan dibuat gelisah dengan biaya hidup yang selangit. Mereka dapat mengajar dengan tenang dan membimbing para pelajar dengan hati yang lapang.
Demikianlah Islam mengatur kehidupan manusia dengan sempurna. Tanpa cela. Karena itu, tidak salah jika saat ini kita kembali untuk menjadikan Islam sebagai sistem hidup bagi manusia, termasuk dalam menjalankan sistem pendidikan.Wallahu A’lam.

Oleh : Fitriana
(Mahasiswa USN Kolaka)

error: Jangan copy kerjamu bos