Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Kasus Covid Meningkat, Kebijakan Pelonggaran Wajib Dikoreksi

771
×

Kasus Covid Meningkat, Kebijakan Pelonggaran Wajib Dikoreksi

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI

Enam bulan sudah covid-19 berada di Indonesia. Penampakan akan hilangnya pandemi ini pun belum jelas akhirnya. Justru tiap harinya kita disuguhi dengan meningkatkan kasus baru dalam covid -19 ini.

Juru Bicara Pemerintah Achmad Yurianto kembali menyampaikan informasi terbaru mengenai jumlah kasus dan data pasien Covid-19.

Menurut Yurianto, penularan masih terjadi di masyarakat, yang menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah.
Pernyataan ini disampaikan Yurianto dalam konferensi pers dari Graha BNPB di Jakarta pada Senin (13/7/2020) sore.
Berdasarkan data pemerintah hingga Senin pukul 12.00 WIB, diketahui ada 1.282 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Penambahan itu menyebabkan kini secara akumulasi ada 76.981 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama yang diumumkan pada 2 Maret 2020.
“Kami dapatkan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 1.282 orang, sehingga totalnya menjadi 76.981 orang,” ujar Yurianto.

Sebanyak 1.282 kasus baru itu didapatkan dari pemeriksaan terhadap 13.100 spesimen terhadap 9.062 orang yang diambil sampelnya. Ini berarti satu orang bisa diambil sampelnya lebih dari sekali.
Pemeriksaan spesimen kali ini terbilang lebih sedikit dari biasanya, yang sudah mencapai di atas 20.000 spesimen.
Adapun, total yang sudah diperiksa ada 1.074.467 spesimen terhadap 630.149 orang yang diperiksa.

Secara persebaran, DKI Jakarta dan Jawa Timur kembali mencatat jumlah penambahan harian tinggi.

Pandemi Covid19 belum menunjukkan tanda-tanda yang menenangkan hati. Kasus di Indonesia pertanggal 9 Juli 2020 Jumlah pasien positif mencapai 68.079, sembuh 31.585 dan meninggal 3.359 (covid19.go.id). K.ondisi ini sangat memprihatinkan, dengan bertambah jumlah pasien positif yang semakin meningkat. Apa yang sebenarnya salah dari semua ini? Apakah masyarakat yang sudah tak perduli atau pemerintah yang abai antisipasi?

Dilansir dari Tribunnewsmaker.com edisi 8 Juli 2020 penambahan kasus harian tertinggi covid19 kembali terjadi di Indonesia. Kesimpulan itu diambil berdasarkan data yang diumumkan pada Rabu, 8/7/2020. Tercatat penambahan 1.853 positif. Angka tersebut merupakan jumlah kasus tertinggi sejak kasus pertama covid19.

Bertambahnya jumlah kasus positif saat ini, berbarengan dengan kebijakan pemerintah yang semakin melonggarkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan sudah semakin terbuka tempat-tempat umum. Seperti pusat perbelanjaan, transportasi , tempat wisata, serta tempat-tempat lainnya.

Saat ini terkait protokol kesehatan memang sudah digencarkan oleh pemerintah di masa pelonggaran ini. Iklan-iklan marak menayangkan apa yang harus dilakukan jika hendak ke mall atau tempat lain, baik itu menggunakan masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan. Namun jika kita melihat angka yang saat ini terus bertambah, bukan sesuatu yang mustahil jika justru akan lebih tak terkendali penyebaran virus ini.

Alih-alih ingin memutus rantai penyebaran virus covid19 malah penambahan jumlah positif semakin banyak. Padahal dana yang dipergunakan oleh pemerintah untuk penanganan wabah ini cukup besar, anggaran belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan virus corona atau covid sebesar Rp 405, 1 Triliun (liputan6.com, Jakarta 31/03/2020) .

Belum lagi dengan jika kita menghitung sudah berapa ribu orang yang akhirnya harus kehilangan nyawa akibat pandemi ini. Yang lebih menyedihkan kala tenaga kesehatan pun ikut berguguran pada saat menangani wabah ini. Tingkat kematian tenaga kesehatan akibat infeksi virus corona disebut-sebut menjadi angka kematian tertinggi diantara negara Asia Tenggara bahkan dunia. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh wakil ketua Umum PB IDI Ikatan Dokter Indonesia, dr Adib Khumaidi, seperti dilansir ABC. (Gridhealth.id 26/6/2020)

Jika pemerintah akan tetap bersikeras semakin melonggarkan PSBB dari segala aspek. Bukan tidak mungkin pengorbanan yang telah dikeluarkan seolah akan sia-sia. Seharusnya ini yang dijadikan bahan pertimbangan karena memang penyebaran virus hanya dengan lockdown total. Pertanyaannya, akankah pemerintah mampu dan berani untuk melakukan ini, karena ketika itu ditetapkan akan ada konsekwensi untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang justru saat ini menjadi dasar ketidakberanian pemerintah.

Pada masa kejayaan Islam, masa pandemi ini pernah terjadi dimasa kepemimpinan Umar Bin Khottob. Saat itu yang dilakukan beliau adalah dengan melakukan lockdown total dengan mengunci area wabah. Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar saat itu sebagaimana hadist Rosulullah “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid). Atas hal ini, sejak diketahui awal penyebarannya, diperlukan pengisolasian wilayah yang tekena wabah.

Terhadap yang sakit dilakukan dengan mengisolasi. Karena Rosul pernah bersabda seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhori: “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari). “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR. Abu Hurairah).

Bagi yang sudah terkena maka dilakukan pengobatan sampai sembuh sebagaimana yang telah diajarkan oleh suri tauladan kita Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dan Thabrani)

Dengan prinsip-prinsip tersebut, negara memiliki peran sentral. Negara akan menutup rapat jalannya impor, penularan lokal cepat teratasi, dan yang sakit segera sembuh. Dalam Islam, negara menjalankan pelayanannya, menjamin pengobatan hingga sembuh dengan gratis, dan memaksimalkan sarana dan prasarana rumah sakit, berikut APD yang dibutuhkan. Para ahli klinis, virologi, dan epidemiologi membantu dari sisi sains. Dengan menetapkan titik area wabah, pengujian cepat dan akurat, lama waktu isolasi, serta jejak kontak dan pengobatan.

Terlihat jelas betapa seluruh kebijakan dalam Islam sangat memperhatikan rakyatnya. Nyawa rakyatnya lebih berharga dibanding dengan mengedepankan sisi ekonomi saja. Segala aspek diperhatikan hingga tidak menghasilkan kebijakan setengah hati. Sungguh hanya dengan Islam lah solusi itu didapati. Hingga keberkahan datang sanpai keseluruh alam. Permasalahan apapun itu ada solusi yang sangat solutif dalam Islam.
Wallahu a’lam.

Oleh : Ade Irma