Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Tunjangan Guru Dipangkas Untuk Atasi Pandemi, Pantaskah?

853
×

Tunjangan Guru Dipangkas Untuk Atasi Pandemi, Pantaskah?

Sebarkan artikel ini
Tyas Ummu Amira

Akhir – akhir ini para guru harus menelan pil pahit dari keputusan Mendikbud, sebab tunjangan profesinya harus di sunat dengan dalih untuk mengatasi pandemi wabah corona. Seakan membuat para tenaga pendidik bangsa ini kecewa sehingga menuai protes akan keputusan tersebut.

Dilansil dari laman media Indonesia
IKATAN Guru Indonesia (IGI) memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.

Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus korona,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia, Senin (20/4).

Dari fakta diatas jika kita tinjau lebih dalam, seakan pemerintah klimpungan atas guncangan pandemi covid 19 yang terjadi saat ini. Sampai – sampai harus memangkas tunjangan profesi para tenaga pengajar, dan dana BOS. Sejatinya realokasi anggaran untuk wabah sebaiknya bisa diambil dari dana anggaran infruktur, anggaran pembangunan ibu kota baru, dan anggaran dana untuk UN tahun ini yang notabene ditiadakan.

Lantas apa yang ada dibenak pemerintah saat ini hingga harus memangkas tunjangan guru, dimana mereka juga memiliki keluarga dan mengeluarkan biaya tambahan untuk bisa tetap mengajar di masa pandemi saat ini. Dimana mereka harus berjuang untuk mngujungi peserta didiknya yang terkendala teknis jaringan internet dan harus berbagi ruang belajar dirumahnya untuk murid yang membutuhkan bimbingan khusus.

Seakan beban berat guru semakin bertambah, akan tetapi gaji tunjangan harus dipotong dimanakah hati para penguasa di negeri ini?.
Padahal guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang akan mendidik putra putri bangsa, pantaskah penghargaanya harus dipangkas?.

Semua itu terjadi sebab ada yang mendasarinya, tidak lain dan tidak bukan adalah sistem yang bukan dari aturan pencipta. Ya, benar sistem rusak berlandaskan materi dan kebebasan, dimana sistem ini sudah merusak sendi – sendi kehidupan. Sistem kapitalis yang sudah menghinakan derajat para kaum pendidik bangsa, dimana hak – haknya semakin diamputasi sehingga wajar saja kalau output yang lahir adalah generasi milinieal liberal. Dimana dalam proses belajar mengajar jerih payahnya tidak dihargai, dan harus banting setir menekuni bidang profesi lain untuk menyambung hidup dimasa pandemi.

Inilah wajah kelam dan benggis kehidupan sistem kapitalis, dimana kepetingan segolongan elit lebih utama daripada rakyatnya khususnya para pahlawan banga pendidik generasi. Seharusnya pemerintah harus bijak dan adil dalam membagi anggaran biaya negara, dimana seperti kepentingan – kepentingan yang tidak urgent bisa ditunda. Sehingga pos- pos anggaran negara tetap bisa diatasi selama pandemi dan tidak memangkas gaji profesi guru.

Islam mengatur prioritas anggaran dunia pendidikan

Dalam sistem Islam, pendidikan adalah hal yang wajib bagi muslim laki – laki dan perempuan. Dimana tidak bisa diwakilkan, dan negara hadir dalam berlangsungnya proses menuntut ilmu. Baik fasilitas murid serta tenaga didik dijamin lengkap dan memadai, kemudian diberikan secara gratis langsung oleh negara agar tercipta kondisi proses belajar tanpa adanya hambatan apapun

Dilain sisi sistem Islam juga memperioritas gaji para tenaga didik meskipun negara dalam kondisi anggaran tidak stabil seperti halnya masa pandemi. Sehingga tidak asal memangkas anggaran pendidikan, yang dimana itu adalah tanggung jawab negara.

Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara (Baitul Mal). Dalam sejarah, pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sumber pembiayaan untuk kemaslahatan umum (termasuk pendidikan), berasal dari jizyah, kharaj, dan usyur (Muhammad, 2002).

Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu : (1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus(seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS 9 : 60). (Zallum, 1983; An-Nabhani, 1990).

Dengan diaturnya pembiayaan anggaran pendidikan dalam sistem Islam, maka tertata rapi pos – pos dimana sumber dana untuk alokasi pendidikan terjamin aman. Sehingga tidak memangkas anggaran yang lain, dan akan tercipta situasi yang kondusif dalam berbagai sektor. Dengan demikian hanya sistem Islamlah kemulian umat akan diangkat. Waallahu’alam bishowab.

Tyas Ummu Amira / MAS’UD