Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Berita UtamaJakartaOpiniTegas.co Nusantara

Dibalik Narasi Basi Sertifikasi

1052
×

Dibalik Narasi Basi Sertifikasi

Sebarkan artikel ini
Polemik program penceramah bersetifikat oleh kemenag

TEGAS.CO., TANGGERANG – Wacana Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Program Penceramah Bersertifikat, mulai akhir September 2020 ini, menuai polemik dan penolakan dari berbagai kalangan. Waketum MUI, KH Muhyiddin Junaidi, menyampaikan bahwa MUI menolak tegas rencana Kemenag tentang sertifikasi para penceramah ini (Republika, 7/9/2020). Masih menurut beliau, rencana ini berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan (CNN Indonesia, 9/9/2020). KH Muhyidin memandang kebijakan ini kontraproduktif. Beliau khawatir, kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan Pemerintah guna meredam ulama yang tidak sejalan. Program ini berpeluang menimbulkan keterbelahan di tengah masyarakat. Bisa berujung konflik. Bisa memicu stigmatisasi negatif kepada penceramah yang tak bersertifikat.

Ketua Badan Anggaran DPR RI, M.H. Said Abdullah berpendapat, program penceramah bersertifikat bukan jalan tepat dari pemerintah, malah merendahkan para ulama. “Menjadi pemuka agama adalah panggilan hidup, panggilan j”, ujarnya (investor.id, 9/9/2020).

Namun, sekalipun menuai penolakan dari berbagai kalangan, Menag tetap akan melanjutkan kebijakan ini. “Ada gesekan tidak setuju, tidak masalah. Kami lanjut dengan tahap awal mencetak 8.200 orang”, ujar Fachrul saat Webinar Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN), Rabu, 2/9/2020. Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) islam, Kamaruddin Amin, menjelaskan bahwa target 8.200 penceramah ini, terdiri dari 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah pusat. Menag Fachrul Razi menyatakan Program Penceramah Bersertifikat dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme (Cnnindonesia.com, 3/9/2020).

Dalam program ini, Kemenag akan melibatkan MUI, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Badan Pembinaan ideologi Pancasila (BPIP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan ormas lain. Dengan melihat instansi-instansi yang dilibatkan, kecuali MUI, aroma sensor dan pembatasan para penceramah jelas terlihat. Program ini banyak yang menilai merupakan bentuk fobia terhadap penceramah kritis dan dinilai “radikal”. “Radikal” dalam arti jika pemikirannya berbeda dengan alam pikiran pemerintah yang berkuasa, yang “tidak ramah” dengan Islam dan para pengemban dakwahnya. Program ini dipastikan akan menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, dan menjadi cara efektif membatasi ruang pikiran para penceramah dan menjadi tekanan kepada mereka agar selaras dengan keinginan penguasa.

Rencana sertifikasi penceramah, tidak ada urgensinya sama sekali. Bahkan lebih banyak bahayanya. Sementara menyampaikan kebenaran Islam, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar adalah kewajiban setiap muslim. Kewajiban dakwah tidak ada urusannya dengan sertifikasi dari penguasa, melainkan tetap wajib diemban setiap muslim yang bertakwa secara amanah. Allah SWT berfirman, yang artinya :

“Karena itu berdakwahlah dan beristikamahlah sebagaimana diperintahkan kepada kamu, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka” (QS.asy-syura : 15).

Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan bahwa dakwah (nasihat) merupakan inti dari agama Islam. Beliau bersabda:

“Inti agama (Islam) ini adalah nasihat” (HR At-Tirmidzi).

Oleh karena itu, para pengemban dakwah, para penceramah, tidak perlu sertifikat dari penguasa. Apalagi jika program penceramah bersertifikat ini malah mengaburkan esensi dakwah Islam dan menghalangi amar makmur nahi mungkar, termasuk kepada penguasa. Padahal amar makruf nahi mungkar kepada penguasa adalah amar makruf yang paling agung, dan derajatnya sama dengan penghulu syuhada. Sebagaimana Hadits dari Jabir ra, Rasulullaah SAW bersabda:

“Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Mutholib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa dzalim lalu ia menyuruhnya (pada yang makruf) dan melarangnya (dari yang mungkar), lalu pemimpin itu membunuhnya”.

Dengan demikian, rencana sertifikasi penceramah ini wajib ditolak, dengan beberapa pertimbangan:

Rencana ini akan mereduksi dan memandulkan fungsi utama penceramah, yaitu aktifitas menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.

Semakin menguatkan intervensi penguasa yang memang membenci Islam dan para pengemban dakwahnya, dengan menyeleksi konten materi penceramah untuk menutupi hakikat Islam sesungguhnya.

Melanggengkan kekuasaan rezim anti-Islam. Dengan sertifikasi, maka penceramah dan konten ceramah yang ada di tengah umat hanya yang pro rezim dan anti kritik terhadap rezim.

Dengan demikian, rencana sertifikasi penceramah, tiada lain adalah menjauhkan aktifitas amar makruf nahi mungkar dari kehidupan kaum muslimin. .Padahal dijauhkannya aktifitas amar makruf nahi mungkar akan menimbulkan malapetaka dan bencana dalam kehidupan kaum muslimin. Sebagaimana Rasulullaah SAW bersabda:

“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian harus melakukan amar makruf nahi mungkar atau (jika tidak) Allah akan menimpakan azab-Nya atas kalian. Lalu kalian berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian”. (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Hadits ini hanya memberikan dua pilihan : memilih dakwah (amar makruf nahi mungkar) atau memilih adzab dan doa yang tidak dikabulkan. Tidak ada pilihan ketiga. Artinya, jika meninggalkan dakwah (amar ma’ruf nahi mungkar) maka akan mendapatkan adzab dan doanya tidak dikabulkan. Dan dalam Hadits lain, jika amar makruf nahi mungkar ditinggalkan, akan muncul para penguasa jahat dan tidak menyayangi kaum muslim (HR Al Bazzar dan Thabrani).

Rencana sertifikasi penceramah, sejatinya bukan hanya telah meninggalkan amar makruf nahi mungkar, tetapi bahkan menghalangi orang dari melakukan aktifitas mulia tersebut. Allah SWT mengancam para penghalang dakwah dengan adzab yang pedih:

“Ingatlah, kutukan Alah (ditimpakan) atas orang-orang dzalim, (yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Mereka itulah orang-orang yang tidak meyakini adanya Hari Akhirat. Mereka itu tidak mampu menghalang-halangi Allah (mengazab mereka) di bumi ini. Sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah SWT. Siksaan itu dilipatgandakan atas mereka” (QS Hud :18-20).
Wallaahua’lam bishshowab.
Tangerang, 23 September 2020

Penulis: Ati Solihati, S.TP (Aktivis Muslimah, Anggota pelita Revowriter)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos