Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Konawe UtaraOpiniSultraTegas.co Nusantara

Kesetaraan Upah Representasi Citra Kapitalis

1260
×

Kesetaraan Upah Representasi Citra Kapitalis

Sebarkan artikel ini
Kesetaraan Upah Representasi Citra Kapitalis
Citrawan Fitri, S. Mat., M. Pd. (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Berbicara mengenai kesetaraan gender, maka tentu berbicara tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Di mana, saat ini tak dapat dimungkiri bahwa dalam berbagai lini kehidupan perempuan menempati posisi di bawah posisi laki-laki, seperti halnya pada pemberian upah dalam dunia kerja.

Berdasarkan data yang dirilis oleh UN Women menunjukkan bahwa perempuan masih dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. (kumparan.com, 19/09/2020).

Di Indonesia data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki. Data yang sama juga menyatakan bahwa perempuan yang sudah memiliki anak, angka selisih gajinya jauh lebih besar dengan laki-laki. DanMenurut Kementerian Keuangan, kurang dari 50 persen perempuan yang berada di angkatan kerja bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen yang menduduki posisi manajerial di mana mereka dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki. (entrepreneur.bisnis.com, 21/09/2020).

Hal tersebut tentu menjadi perhatian bagi sejumlah pihak, tak terkecuali dengan organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang baru saja pada tanggal 18 Desember bersama dengan Indonesia turutberpartisipasi dalam merayakan Hari Kesetaraan Upah Internasional. Perayaan tersebut juga sebagai bentuk komitmen dari PBB untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.

Sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah bahwa “Mempertimbangkan Kesenjangan genderdi pasar kerja kita saat ini, kementerian saya, bersama dengan semua mitra sosial kami dan organisasi internasional, terus mendorong aksi bersama menentang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja. Ini saatnya untuk perempuan dan laki-laki untuk dihargai secara setara berdasarkan bakat, hasil kerja dan kompetensi, dan bukan berdasarkan gender.(kumparan.com, 19/09/2020)

Hal demikian tentu menuai pro dari berbagai kalangan yang telah merasakan kesenjangan gender tersebut. Demikian halnyaOrganisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UN Women, dua badan PBB yang memimpin pendirian Koalisi Internasional untuk Kesetaraan Upah (Equal Pay International Coalition/ EPIC), bersama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD).

Kemudian dipertegas oleh Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia, bahwa Prinsip kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama telah tertuang dalam Konstitusi ILO tahun 1919. Seratus tahun terlalu lama untuk menunggu dan kita semua harus bekerja sama untuk mewujudkan kesetaraan upah untuk pekerjaan bernilai sama menjadi kenyataan. ILO terus mendukung Indonesia mewujudkan kesetaraan upah di negara ini.

Pernyataan pro yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi tentu menjadi angin segar bagi para perempuan.Khususnya bagi perempuan yang saat ini kini terjun langsung dalam duniakerja, tanpa khawatir lagi adanya pemberlakuan kesenjangan upah. Dengan demikian kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan dapat setara.

Namun ketika kita menelisik lebih jauh, tanpa disadari, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak yang mendukung hal tersebut, maka akan membuat para perempuan berlomba dalam mencapai titik tertinggi pada dunia kerja dengan mengesampingkan tugas utama sebagai pengurus rumah tangga.

Selain itu, kita semua mengetahui bahwa negara mempunyai peran penting dalam mengurusi rakyatnya, salah satunya dalamupaya penyejahteraan. Namun dengan adanya dukungan kesetaraan upah, seolah memberi gambaran bahwa pemerintah memberi wadah kepada masyarakat khususnya perempuan untuk bersaing didunia kerja agar mereka perlahan melepas tanggung jawab dalam meriayah rakyatnya karena masyarakatnya telah dapat mengurusi diri mereka sendiri.

Meski demikian, dukungan tersebut tidak secara gamblang dapat diubah, mengingat hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang sistematis di negeri ini. Hal ini juga dipertegas oleh Jamshed Kazi, Perwakilan UN Women Indonesia dan Penghubung untuk ASEAN, yang mengatakan bahwa apabila stakeholder tidak mengatasi ketimpangan sistematis yang menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang memiliki upah dan bernilai rendah, serta kondisi kerja tidak fleksibel yang membatasi kesempatan mereka, maka kita tidak akan dapat menutup kesenjangan upah berdasarkan gender ini. (entrepreneur.bisnis.com, 21/09/2020)

Oleh sebab itu, maka pemerintah mempunyai andil dalam menyelesaikan masalah kesenjangan upah, agar tercipta keadilan dan rasa puas diri terhadap apa yang telah diusahakan atau dikerjakan. Sebagaimana dalam Islam yang menempatkan peran perempuansebagai ibu dan pengatur rumah tangga,tentu kontradiktif dengan kampanye gender yang memobilisasi perempuan meraih penghasilan setara laki-laki. Padahal hukum Islam membolehkan perempuan bekerja dengan syarat dan ketentuan sesuai syariat, sesuai kekhususan peran dan posisinya.

Jadi, jika perempuan bekerja, maka berlaku hukum syariat tentang ijaratul ajir (kontrak kerja) yang secara umum tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Islam telah menjelaskan secara terperinci bagaimana kontrak kerja pengusaha-pekerja melalui hukum-hukum yang menyangkut jenis pekerjaan, waktu, termasuk besaran gaji.

Maka ketika dalam praktiknya, pekerja perempuan memiliki kemampuan yang lebih unggul daripada laki-laki pada pekerjaan yang sama, tak menutup kemungkinan besaran penghasilannya melebihi laki-laki. Jadi tak ada kezaliman dalam hal penghasilan sebagaimana yang biasa terjadi di dunia kapitalis. Sebab dalam Islam segala sesuatu memiliki konsekuensi.

Jadi, masalah penghasilan dalam pandangan syariat Islam, tidak berhubungan dengan kecukupan akan kebutuhan hidup, perbedaan jenis kelamin, hingga jaminan hari tua. Sedangkan di negara kapitalis, negara cuci tangan akan jaminan kesejahteraan warganya. Mereka harus membayar semua layanan demi memenuhi hajat publiknya.

Begitulah potret pemerintah dalam Islam, yang secara paripurna menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dan tidak menciptakan ketidakadilan pada laki-laki dan perempuan.

Wallahu ‘alam Bisshawab

Penulis: Citrawan Fitri, S. Mat., M. Pd. (Pemerhati Sosial)

Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos