Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
HukumOpiniTegas.co Nusantara

UU Ciptaker Sengsarakan Manusia dan Rusak Semesta

638
×

UU Ciptaker Sengsarakan Manusia dan Rusak Semesta

Sebarkan artikel ini
Oktavia Tri Sanggala Dewi, S.S., M.Pd (Aktivis Dakwah Islam, Jambi)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Meski banyak gelombang kecaman dari berbagai elemen masyarakat, Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) akhirnya resmi diketok menjadi Undang-Undang (UU) dalam sidang paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020). Banyak pihak yang menyesalkan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, karena seharusnya pemerintah lebih memusatkan perhatian pada penuntasan masalah kesehatan akibat Covid-19 dan masalah-masalah turunannya, seperti gelombang PHK dan resesi ekonomi. Sikap antusiasme justru terlihat dari para pengusaha (kapitalis) dalam menyambut pengesahan UU ciptaker, karena ada banyak keuntungan yang akan diperoleh korporasi. Juru bicara Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Tina Talisa, mengungkapkan sebanyak 143 perusahaan multinasional berencana relokasi investasi ke Indonesia. (Mediaindonesia.com, 16/08/2020).

UU ini sejatinya berorientasi pada investasi, yang bermakna eksploitasi sumber ekonomi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk kepentingan kaum kapitalis. Tentu yang paling terdampak langsung dari penerapan UU ini adalah kaum buruh. Banyak klausul yang merugikan mereka seperti pesangon tanpa kepastian, perluasan status kontrak dan outsourcing, semakin mudahnya perusahaan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), penghapusan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan upah sektoral (UMSK), serta aturan pengupahan berdasarkan jam kerja, hingga hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun. Selain itu, UU ini justru mempermudah tenaga kerja asing termasuk buruh kasar untuk masuk dan bekerja. Ditambah sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan malah dihapuskan.

Selain menuai kritik dari kalangan buruh, aktivis lingkungan sedari dulu banyak memprotes beleid dalam aturan tersebut yang dinilai mengabaikan lingkungan. Pakar hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Totok Dwi Widiantoro menilai UU Cipta Kerja mengeksploitasi sumber daya negara, baik alam dan manusia. Ini dilihat dari berbagai pasal yang diatur dalam UU yang diharapkan mendongkrak investasi itu. (Cnnindonesia.com, 06/10/2020) Korporasi, kata dia, hanya diwajibkan memastikan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi.

Inilah ironi hidup dalam naungan sistem kapitalisme. Menurut kapitalisme, negara yang “baik” adalah yang membatasi perannya hanya sebagai regulator, dan di saat yang sama menyerahkan pengurusan hajat publik termasuk beban jaminan kesejahteraan buruh kepada swasta, yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Alih-alih menjadi angin segar bagi terwujudnya lapangan kerja serta solusi bagi PHK yang ada, Omnibus Law dan sistem kapitalisme ini sendiri tidak akan menyelesaikan masalah terkait ketenagakerjaan yang ada. Oleh karena itu, agar persoalan ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan tuntas, persoalan pemenuhan kebutuhan masyarakat harusnya juga menjadi fokus perhatian dengan mencari solusi yang fundamental dan efektif.

Islam adalah sebuah ideologi (mabda’) yang keberadaannya Allah turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan dan mengatasi berbagai persoalan hidup manusia. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, Islam mewajibkan negara menjalankan ekonomi negaranya dengan sistem politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam diterapkan oleh khilafah melalui berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai kemampuan yang dimiliki. Khilafah akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengolahnya melalui ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), menciptakan iklim kondusif bagi wirausaha, dan sebagainya, sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja. Demikianlah cara khilafah mengurus masyarakat dengan baik. Sebab, dalam Islam seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengurus rakyatnya sesuai dengan hukum-hukum Allah Swt. Ibn umar ra .berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda :
“…setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari, Muslim). Semoga Allah segera datangkan kemenangan Islam dengan tegaknya khilafah, agar umat Islam dapat merasakan hidup bersama pemimpin yang soleh dan amanah yang menerapkan syariat-Nya secara menyeluruh.

Penulis: Oktavia Tri Sanggala Dewi, S.S., M.Pd (Aktivis Dakwah Islam, Jambi)
Editor: H5P