Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Legalitas RUU Omnibus Law, Perselingkuhan Antara Penguasa dengan Pengusaha

803
×

Legalitas RUU Omnibus Law, Perselingkuhan Antara Penguasa dengan Pengusaha

Sebarkan artikel ini
Mauiza Ridki Al-Mukhtar (Aktivis Dakwah Peduli Umat)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja akhirnya di sahkan atau dilegalkan oleh anggota DPR RI di tengah pandemi virus corona yang kian mengganas. RUU Omnibus Law merupakan Undang-Undang yang sangat kontroversi dan banyak terjadi penolakan dari berbagai lapisan elemen masyarakat karena isinya dianggap sangat merugikan kaum buruh dan rakyat Indonesia.

Rapat paripurna DPR RI yang digelar hari Senin, 5 Oktober 2020 ini di kompleks DPR secara resmi mengesahkan RUU Omnibus Law menjadi UU, sementara itu di depan Kompleks DPR aparat keamanan berjaga-jaga mengatasi demonstrasi elemen buruh dan masyarakat sipil. (waspada.co.id)

Mayoritas dari sembilan fraksi di DPR menyetutujui pengesahan RUU Omnibus Law. Adapun Fraksi yang setuju pada pengesahan RUU Omnibus Law tersebut yaitu: PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Omnibus Law. (waspada.co.id)

Legalitas RUU Omnibus Law telah melukai hati nurani rakyat, anggota DPR merupakan Dewan Perwakilan Rakyat dianggap oleh kebanyakan umat sebagai Dewan Pengkhianat Rakyat, karena telah melegalkan RUU Omnibus Law tersebut. Akibatnya banyak masyarakat di seluruh Indonesia mulai dari mahasiswa, kaum buruh, intelektual, masyarakat sipil hingga pelajar STM melakukan aksi demonstrasi menuntut pemerintah membatalkan UU Omnibus Law tersebut.

Bentrok antara pendemonstran dengan aparat pengaman demonstran tidak dapat dihindari. Banyak para pendemonstran luka-luka ringan hingga luka berat bahkan aparat pengaman demonstran juga mengalami hal yang sama. Para pendemonstran tidak akan menghentikan aksinya jika pemerintah tidak membatalkan tuntutan mereka.

Hingga saat ini belum ada tanda-tanda pemerintah mengambil keputusan untuk mendengar aspirasi rakyat terkait membatalkan UU Omnibus Law tersebut. Para penguasa seolah-olah menari-nari di atas keringat, darah rakyat yang mengalami kesulitan. Para penguasa hanya mementingkan dirinya, kroninya dan tuannya pengusaha/korporasi tanpa peduli jerit, tangis, dan raungan rakyat. Para penguasa benar-benar kehilangan nurani dan kepedulian terhadap rakyat, para penguasa seolah silau dengan gemerlapnya dunia.

UU Omnibus Law dianggap sangat merugikan dari seluruh aspek kehidupan mulai dari kaum buruh, masyarakat sipil, hingga Sumber Daya Alam (SDA). Tak hanya itu UU Omnibus Law juga dianggap akan menghidupkan kembali perbudakan. Hal ini senada dengan pernyataan salah satu aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga merupakan mantan Komisionaris Komisi Nasional (Komnas) HAM Natalius Pigai, angkat bicara. “Omnibuslaw Cipta Kerja itu UU Perbudakan. Di Amerika sejak 1863 sudah digugat Dress Cot di MA Federal. 1865 Revolusi Sosial Amerika dan Abraham Lincoln hapus UU perbudakan. Di Indonesia Jokowi hidupkan UU Perbudakan yang di dunia telah mati dan dikubur di abad 20”. Cuitan Natalius di akun twitternya. (serambinews.com) Padahal perbudakan sendiri telah dihapuskan dan bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menurut serikat buruh ada beberapa RUU Omnibus Law yang merugikan pekerja. Ada lima kerugian UU Omnibus Law dilegalkan yaitu: 1. Terkait upah minimum, menghapus ketentuan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) sehingga menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebagai satu-satunya acuan besar nilai gaji. 2. Memangkas pesangon, pemerintah akan memangkas pesangon yang diwajibkan pengusaha jika melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Nilai pesangon turun karena pemerintah menganggap aturan yang ada pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak implementasi. 3. Penghapusan izin atau cuti khusus, RUU omnibus Law mengubah ketentuan cuti khusus antara lain: cuti haid, cuti menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/ keguguran hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia, 4. Outsourcing semakin tidak jelas, UU Omnibus Law menghapus pasal 64 dan 65 UU ketenagakerjaan yang mengatur outsourcing. 5. Memberi ruang bagi pengusaha untuk mengontrak seorang pekerja tanpa batas waktu. (suarabatam.id)

Penetapan upah minimum Provinsi (UMP), dan upah minimum kota/ kabupaten (UMK) serta pesangon, sejatinya bukanlah solusi bagi kaum buruh. Hal ini mereka tuntut karena dalam sistem kapitalis negara tidak berperan menjamin kehidupan yang layak bagi buruh dan semua warga negaranya. Hal ini jelas berbeda dalam sistem Islam, ada atau tidaknya UMR atau UMK dan pesangon maka negara tetap berperan menyejahterakan semua warga negaranya termasuk kaum buruh.

Sementara UU Omnibus Law itu juga dianggap merugikan di bidang Sumber Daya Alam (SDA) yaitu: mempermudah izin pengusaha dalam mengeksploitasi SDA mulai dari tambang, hutan, lahan pertanian hingga perairan. Menurut Hinca Panjaitan sekretaris partai Demokrat “RUU Omnibus Law memberikan kemudahan atas syarat pembukaan lahan untuk perusahaan di berbagai sektor.” (pikaranrakyatcirebon.com). Kepemilikan lahan pertanian tidak dibatasi sehingga perusahaan bebas memiliki lahan tanpa batas. Dihapuskannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sehingga perusahaan tidak akan mendapat sanksi apabila terjadi kerusakan lingkungan. (kompas.com) Perusahaan dapat dengan mudah mengeksploitasi hutan menjadi lahan sawit dengan luas tanpa batas sehingga apabila terjadi kerusakan lingkungan seperti pembakaran hutan yang asapnya merugikan masyarakat, terjadinya longsor dan banjir yang juga merugikan masyarakat maka perusahaan tidak akan mendapatkan sanksi. Hal ini akan berdampak perusahaan akan semena-mena mengeksploitasi SDA, dan lain-lain.

Inilah UU dzalim yang disahkan oleh penguasa melalui wakil rakyat DPR RI yang duduk di parlemen, demi memuaskan syahwat pengusaha yang menjadi tuan penguasa selama ini membuat anggota DPR menghalalkan segala cara untuk melegalkan UU itu walau mengabaikan jerit tangis rakyat.

Desakan para pengusaha di masa pandemi untuk melegalkan UU Omnibus Law untuk menyelamatkan perusahaan mereka yang diambang resesi membuat penguasa secara terburu – buru mengesah UU kontroversi itu. Di tengah malam di saat waktu rakyat tertidur lelap menahan perihnya dan kejamnya kehidupan, saat itu pula penguasa mengesahkan UU Omnibus Law UU dzalim itu.

Kezaliman penguasa menetapkan kebijakan di tengah malam telah diabadikan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan yang Allah tidak ridha’i. dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. (TQS. An-Nisa: 108)

Sistem Demokrasi dan Kapitalisme Biang Keladi kezaliman penguasa.

Kedzaliman penguasa ditunjukkan dengan terang-terangan kepada rakyat akibat diterapkannya sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi ongkos pemilihan umum (Pemilu) menjadi penguasa mengeluarkan modal yang tidak sedikit, inilah yang menyebabkan calon penguasa harus mencari modal kepada pihak pengusaha.

Ketika calon penguasa telah terpilih menjadi penguasa, maka penguasa harus membalas budi kepada pengusaha dengan menetapkan aturan yang menguntungkan pengusaha. Calon penguasa hanya butuh rakyat saat Pemilu saja. Setelah terpilih penguasa tidak lagi mendengar aspirasi rakyat. Legalitas RUU Omnibus Law merupakan bentuk pengkhianatan penguasa pada rakyat, buah dari perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha.

Hal ini terjadi karena negeri Indonesia ini mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme membebaskan individu menguasai apa yang menjadi kepemilikan umum bahkan memiliki aset negara sekalipun (hurriyatul milkiyyah), negara bahkan memfasilitasi individu untuk menguasai sejumlah aset meski berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, (MuslimahNews.com).

Menurut sistem kapitalisme, negara yang baik membatasi perannya hanya sebagai regulator (pengatur), di saat yang sama menyerahkan pengurusan hajat publik termasuk buruh, jaminan kesehatan, dan pengelolaan SDA kepada pengusaha swasta. Kemudian negara memudahkan jaminan beban kesejahteraan buruh dan rakyat kepada pengusaha, bukan menjadi tanggungjawab negara.

Sistem demokrasi kapitalisme merupakan sistem yang berasal dari kaum kafir Barat, yang sejatinya tidak akan memberi kebaikan pada umat. Justru sistem yang diterapkan akan menebar kerusakan di muka bumi. Kaum kafir Barat juga tidak akan pernah senang terhadap kaum Muslimin sebagaimana firman Allah yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridho kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah “sesungguhnya petunjuk Allah itu petunjuk yang benar”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi penolong bagimu”. (TQS. Al-Baqarah: 120).

Maka dari itu jika berharap kepada sistem demokrasi kapitalis sama saja seperti memasukkan unta ke lubang jarum artinya tidak akan mungkin keadilan, kesejahteraan dirasakan oleh umat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah sistem yang komprehensif untuk mengakhiri kezaliman penguasa dan pengusaha yang terjadi. Serta memberikan jaminan keadilan, kesejahteraan, keamanan dan lainnya kepada umat tanpa pandang bulu. Jaminan tersebut hanya dapat dirasakan apabila sistem Islam kaffah/ sempurna dapat diaplikasikan dalam bingkai negara Islam/daulah Khilafah.

Sistem Islam Kaffah Menjamin Kesejahteraan Kaum Buruh dan Umat

Islam merupakan agama yang komprehensif yang sempurna yang mampu menuntaskan seluruh permasalahan manusia yang muncul dalam kehidupan baik terkait ketenagakerjaan maupun masalah kepemilikan terkait pengaturan SDA. Jika dikaji dalam sistem Islam terkait ketenagakerjaan, hubungan pengusaha dan pekerja hal itu menyangkut hukum ijaratul ajir.

Sistem Islam juga mengatur terkait kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja yang disebut akad ijarah. Pengusaha diuntungkan karena jasa pekerja yang sudah menyelesaikan pekerjaan tertentu, sedangkan pekerja juga mendapat keuntungan karena mendapatkan imbalan dari pekerjaan yang telah diselesaikannya. Dalam sistem Islam besaran upah bekerja tergantung keridhoan kedua belah pihak (perusahaan dan buruh).

Jika terjadi kezaliman antara pengusaha dan pekerja, seperti pengusaha melakukan tindakan yang merugikan pekerja terkait jam bekerja terlalu panjang, upah di bawah standar ketetapan keridhoan kedua belah pihak, dan terjadi kezaliman dari sisi lain, hal ini merupakan tindakan yang melanggar hukum syara’ dan merupakan tindakan kriminal.

Sebagaimana Sabda Rasulullah yang artinya: “Tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti, adalah orang yang telah memberikan baiat kepada Khalifah karena Aku, lalu berkhianat, orang yang menjual (sebagai budak), orang yang merdeka, lalu memakan harga hasil penjualannya, serta orang yang mengontrak pekerja kemudian pekerja tersebut menunaikan pekerjaannya sedang orang itu tidak memberikan upahnya”. (HR. Ahmad, Bukhari, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Maka Daulah Khilafah telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku pengusaha yang melakukan tindakan kezaliman atau kriminalitas itu, agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali.

Dalam sistem Islam negara/ daulah berperan sebagai periayah umat/ mengurusi urusan umat. Daulah Khilafah tidak berperan sebagai regulator semata seperti dalam sistem kapitalis. Daulah Khilafah akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok/ kebutuhan primer terkait sandang, pangan dan papan untuk seluruh warga negara yang hidup di dalamnya. Daulah Khilafah juga menjamin jaminan kesehatan, pendidikan dan lainnya bagi seluruh warga negaranya.

Khilafah/Daulah Khilafah juga menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi seluruh masyarakat yang hidup di dalamnya. Memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengelolanya melalui ihyatul mawat (menghidupkan tanah mati), menciptakan iklim kondusif bagi pelaku wirausaha, dan sebagainya, sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja. Cara memperoleh pendapatan tidak hanya melalui penetapan hukum wajib mencari nafkah bagi laki-laki saja, Syari’ah Islam juga memiliki hukum-hukum lain yang dalam kepemilikan harta seperti hukum waris. (MuslimahNews.com)

Sistem Islam Mengatur Sumber Daya Alam (SDA) Sebagai Kepemilikan Umum

Dalam sistem Islam SDA terkait barang tambang, gas, minyak bumi, hutan, air, laut dan lainnya merupakan kepemilikan umum, negara wajib mengelolanya dan haram hukumnya SDA tersebut dikelola oleh pihak pengusaha baik individu maupun kelompok, baik pengusaha asing maupun Aseng. Sebagaimana Sabda Rasulullah artinya, ”Sesungguhnya ia pernah meminta Rasulullah SAW. Untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi ada seorang dari majelis tersebut bertanya, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau. Apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir, “Rasulullah kemudian bersabda, “Kalau begitu cabut kembali tambang darinya”. (HR. at-Tirmidzi).

Maka dari itu, Sumber Daya Alam tersebut akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan didistribusikan kepada umat secara merata dalam bentuk penyediaan fasilitas publik secara murah bahkan gratis dan berkualitas. Fasilitas tersebut seperti: tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan, kebutuhan energi dan transportasi. Sehingga terwujudlah masyarakat yang sejahtera, aman dan tenteram di bawah naungan Daulah Khilafah.
Waullahu a’lam bi ash-shawab

Penulis: Mauiza Ridki Al-Mukhtar (Aktivis Dakwah Peduli Umat)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos