Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Kokohnya Persatuan dalam Ikatan Akidah Islam

589
×

Kokohnya Persatuan dalam Ikatan Akidah Islam

Sebarkan artikel ini
Umniyatul Ummah (Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Indonesia tidak lama lagi akan menggelar pesta demokrasi yakni Pilkada yang akan diselenggarakan di beberapa wilayah termasuk di Kabupaten Bandung. Padahal sampai saat ini kondisi di dalam negeri masih belum aman setelah virus ganas Covid-19 enggan beranjak dari bumi tercinta ini. Namun rupanya pihak pemerintah dengan penuh percaya diri akan tetap melangsungkan hajatan tersebut sebagai perwujudan sistem demokrasi yang diembannya. Dengan panduan Empat Pilar yakni, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika diharapkan situasi dan kondisi dapat terkendali di saat maupun pasca Pilkada.Terutama dalam hal menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid yang mengingatkan masyarakat Indonesia untuk memahami Empat Pilar tersebut dan mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Upaya tersebut sangat penting mengingat Indonesia akan menghadapi Pilkada pada Desember tahun 2020.

“Kontestasi yang luar biasa dalam rangkaian Pilkada membutuhkan kedewasaan dan kebijakan berpikir seluruh anak bangsa. Empat Pilar adalah panduan bagi kita untuk mendapatkan kedewasaan dan kebijakan tersebut,” kata Jazilul Fawaid dalam keterangannya, Jumat (18/9/2020).

Dalam acara Sosialisasi Empat Pilar kerjasama MPR dengan Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Bandung, Jawa Barat Pimpinan MPR yang berasal dari PKB tersebut meyakini nilai-nilai Empat Pilar MPR yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika akan mampu menjaga persatuan dan kesatuan hingga berakhirnya Pilkada. (News Detik.com).

Mereka menghimbau dalam sosialisasi tersebut bagi para paslon Pilkada, pemahaman juga implementasi Empat Pilar tidak hanya sebatas saat kampanye dan pemilihan saja. Namun, berlanjut ketika menang dan kemudian menduduki jabatan, sebab pemimpin rakyat Indonesia harus paham komitmen kebangsaan yakni Empat Pilar.

Menanggapi pernyataan Wakil Ketua MPR benarkah empat pilar tersebut dapat menjaga persatuan dan kesatuan? Karena bukan rahasia lagi ketika pesta demokrasi berlangsung baik Pemilu maupun Pilkada kerap diwarnai kericuhan, ketidak jujuran hingga perpecahan antar pendukung paslon. Belum lagi pada saat kampanye, tidak sedikit mereka yang saling menjatuhkan terhadap lawan politiknya. Adanya kondisi perpecahan dan permusuhan setelah Pilkada pun kerap terjadi.

Salah satunya yang terjadi saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Cirebon Jawa Barat. Tak puas dengan hasil pemilihan maka unjuk rasa pun tak dapat dihindari. Mereka meminta agar pemilihan Bupati dan Wakil Bupati diulang kembali karena disinyalir penuh dengan kecurangan.

Lebih lanjut kita dapati fakta miris. Betapa pemilihan demi pemilihan telah berulang kali dilaksanakan di negeri ini, akan tetapi faktanya cenderung menuai kekecewaan berbagai pihak apalagi rakyat kecil. Semangat dan janji kampanye yang dulu diucapkan seakan tinggal kenangan. Persoalan demi persoalan yang ada kian bertambah dan tak kunjung menemukan solusi yang tepat. Semangat kebhinekaan, NKRI harga mati, dan cinta tanah air (Nasionalisme) serta semboyan yang lainnya nyatanya hingga saat ini tak juga mampu mengatasi persoalan. Meski hal itu terus didengungkan oleh masyarakat maupun partai berbasis nasionalis hingga partai Islam sekalipun.

Disamping itu, ikatan nasionalisme yang merupakan turunan dari ideologi kapitalisme ini hanya akan muncul ketika ada penyerangan, bersifat temporal sehingga tidak bisa mengikat umat.

Karenanya permasalahan yang terus-menerus melanda negeri ini patut diselesaikan dari akar persoalannya. Umat Islam adalah umat yang satu, yang dipersatukan oleh akidah. Caranya dengan menjadikan Islam sebagai pengikat seluruh kaum muslim dan membuat mereka kembali bersaudara dalam ikatan ukhuwah Islamiyah. Dengan itu mereka saling memelihara harta, darah, dan kehormatan satu sama lain.

Lebih dari itu persatuan kaum muslimin adalah al-haq dan larangan berpecah-belah, merupakan prinsip yang agung dalam agama Islam. Allah Swt berfirman yang artinya:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (TQS. Ali Imran {3}:103).

Dalam sistem Islam umat akan bersatu di bawah satu kepemimpinan. Keberadaannya dalam penegakan syariah merupakan tâj al-furûdh (mahkota dari semua kewajiban). Artinya, penerapan Islam secara kâffah (menyeluruh) hingga tercapai kehidupan berkah itu mustahil diwujudkan tanpa adanya seorang pemimpin Islam dan pemerintahan yang mengatur berdasarkan Islam.

Oleh karena itu, menegakkan sistem Islam dan pemimpinnya merupakan kewajiban yang paling penting. Bahkan ketika terjadinya kekosongan kekuasaan Islam menetapkannya batas maksimal tanpa adanya seorang pemimpin yaitu tiga hari beserta malam-malamnya. Waktu tersebut digunakan semaksimal mungkin untuk mencari calon dan akhirnya nanti akan terpilih salah seorang di antara mereka untuk menduduki jabatan kepemimpinan. Begitu praktis, cepat dan murah di dalam metode pengangkatan pemimpin Islam.

Sebagai kepala negara, Rasul saw. juga telah mencontohkan pengangkatan pemimpin daerah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin dan telah menjadi ijmak sahabat. Berdasarkan Sunnah Rasul saw. wali (gubernur) dan ‘âmil (setingkat bupati/walikota) ditunjuk dan diangkat oleh Rasul saw. sebagai kepala negara atau oleh pemimpin sesudah beliau. Jadi, kepala daerah tidak dipilih baik langsung oleh rakyat atau oleh wakil mereka.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, wali dan ‘âmil juga ditunjuk dan diangkat oleh mereka. Ini juga merupakan ijmak sahabat, sebab seluruh sahabat mengetahuinya dan tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.

Islam adalah agama yang paripurna. Tidak ada satu pun perkara dalam kehidupan manusia kecuali ada aturan, hukum dan penyelesaiannya di dalam Islam. Rasul saw. pun telah menjelaskan tuntunan, hukum dan solusi Islam atas berbagai perkara. Tentu semua itu bersumber dari wahyu-Nya. Karena itu Allah Swt memerintahkan kita untuk meneladani beliau:

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat serta banyak mengingat Allah.”(TQS al-Ahzab [33]: 21).

Menurut Imam Syaukani dalam Fathu al-Qadîr, ayat ini bersifat umum mencakup semua perkara. Karena itu setiap mukmin hendaknya meneladani Rasul saw. itu dalam semua perkara baik terkait akidah, ibadah, akhlak, maupun politik, termasuk dalam hal kepemimpinan daerah.

Semua itu seharusnya benar-benar disadari oleh umat saat ini. Di mana banyak orang berambisi menjadi kepala daerah. Lalu mereka dipilih sebagai calon kepala daerah bukan atas dasar keahlian, kelayakan dan keamanahan. Pertama-tama pemilihan mereka ditentukan oleh seberapa banyak uang atau modal yang mereka miliki untuk pencalonan. Pasalnya, dalam sistem politik demokrasi berbiaya tinggi saat ini, untuk menjadi pemimpin daerah, biaya yang dikeluarkan mencapai puluhan hingga ratusan juta bahkan hingga satu miliar. Dampaknya telah nyata dan dirasakan oleh masyarakat. Banyak pemimpin daerah dan pejabat akhirnya melakukan korupsi, memperdagangkan jabatan dan kebijakan dan berkolusi dengan para kapitalis. Sebaliknya, kepentingan dan kemaslahatan rakyat banyak sering terabaikan. Akhirnya, beban hidup rakyat pun makin berat dari hari ke hari.

Padahal hal mendasar dari kepemimpinan daerah bukan apakah pemimpin daerah itu dipilih rakyat atau tidak. Yang mendasar adalah pengaturan dan pemeliharaan berbagai urusan, kepentingan dan kemaslahatan rakyat benar-benar terwujud.

Inilah cara Islam dalam mengangkat seorang pemimpin yang akan menjadi pelindung umat, menjaga persatuan dan kesatuan, menciptakan dan merawat kebersamaan selama belasan abad, sekaligus mewujudkan peradaban yang unggul dan memuliakan umat manusia. Melalui penerapan Islam secara kaffah niscaya semua itu dapat terwujud karena dengannya prinsip-prinsip keislaman yang berdasarkan syariah-Nya dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berharap pada prinsip-prinsip yang berasaskan nasionalisme hanya akan mendulang kekecewaan bak menelan pil pahit. Umat semakin jauh dari rasa kebersamaan dan persatuan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Penulis: Umniyatul Ummah (Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos