Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Tak Sekedar Boikot, Demokrasi Harus Dicabut!

374
×

Tak Sekedar Boikot, Demokrasi Harus Dicabut!

Sebarkan artikel ini
Risnawati, S.Tp (Pegiat Opini Kolaka)
Risnawati, S.Tp (Pegiat Opini Kolaka)

TEGAS.CO., NUSNATARA – Lagi-lagi, mengapa Negara tidak menganggap penting persoalan penista agama ini? Negara selalu membiarkan narasi-narasi menghinakan Islam terus berkembang tanpa memberi solusi tuntas terhadap pelaku penista agama ini, sungguh Miris!

Dilansir dari laman Mediaumat.news – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan kaum Muslimin di Indonesia maupun dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari Prancis lantaran Presiden Immanuel Macron dengan sombong tetap bersikukuh penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dilakukan pemerintah dan sebagian rakyat Prancis sebagai bentuk dari kebebasan berpendapat.

“MUI menyatakan sikap dan menghimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari Prancis,” tegas Dewan Pimpinan MUI dalam pers rilis yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi, M.A. dan Sekretaris Jenderal MUI Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag., Jumat (30/10/2020) di Jakarta.

MUI juga mendukung sikap Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan anggotanya seperti Turki, Qatar, Kuwait, Pakistan, Bangladesh, yang telah memboikot semua produk negara Prancis.

Selain memboikot, MUI juga menghimbau para khatib khutbah tentang penolakan penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW. “Dihimbau agar semua khatib/dai/mubalig/ustaz agar menyampaikan pesan materi Khutbah Jumat untuk mengecam dan menolak terhadap penghinaan atas diri Rasulullah Muhammad SAW,” sarannya.

Selain itu, MUI pun mendesak pemerintah untuk menarik Dubes RI di Paris untuk sementara waktu. “Mendesak kepada pemerintah RI untuk melakukan tekanan dan peringatan keras kepada Pemerintah Prancis serta mengambil kebijakan untuk menarik sementara waktu Duta Besar RI di Paris hingga Presiden Immanuel Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam sedunia,” tegas MUI.

Demokrasi Akar Masalah

Sinisme Barat terhadap Islam dan pemeluknya bukanlah pertama kali terjadi. Tidak ada hukum yang tegas yang membuat jera pelaku penghinaan. Hukum yang dipakai dalam sistem demokrasi sekuler saat ini tidak mampu memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku penghinaan serta mengatasinya dengan tuntas. Dengan kata lain, jika kita masih dalam kerangka sistem buatan manusia, tidak mungkin menyelesaikan masalah ini.

Penghinaan terhadap Islam sebenarnya hanyalah dampak dari sistem penerapan demokrasi sekular yang berlaku di negeri-negeri muslim. Bahkan bisa dikatakan bahwa sistem sekuler merupakan ‘penghinaan’ yang lebih besar, yang telah melahirkan penghinaan-penghinaan lainnya. Karena itu, butuh perubahan sistem dengan mencabut akar masalah, yakni sekularisme, kemudian ditegakkan sistem yang menjalankan seluruh aturan dan nilai yang berasal dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, yakni sistem Khilafah. Khilafah akan menghilangkan masalah penghinaan terhadap Islam dari hal yang paling mendasar: kebodohan akan agama dan kedengkian.

Umat Islam perlu memahami bahwa sistem hukum wajib berdasarkan pada Alquran dan Sunah. Islam harus menjadi dasar dari setiap aspek kehidupan, termasuk masalah hukum.

Tidak hanya itu, proses hukum pembuktian (ahkamul baiyinnat) juga wajib sesuai dengan aturan pembuktian yang ditetapkan oleh Islam. Hanya melalui tindakan ini keadilan dapat dicapai untuk semua. Semua ini sepatutnya menyadarkan umat bahwa sistem perundangan di negeri-negeri muslim tidak akan mampu menegakkan keadilan kepada umat Islam. Malah, hukum yang ada juga tidak akan membela umat Islam ketika agama Islam dan Rasul saw. sendiri yang dihina.

Sebagai negara pengemban demokrasi sekular, Barat telah gagal menunjukkan wajah demokrasi itu sendiri. Empat pilar kebebasan yang sering diagung-agungkan tak menjadikan masyarakatnya terdidik dengan nilai toleransi tinggi. Kebebasan berekspresi justru membuka sentimen anti-Islam itu menganga. Seperti yang dilakukan Majalah Charlie Hebdo di Prancis, atas nama kebebasan seni, mereka bebal. Merasa memiliki ruang bebas menggambar karikatur Nabi Muhammad sebagai teroris. Kebebasan beragama yang juga menjadi pilar demokrasi tak lebih sekadar topeng untuk mempermanis wajah demokrasi. Padahal faktanya, masyarakat Baratlah yang menjadi pelaku anti keberagaman dan intoleransi. Padahal bila mau membuka fakta sejarah, tanpa kontribusi Islam, adakah Eropa bangkit dan berevolusi hingga detik ini?

Kemunafikan Barat terhadap teori kebebasan dalam demokrasi makin nyata dalam peristiwa ini. Apakah pelecehan terhadap Nabi dan penghinaan terhadap kitab suci umat Islam adalah wujud kebebasan berpendapat dan berperilaku? Apakah intoleran terhadap umat Islam dan menstigma buruk mereka merupakan wujud kebebasan beribadah (beragama)? Adakah umat non muslim yang melakukan aksi penghinaan itu mendapat hukuman setimpal dari tindakannya? Tentu saja tidak.

Hukum bagi penista agama memang ada. Hanya saja, hukum itu tidak menjamin perlakuan adil terhadap Islam. Islam dan pemeluknya tetap menjadi bulan-bulanan Islamofobia. Semua berawal dari narasi busuk Barat terhadap Islam.

Dalam sistem sekuler, agama hanya diposisikan sebagai salah satu dari sekian nilai/norma yang menjadi rujukan dalam pembuatan UU. Keberadaan agama bukanlah satu-satunya rujukan dalam mengatur kehidupan manusia. Wajar akhirnya agama dapat dinistakan. Padahal, seharusnya agama menjadi satu-satunya sumber konstitusi dan perundang-undangan, dan agama harus menjadi arah pandang kehidupan umat manusia.

Jika Islam tidak diposisikan sebagai landasan konstitusi dan arah pandang manusia, namun hanya sebatas salah satu nilai yang ada di masyarakat, jangan pernah berharap pelecehan terhadap agama berhenti. Oleh karena itu, sudah bisa dipastikan, penghinaan terhadap Rasul Saw. dan ajaran Islam akan tetap ada jika sistem sekuler dan kapitalisme masih bercokol. Di mana agama hanya dijadikan pelengkap semata tanpa jadi pijakan seutuhnya.

Kembali pada Penerapan Syariat

Islam memandang akidah dan syariat Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. Negara adalah institusi yang bertugas mewujudkan pandangan ini. Atas dasar itu, negara tidak akan menoleransi pemikiran, pendapat, paham, aliran atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Negara juga tidak akan menoleransi perbuatan-perbuatan yang menyalahi akidah dan syariah Islam.

Dalam kasus penistaan agama pun, Islam dengan sangat jelas memosisikan dan menanganinya. Sebagaimana kisah seorang sahabat buta yang memiliki budak wanita, yang setiap hari menghina Nabi Muhammad saw. Maka, telah sangat jelas, mengapa kasus penistaan agama masih ada dan terus berulang. Di samping karena diterapkannya sistem demokrasi sekular, di sisi lain tidak adanya daya negara dalam memberikan sanksi yang membuat efek jera pada mereka, bahkan terkesan didiamkan dan dilindungi.

Alhasil tidak heran jika penistaan agama itu akan terus ada, selama tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan bernegara. Maka penista agama akan terus berkeliaran. Karena itu, ketika Islam diterapkan dan penanganannya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulu, maka tidak akan ada lagi yang berani menistakan agama, in syaa Allah.

Penulis: Risnawati, S.Tp (Pegiat Opini Kolaka)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos