Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Islam dan Pengentasan Kemiskinan

906
×

Islam dan Pengentasan Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
Sarlin,A.md.Kep (Pemerhati Sosial)
Sarlin,A.md.Kep (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pusat Statistik (BPS) merilis Pusat penduduk miskin di Sulawesi Tenggara (Sultra) pada September 2020 sebanyak 317,32 ribu orang. Dibandingkan Maret tahun yang sama atau selama enam bulan terakhir, jumlah penduduk miskin naik sebanyak 15,5 ribu orang. Kepala BPS Provinsi Sultra, Agnes Widiastuti menjelaskan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2020 sebesar 7,62 persen, naik 0,48 poin terhadap Maret 2020. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2020 naik 0,43 poin dari Maret 2020.

Dibandingkan Maret 2020, jumlah penduduk miskin September 2020 di daerah perkotaan turun sebanyak 3,71 ribu orang (dari 76,93 ribu orang pada Maret 2020 menjadi 73,22 ribu orang pada September 2020). Sementara daerah perdesaan naik sebanyak 19,21 ribu orang (dari 224,89 ribu orang pada Maret 2020 menjadi 244,10 ribu orang pada September 2020).

Selama periode Maret – September 2020, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,39 persen, yaitu dari Rp356.444 per kapita per bulan pada Maret 2020 menjadi Rp368.529 per kapita per bulan pada September 2020. Pada September 2020, secara rata-rata rumah tangga miskin di Sulawesi Tenggara memiliki 5,14 orang anggota. Agnes Widiastuti mengatakan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. (zonasultra.com).

Kapitalisme dan Fenomena Kemiskinan

Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana. Kelaparan kian hari yang semakin bertambah. Anehnya, secara statistik jumlah mereka bukan berkurang, tetapi justru terus bertambah. Terlebih lagi setelah adanya pandemi covid 19. Disadari atau tidak, semua itu merupakan buah pahit kapitalisme. Sebab memang sistem kapitalislah yang diterapkan saat ini dan kemiskinan itulah yang terjadi. Bahkan tak sekadar kemiskinan, kesenjangan pun makin lebar antara orang kaya dan miskin. Harus diakui, kapitalisme memang telah gagal menyelesaikan problem kemiskinan. Alih-alih dapat menyelesaikan, yang terjadi justru menciptakan kemiskinan.

Jika demikian halnya mengapa umat tidak segera berpaling pada Islam?! Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki banyak aturan untuk mengatasi berbagai problem kehidupan, termasuk masalah kemiskinan. Kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari setan. Allah Swt.. berfirman yang artinya :” Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan “(TQS. Al-Baqarah [2]: 268). Karena itulah, Islam sebagai risalah paripurna dan sebuah ideologi yang shahih, sangat konsen terhadap masalah kemisikinan dan upaya-upaya untuk mengatasinya. Sebagai kebutuhan primer, sandang, pangan dan papan harus terpenuhi secara keseluruhan. Jika salah satu saja tidak terpenuhi, maka seseorang terkategori sebagai orang miskin.

Pangan, sandang, dan papan yang dimaksud di sini, tidak berarti sekadar apa adanya, melainkan harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengannya. Kebutuhan pangan, misalnya, juga termasuk hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti peralatan dapur; kayu bakar, minyak tanah, atau gas; rak piring, lemari makan, meja makan, dan lain-lain. Tolok ukur kemiskinan ini berlaku untuk semua manusia, kapan pun dan di mana pun mereka berada.

Cara Islam Mengatasi Kemiskinan

Allah Swt. sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan tidak hanya manusia; seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah menyediakan rezeki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan berbagai makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rezeki bagi mereka. Allah Swt. Berfirman yang artinya :” Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki”(TQS. ar-Rum [30]: 40). Di ayat yang lain Allah SWT berfirman :” Tidak ada satu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya”. (TQS. Hud [11]: 6).

Jika demikian halnya, mengapa terjadi kemiskinan? Seolah-olah kekayaan alam yang ada, tidak mencukupi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah. Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus bertambah. Akibatnya, sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan. Pandangan ini jelas keliru, bathil, dan bertentangan dengan fakta. Secara itiqadiy, jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah Swt. untuk manusia pasti mencukupi. Hanya saja, apabila kekayaan alam ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan terjadi ketimpangan dalam distribusinya. Jadi, faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya distribusi kekayaan. Di sinilah pentingnya keberadaan sebuah sistem hidup yang shahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut.

Islam adalah sistem hidup yang shahih. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan; baik kemiskinan alamiah, kultural, maupun struktural. Hanya saja, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu.

Solusi Islam mengatasi kemiskinan, dengan menempuh beberapa tahap yaitu : pertama, Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Primer, Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhi-tidaknya ketiga kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi penentu miskin-tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Oleh karena itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini. Kedua, Pengaturan Kepemilikan yaitu Pengaturan kepemilikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah kemiskinan dan upaya untuk mengatasinya. Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini, sedemikian rupa sehingga dapat mencegah munculnya masalah kemiskinan. Bahkan, pengaturan kepemilikan dalam Islam, memungkinkan masalah kemiskinan dapat diatasi dengan sangat mudah. Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga, Penyediaan Lapangan Kerja yaitu Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumunan hadits Rasululah saw., yaitu, Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalanya (rakyatnya). (HR. Bukhari dan Muslim). Keempat, Penyediaan Layanan Pendidikan yaitu, Masalah kemiskinan sering muncul akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi kepribadian maupun ketrampilan. Inilah yang disebut dengan kemiskinan kultural. Masalah ini dapat diatasi melalui penyediaan layanan pendidikan oleh negara. Hal ini dimungkinkan, karena pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya berkepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki ketrampilan untuk berkarya.

Syariat Islam telah mewajibkan negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian kemiskinan kultural akan dapat teratasi.

Alhasil, solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi kemiskinan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bukanlah sesuatu yang menarik sebatas dalam tataran konsep semata. Perjalanan panjang sejarah kaum Muslim, membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat berjalan dan direalisasikan. Yaitu ketika kaum Muslim hidup di bawah naungan Negara Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam.

Penulis : Sarlin,A.md.Kep (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P

Terima kasih