Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Berita UtamaDaerahHukumKonawe Selatan

JPU Andoolo dalam Penerapan Disparitas Tuntutan

982
×

JPU Andoolo dalam Penerapan Disparitas Tuntutan

Sebarkan artikel ini
JPU Andoolo dalam Penerapan Disparitas Tuntutan
Oldi Aprianto SH

Penasehat hukum Oldi Aprianto SH menganggap adanya disparitas tuntutan yang dilakukan oleh JPU Andoolo pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) Rabu 15 Juni 2019.

Dimana adanya perbedaan (Disparitas) tuntutan terhadap tindak pidana yang sama. Ini terjadi dalam no reg. Perk: PDM -09/rp-9/euh.2/01/2019 Dengan No Reg.perk:PDM-08/rp-9/euh.2/01/2019. Perkara PDM 09 jaksa penuntut umum menuntut pada terdakwa 7 tahun supsider 5 bulan penjara.

Sedangkan no perkara PDM 08 jaksa penuntut umum menuntut pada terdakwa 1 tahun 8 bulan penjara, padahal kedua perkara tersebut adalah perkara yang sama.

“Kami selaku penasehat hukum menganggap adanya disparitas tuntutan dan kekosongan hukum. Penasehat hukum terdakwa dalam nomor perkara tersebut diatas menganggap juga bahwa jaksa penuntut umum telah mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,”kata Oldi Aprianto SH.

Fakta persidangan, Jaksa penuntut umum dalam surat tuntutan tidak menuliskan mengenai apa keterangan saksi yang disampaikan dalam persidangan.

“Disini kami melihat bahwa JPU tidak memiliki nilai keadilan dalam perkara tersebut. Sudah jelas dalam pasal 185  ayat 1 Kuhap menerangkan, “Keterangan saksi sebagi alat bukti ialah, apa yang saksi nyatakann di sidang pengadilan,”imbuhnya.

Lanjut dia, ini artinya, bahwa keterangan saksi yang terungkap dalam persidangan harus dimasukan dalam menyusun surat tuntutan tersebut, agar terciptanya nilai-nilai keadilan yang timbul dalam proses hukum.

“Disini kita harus memahami bahwa orang atau terdakwa yang dihadapkan dalam persidangan masih dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang tercantum dalam UU. no 48 tahun 2009 tentang kekuasan kehakiman pasal 8 ayat 1 yang mengandung mengenai asas praduga tak bersalah,”terangnya.

Sebuah jurnal menuliskan, Disparitas pidana (Disparity of senlencing) adalah penerapan pidana yang tidak sama atau tidak seimbang oleh hakim terhadap tindak pidana yang sama (Same offence) atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang sah.

Disparitas pidana akan berakibat fatal, bilamana dikaitkan dengan correction administration, yaitu terpidana setelah memperbandingkan pidana kemudian merasa menjadi korban the judicial caprise dan kemudian akan menjadikan terpidana jadi tidak menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target di dalam tujuan pemidanaan.

Bahkan dapat menimbulkan demoralisasi dan sikap anti rehabilitasi di kalangan terpidana yang dijatuhi pidana yang lebih berat daripada yang lain di dalam kasus yang sebanding.

T I M

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos