Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Berita Utama

UU Cilaka : Pengusaha Untung, Rakyat Buntung?

1372
×

UU Cilaka : Pengusaha Untung, Rakyat Buntung?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Febri Ayu Irawati

(Penulis dan Aktivis Dakwah Kampus di Makassar)

Pemerintah dan DPR terus membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cilaka atau Cipta Lapangan Kerja) yang disusun dengan metode omnibus. Dalam rapat kerja Selasa (15/4/2020) kemarin, hanya dua partai yang menyatakan menolak melanjutkan pembahasan. Sisanya, dengan berbagai alasan, memilih sebaliknya.

Sejak awal dirancang pemerintah, RUU Cilaka sebenarnya telah mendapat penolakan tegas dari masyarakat, terutama serikat buruh. Peraturan itu dianggap menghapus banyak hak-hak buruh yang tertuang dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pun pembahasannya tidak transparan. Pihak yang lebih banyak didengar–sekaligus diakomodasi kepentingannya–adalah pengusaha.

Penolakan semakin menguat karena pembahasan peraturan ini ternyata masih dilanjutkan saat pandemi COVID-19. Ratusan masyarakat telah meninggal karena virus yang belum ditemukan obatnya itu. (tirto.id, 16/04/2020).

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mendesak DPR RI menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka). Alasannya karena saat ini masyarakat tengah berperang melawan Corona COVID-19 yang telah jadi pandemi. Ketua LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan karena Corona, dapat dipastikan partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja akan jadi minim. Padahal, berdasarkan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, masyarakat berhak memberikan masukan dalam pembentukan peraturan. Ini menggenapi minimnya partisipasi masyarakat saat peraturan ini masih dibahas oleh pemerintah. Pemerintah lebih suka mendengarkan masukan pengusaha. (tirto.id, 18/03/2020).

Puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) akan tetap menggelar aksi dalam peringatan hari buruh Internasional atau May Day. BERITA TERKAIT Pembahasan RUU Cipta Kerja Ditunda, Jokowi Harus Evaluasi Kinerja Ida Fauziah Aksi Buruh Batal Setelah Pembahasan RUU Ciptaker Ditunda, Arief Poyuono: Bukti Kangmas Jokowi Utamakan Buruh Jokowi Tunda Pembahasan RUU Cipta Kerja, KSPI: Kami Batal Demo Tanggal 30 April Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, aksi tersebut akan digelar di Gedung DPR RI dan Kantor Menko Perekonomian RI, Jakarta, pada 30 April 2020 mendatang. “Adapun tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi nanti adalah tolak omnibus law, stop PHK dan liburkan buruh dengan tetap mendapatkan upah dan THR penuh,” ucap Said Iqbal melalui siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (19/4).

Selain di Jakarta, kata Said, aksi juga akan digelar di beberapa daerah lainnya, seperti Serang Banten, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Banda Aceh, Batam, Medan, Bengkulu, Palembang, Lampung, Manado, Makassar, Gorontalo, Manado, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, dan Papua. Adapun surat pemberitahuan aksi sudah disampaikan ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya pada Jumat lalu (17/4).

Namun, kata Said, surat pemberitahuan aksi tersebut ditolak oleh aparat kepolisian. “Sehingga surat pemberitahuan aksi KSPI dan MPBI sesuai UU 9/1998 telah dikirimkan melalui jasa pengiriman titipan kilat ke Kantor Mabes Polri (Kabagintelkam) dan Polda Metro Jaya (Dirintelkam) pada hari Sabtu tanggal 18 April 2020,” jelas Said. KSPI dan MPBI berharap, aksi May Day dapat diizinkan oleh pihak kepolisian lantaran nasib para buruh kini masih banyak yang tetap bekerja di pabrik-pabrik di saat pandemik Covid-19 yang semakin merebak. Nantinya, para buruh akan tetap menjalankan protokol kesehatan di tengah pandemik Covid-19, yakni dengan tetap menjaga jarak, menggunakan masker, serta menyediakan hand sanitizer. “Aksi buruh 30 April akan kami hentikan bila DPR RI dan Menko Perekonomian menghentikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja selama pandemik corona. Tetapi kalau tidak, maka buruh tetap aksi,” tegas Said. BACA JUGA RUU Ciptaker Klaster Ketenagakerjaan Ditunda, ReJO: Buruh Harus Punya Position Paper “Kalau dipersoalkan aksi buruh di tengah Pandemik corona akan membahayakan nyawa buruh, maka jawabannya sederhana. Yaitu liburkan sekarang juga jutaan buruh yang masih bekerja di pabrik di tengah pandemik corona yang mengancam nyawa buruh. Pemerintah harus adil dan jangan standar ganda,” tandasnya. (politik.rmol.id, 19/04/2020).

DPR dan pemerintah belum lama ini sepakat melanjutkan pembahasan RUU cipta lapangan kerja (Ciptaker). Merespons hal tersebut, elemen buruh mengancam menggelar demo besar-besaran.

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menyerukan agar DPR segera menghentikan pembahasan draf regulasi ini. MPBI yang merupakan gabungan tiga konfederasi buruh yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), kompak satu suara. (cnbcinfonesia.com, 16/04/2020).

Omnibus law cipta lapangan kerja (Cilaka) adalah usulan dari pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) diperiode keduanya ini. Yang tujuannya yaitu ingin memangkas atau menyederhanakan peraturan agar menarik investasi asing. Maka dari itu, di hadapan para penguasa asing di Australia beberapa hari lalu, dalam sambutannya di forum “Indonesia-Australia Business Roundtable” (Canberra, Senin, 10/02/2020), Jokowi menyatakan, “ Omnibus law akan menyederhanakan banyak regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif”.

Dari fakta yang ada, tentang RUU Cilaka yang tetap dibahas di DPR menunjukkan DPR lebih mementingkan nasib pengusaha dan investor dibanding maslahat rakyat. Sebab dengan diterapkannya Omnibus law maka akan merugikan para buruh, seperti

  • Memperdalam eksploitasi (pekerja)
  • Secara eksplisit menunjukan adanya liberalisasi ekonomi, sebab memiliki deregulasi yang dapat mengurangi hak-hak dasar buruh. Seperti penghilangan upah saat cuti bagi pegawai wanita, misalnya ketika sedang menstruasi, melahirkan, hamil, dan beribadah.
  • Omnibus law juga bisa saja membuat pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kapan saja secara sepihak dan sewenang-wenang demi memudahkan masuknya investasi asing.

Banyak pengamat politik pun yang tidak setuju dengan diterapkannya Omnibus law, menjadi bukti bahwa UU ini hanya menguntungkan para pengusaha dan pemilik modal dalam menguasai sumber daya alam yang seharusnya dapat di nikmati oleh rakyat.

Lepasnya kepemilikan sumber daya alam ke tangan asing, tidak lepas dari adanya penjajahan kapitalis. Meraup keuntungan sebanyak-banyaknya menjadi alasan mendasar para kapitalis bergerilya mencari lumbung emas di negeri lain dan menguasainya. Aksi mereka pun didukung oleh UU negara yang sudah diintervensi demi kepentingan mereka dan juga penguasa yang telah terkontaminasi neoliberal, semakin menguatkan cengkeraman asing terhadap SDA di negeri zamrud khatulistiwa.

Hal ini pun Mengundang masalah baru, belum usai masalah Civid-19 yang saat ini semakin banyak memakan korban, kini muncul lagi masalah baru karena protes rakyat justru membuat pemerintah kesulitan membendung dampaknya (rakyat tidak ikuti aturan dan kepercayaan terhadap pemerintah makin lemah).

Sementara dalam Islam, hal tersebut tidak dibenarkan. Sebagaimana seorang sahabat pernah datang kepada Rasulullah SAW. Lalu meminta (tambang), Ibn al-Mutawakkil berkata” (maksudnya tambang)  yang berada di jalan Ma’rib. Beliau kemudian memberikan tambang itu kepada dia. Ketika dia pergi. Seorang di majelis itu berkata (kepada  Nabi SAW).  Apakah  anda tau apa yang anda berikan?  Sesungguhnya anda memberikan dia (sesuatu laksana)  air yang terus mengalir.” Ibn al-Mutawakkil berkata, Rasulullah lalu menarik kembali  (tambang itu)  dari dia (Abyadh bin Hamal).” (HR. Abu Dawud.  at-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).

Sebab, barang tambang dalam Islam dihukumi sebagai kepemilikan umum. “Kaum Muslimim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud).

Karena itu, status tambang Freeport dan SDA lainnya adalah barang milik umat, maka pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta (corporate based management) tapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara (state based management). Pun, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Maka pemberian izin atau perpanjangan izin kepada swasta/asing untuk menguasai pengolahan tambang menyalahi ketentuan syariat. Wallahu a’lam bisshawab.