Di tengah problematika pandemi virus Covid-19, masyarakat Indonesia ternyata masih dihadapkan pada lonjakan tagihan listrik. Padahal tak ada pemberitahuan dari pemerintah tentang kenaikan tarif listrik. PLN pun berdalih jika memang tidak ada kenaikan tarif listrik, Namun hal itu ditepis oleh sejumlah pelanggan. Salah satunya adalah Ika, seorang guru SMP Negeri 6 Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Menurut dia, selama masa pandemi corona tagihan listrik di sekolahnya justru naik cukup signifikan. Padahal, konsumsi listrik yang digunakan saat ini dipastikan jauh berkurang. Mengingat tidak ada aktivitas belajar mengajar yang dilakukan pihak sekolah. Dijelaskan Ika, rata-rata tagihan listrik sebelum adanya pandemi corona hanya sebesar Rp 3,5 juta per bulan. Namun, saat pandemi corona ini justru melonjak menjadi Rp 4,3 juta per bulan. (Kompas.com, 17 juni 2020)
Namun PT. PLN (Persero) kembali menekankan tidak ada kenaikan tarif listrik, sebab menaikkan tarif listrik adalah kewenangan pemerintah bukan PLN. Salah satu Direktur PLN juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan manipulasi dalam perhitungan tarif. Karena perhitungan tarif dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga bisa dilakukan oleh pelanggan sendiri.
Bahkan, Direktur Niaga dan manajemen pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan bahwa perhitungan yang dilakukan PLN secara transparan dan menurutnya masyarakat yang mengalami kenaikan listrik disebabkan oleh pembatasan sosial selama pandemi covid-19, dimana masyarakat diharuskan untuk tidak keluar rumah (stay at home) dan melakukan aktivitas seperti sekolah, bekerja, dsb di dalam rumah, maka hal ini yang menurutnya menyebabkan kenaikan tagihan listrik.
Polemik kenaikan listrik terus menguat. Perekonomian rakyat yang terus menurun ditambah tagihan listrik membengkak menambah masalah. Masyarakat pun menebak-nebak dengan memperkirakan adanya kenaikan listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.
Mendengar keluhan-keluhan masyarakat, PT. PLN (Persero) angkat bicara, yang juga di jawab oleh Bob Syahril. Ia juga membantah adanya subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 400 VA dan 900 VA.
Polemik listrik tidak menemukan titik solusi. Yang terjadi hanyalah adu argumen antara rakyat dan PLN. Sementara pemerintah hanya diam. Kondisi perekonomian rakyat yang semakin terpuruk ditambah dengan derita kenaikan tagihan listrik menjadikan masyarakat umum maupun dunia industri merasa dirugikan.
Kenaikan tagihan listrik yang terus menerus terjadi di negeri ini tidak terlepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme – neoliberal dan sistem politik demokrasi yang mencengkram. Sistem tersebut menyebabkan liberalisasi pada tata kelola listrik, baik sumber energi primer maupun layanan listrik. Jadi, akibat liberalisasi ini harga listrik akan tetap naik meskipun pelayanannya semakin buruk. Karena listrik merupakan kebutuhan wajib bagi setiap orang, maka berapapun harganya pasti akan tetap di bayar sekalipun tarifnya naik.
Mengingat begitu banyaknya permasalahan kenaikan listrik yang terjadi di negara kita, menjadi bukti kelalaian pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Seharusnya pemerintah menghentikan polemik listrik di negeri ini. Negara harus bertanggung jawab dan menjamin atas kebutuhan hidup orang banyak, termasuk terpenuhinya kualitas dan kuantitas listrik.
Polemik listrik tidak akan terjadi jika pemerintah menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh). Karena sistem di dalam Islam mengadopsi sistem yang berasal dari Allah SWT yang menciptakan manusia dan alam semesta ini. Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, “kaum muslimin berserikat dalam 3 perkara : padang rumput (kebun/hutan), air dan api (energi)” (HR. Ahmad). Dengan demikian listrik yang digunakan sebagai bahan bakar, masuk dalam kategori ‘Api (energi)’ yang merupakan milik umum termasuk dalam kategori api (energi) tersebut adalah sarana dan prasarananya seperti tiang listriknya, gardu, mesin pembangkit dsb.
Dengan demikian pengelolaan listrik tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta, lokal maupun asing apapun alasannya. Negara bertanggung jawab penuh, sehingga setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan harga yang tidak memberatkan (murah) bahkan gratis ( jika memungkinkan). Untuk seluruh jenis kalangan rakyat baik kaya ataupun miskin. Dan aturan di dalam islam ini tidak hanya di peruntukkan untuk orang islam saja namun juga berlaku pada orang non muslim, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang ‘Rahmatan lil Alamin’ (rahmat bagi seluruh alam) bukan ‘Rahmatan lil Muslimin’ (rahmat bagi setiap muslim). Maka dengan prinsip-prinsip pengelolaan listrik inilah, indonesia dengan dengan kekayaan alam yang melimpah dapat terhindar dari krisis listrik yang berkepanjangan dan harga yang menjulang tinggi.
Wallahu’alam bisa Ash shawab.
Oleh : Mufidah Arianti (Aktivis Muslimah)