Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
HukumOpiniTegas.co Nusantara

Omnibus Law, Tawaran Solusi Berakhir Kontroversi

862
×

Omnibus Law, Tawaran Solusi Berakhir Kontroversi

Sebarkan artikel ini
Elis Herawati (Ibu Rumah Tangga)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipata Kerja tengah menyedot perhatianmasyarakat di Tanah Air.Selain dinilai merugikan banyak pihak, RUU Cipta Kerja juga menimbulkan penolakan dari berbagai pihak.Pasalnya, selain dinilai tidak sinkron dengan masyarakat, RUU Cipta Kerja juga dilangsungkan secara slintutan.Alhasil tak sedikit masyarakat melakukan unjuk rasa atas keputusan yang dibuat DPR RI ini.

Melansir informasi dari Tribunnews.com pada Selasa (6/10/2020), Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai Pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi undang-undang oleh DPR pada Senin (5/10/2020) sangat disayangkan.Terlebih, mengingat Undang-Undang Cipta Kerja memiliki banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga substansi di dalamnya.Selain itu, penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur, karena dilakukan secara tertutup, tidak transparan, dan tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.

Pengesahan RUU Ciptaker di tengah penolakan masyarakat, justru semakin menunjukkan kesan dunia perpolitikan tanah air sudah dikuasai oligarki politik.Hal ini dikarenakan, tidak ada yang berani menyuarakan suara yang berbeda, selain dari kepentingan pimpinan partainya.Karena takut oleh pimpinan partainya mereka itu akan di PAW (pergantian antar waktu) sehingga akhirnya para anggota DPR tersebut lebih mendengarkan keinginan pimpinan partainya dari pada mendengarkan keinginan rakyatnya.

Konflik abadi antara buruh dan pengusaha tidak akan terjadi dalam sistem khilafah Islam. Upah (ujrah) adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja.Persoalan upah dikembalikan pada standar Islam yakni syariah. Rasulullah Saw. memberikan panduan terkait upah pada hadis yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, ”Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.

”Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya. Pekerja dan majikan harus menepati akad di antara keduanya mengenai sistem kerja dan sistem pengupahan.

Rasulullah Saw. menyampaikan tentang pentingnya kelayakan upah dalam sebuah hadis: “Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga barangsiapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri), dan tidak membebankan pada mereka tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR Muslim).

Besarnya upah tergantung kesepakatan antara pekerja dan majikan, atau berdasar upah standar profesi tersebut. Jika terjadi konflik antara seorang pekerja dengan majikannya, kasus tersebut bisa diajukan pada qadhi (hakim) sebagai representasi dari negara. Hakim akan menyelesaikan konflik tersebut berdasarkan akad yang terjadi di antara kedua pihak. Pihak yang bersalah akan diberi sanksi.

Pada masa Umar bin Khaththabra. terjadi peristiwa pencurian unta. Beberapa pembantu Hatib bin Abi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik orang dari Muzainah. Khalifah Umar melepaskan beberapa pembantu Hatib tersebut dari tuduhan pencurian setelah mengetahui kalau mereka melakukan itu untuk sekadar mencari hidup.

Amirul Mukminin bahkan meminta Abdurrahman, anak Hatib, untuk membayar dua kali lipat harga unta orang Muzainah yang dicuri beberapa pembantu Hatib tersebut. ”Pergilah Abdurrahman dan berikan kepadanya (orang Muzainah pemilik unta) delapan ratus, dan bebaskan anak-anak muda itu pencuri itu dari tuduhan pencurian, sebab Hatib yang telah memaksa mereka mencuri: mereka dalam kelaparan dan sekadar mencari hidup,” kata Khalifah Umar. Inilah sanksi yang diberikan Sang Khalifah bagi majikan yang tidak memberi upah yang layak pada pekerjanya.

Dengan sistem pengupahan yang adil, pekerja hidup sejahtera dalam khilafah. Pekerja diupah berdasarkan manfaat yang diberikannya. Jika upah tersebut tak mencukupi kebutuhan dasarnya, negara akan memberi santunan dari dana zakat dan lainnya di baitumal.

Pengusaha juga senang hidup dalam Khilafah karena dia mendapat manfaat dari pekerja dan tidak dibebani untuk menanggung biaya hidup sang pekerja seperti pendidikan dan kesehatan. Kesejahteraan pekerja adalah tanggung jawab negara. Demikianlah sistem khilafah hadir memberi solusi bagi buruh dan pengusaha sehingga keduanya bisa hidup sejahtera.
Wallahua’lamBishowab

Penulis: Elis Herawati (Ibu Rumah Tangga)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos