Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Menghadapi Pandemi, Tak Cukup Hanya dengan Doa

780
×

Menghadapi Pandemi, Tak Cukup Hanya dengan Doa

Sebarkan artikel ini
Hamsina Halik, A. Md. (Pegiat Revowriter)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Dalam menyikapi kondisi melonjaknya angka Covid-19 di Indonesia, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), yaitu Abdul Halim Iskandar mengirimkan surat resmi kepada kepala desa, pendamping desa, dan warga desa untuk menggelar doa bersama. Beliau mengatakan, “Doa bersama dilakukan bersama keluarga di rumah masing-masing”. Kemudian, berdoa bersama keluarga diharapkan digelar secara rutin di desa-desa, yang dimulai serentak pada minggu (04/07/2021), pukul 18.00 waktu setempat di kediaman masing-masing (Detik.com, 03/07/2021).

Selain itu, himbauan doa bersama juga datang dari Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang telah mengikuti zikir dan doa bersama untuk kesehatan dan keselamatan masyarakat Jabar (kompas.com, 10/7/2021).

Benar, bahwa ketika seorang muslim dirundung duka, ujian ataupun musibah, maka doa akan menjadi senjatanya untuk menguatkan diri dalam menghadapinya. Sebab, disaat itu dirinya berada dititik jenuh dan merasa bahwa hanya Allah-lah satu-satunya tempat untuk mengadu dan memohon pertolongan.

Rasulullah SAW bersabda, “Doa adalah senjata orang beriman dan tiangnya agama serta cahaya langit dan bumi.” (HR. Hakim dan Abu Ya’la)

Adanya imbauan doa bersama ini membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, butuh pertolongan Allah SWT. Adanya berbagai musibah yang ditimpakan pada manusia, termasuk wabah covid-19 ini sejatinya untuk memberi peringatan dan mengembalikan kesadaran pada diri manusia terhadap kekuasaan Allah SWT. Menguatkan keyakinan bahwa tak ada satu musibah pun yang terjadi tanpa kehendak Allah. Virus maupun bakteri penyebab wabah merupakan ciptaan-Nya yang juga tunduk kepada-Nya.

“Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Barangsiapa dihinakan Allah, tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki”. (TQS. Al Hajj-18)

Berujung Kegagalan?

Sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa berbagai kebijakan telah ditetapkan oleh penguasa dalam mencegah penyebaran covid-19 ini. Mulai dari 3T (testing, tracing, and treatment) hingga 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi).

Versi 5M yang kedua menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Widyastuti adalah “man” (sumber daya manusia atau SDM), money (pendanaan), material (sarana dan prasarana), method (metode), dan machine (mesin). (tirto.id, 20/01/2021).

Namun, sangat disayangkan upaya tersebut tak kunjung berhasil menekan laju penyebaran virus covid-19. Justru sebaliknya naik tajam. Membuat siapa pun khawatir akan serangan virus ini. Melonjaknya kasus covid-19 ini tentu tak terjadi begitu saja. Ada alasan yang menyertainya. Ditengah berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah, sebagaimana yang disebutkan di atas, faktanya masih banyak masyarakat yang belum mematuhi kebijakan 5M tersebut.

Apalagi sejak awal, nampak pemerintah tak tegas dan inkonsisten dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Menunjukkan penguasa lebih cenderung mementingkan keuntungan materi dengan dalih penyelamatan ekonomi, sementara penyelamatan nyawa rakyat tak menjadi prioritas. Sebut saja, ditengah penerapan PPKM Darurat, di saat rakyat harus mengurangi aktivitasnya di luar rumah, pedagang-pedagang kecil dibatasi, tempat ibadah banyak yang tutup, namun disisi lain TKA boleh masuk. Sebagaimana dilansir dari antaranews.com (5/7/2021) 46 TKA asal Tiongkok tiba di Sulawesi Selatan.

Hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang diambil dalam sistem kapitalis saat ini, tak mampu menyelesaikan wabah dengan maksimal. Sistem yang mengandalkan aturan buatan akal manusia terbukti lemah, meniadakan aturan Allah dalam kehidupan dan hanya menguntungkan para kapital.

Tak Hanya Keluarga, Tapi Juga Penguasa

Imbauan gerakan keluarga berdoa kepada Allah SWT agar wabah ini segera diangkat. Namun, imbauan ini tak seharusnya hanya ditujukan pada keluarga saja, tapi juga kepada penguasa sebagai pengambil kebijakan. Merekalah penentu utama atas tindakan apa yang tepat diambil untuk mengatasi wabah. Selain itu penguasa adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya diakhirat kelak.

Maka, sudah selayaknya lah penguasa berikhtiar dan berdoa dengan sungguh-sungguh memohon kepada Allah SWT diberikan petunjuk agar kebijakan yang diambilnya tak lagi menyesatkan dan menyusahkan rakyat. Dan jika benar membutuhkan pertolongan-Nya, maka tak hanya sekadar doa yang dilakukan. Melainkan, bertaubat dengan sungguh-sungguh atas seluruh rakyat dan penguasa dengan kesungguhan untuk kembali berhukum pada hukum-Nya secara kaffah. Kembali menjadikan Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan. Tak hanya dalam level individu tapi juga negara secara struktural.

Allah SWT berfirman:
“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini?” (TQS. al Maidah: 50)

Dengan demikian, Sebaik-baik hukum dalam mengatur dan menyelesaikan problematika manusia adalah hukum Allah SWT. Dan sebaik-baiknya pembuat hukum adalah Allah SWT, maka manusia harus patuh dan tunduk atas hukum yang telah Allah tetapkan. Ini sebagai bukti keimanan dan ketakwaan seseorang sebagai hamba-Nya, jika benar kita beriman pada-Nya.

Wallahu a’lam

Penulis : Hamsina Halik, A. Md. (Pegiat Revowriter)

Editor : YUSRIF

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos