TEGAS.CO., KENDARI – Bersama Kepala daerah kepulauan se-Indonesia, Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Ali Mazi menghadiri diskusi pemantapan arah Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan salah satu hotel ternama di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Dalam diskusi mengemuka perlunya melanjutkan RUU ke tingkat Pemerintah dan DPR, dan dilakukan sejumlah langkah-langkah,
yaitu memperbaiki rancangan dengan menghapus bagian-bagian yang tumpang tindih dengan Undang-Undang (UU) yang sudah ada, termasuk UUD 1945.
Jika nantinya RUU ini disahkan bisa menjawab persoalan pembangunan di daerah kepulauan, termasuk wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan pulau-pulau terluar yang selama ini masih sangat tertinggal dari daerah-daerah lain, demi kemajuan masyarakat dan wilayah di seluruh wilayah kepulauan dalam bingkai NKRI dan menjadi poros maritim dunia.
Manfaat lainnya nantinya ketika menjadi UU diantaranya, alokasi APBN yang berkeadilan, mendorong pendayagunaan pada potensi ekonomi. Di mana saat ini pemanfaatan ekonomi maritime baru 15 persen, dan membangun sentra pertumbuhan ekonomi baru di pulau-pulau kecil, terluas hingga seluruh wilayah NKRI.
“Ada tujuh isu krusial, yaitu kelautan dan perikanan, perhubungan, energi dan sumber daya mineral, pendidikan tinggi, kesehatan, perdagangan antarpulau dalam skala besar dan isu ketenagakerjaan,” ucap Direktur Utama Tempo Azul.
RUU Daerah Kepulauan saat ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023, sehingga perlu ada kesatuan Provinsi yang tergabung dalam badan kerja sama Provinsi Kepulauan untuk mencapai tujuan bersama, olehnya itu, perlu keadilan dan pemerataan pembangunan.
Selanjutnya RUU dibahas dan ditindaklanjuti dalam bentuk kekhususan dan penetapan wilayah kepulauan. Setelah itu, diarahkan untuk mendapatkan persamaan hak dan kewajiban antara daerah kepulauan dan daerah daratan.
Terakhir, mefokuskan RUU Daerah Kepulauan pada tiga hal utama, yakni kewenangan mengelola wilayah, sistem pemerintahan dan anggaran.
RUU Daerah Kepulauan hadir karena semangat untuk pemerataan pembangunan antara daerah berbasis daratan atau continental dan daerah berbasis kepulauan atau perairan.
Seperti diketahui, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), dinilai tidak cukup memadai mengakomodasi aspirasi delapan Provinsi berciri kepulauan yaitu Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tengara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sultra, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara.
Untuk mengubah semua potensi ekonomi kelautan menjadi kontribusi nyata, perlu strategi dan kebijakan yaitu dukungan regulasi dan kebijakan. Maka pengesahan RUU tersebut adalah pintu masuk (entry point) pembangunan daerah-daerah kepulauan.
REDAKSI
Komentar