Memutus Mata Rantai Covid-19, Cukupkah Dengan Disiplin Protokol Kesehatan?

Eva Izzatul Jannah

Penularan virus Covid-19 masih terjadi di sebagian besar wilayah Sultra. Gugus Tugas penaganan Covid-19 mencatat, pada Jumat (10/7/2002) telah mencapai 500 kasus. Upaya disiplin warga untuk menerapkan protokol kesehatan sangat dibutuhkan dalam memutus mata rantai penularan. (Telisik.id, 10/07/2020)

Sementara itu, di tengah pemberlakuan new normal, masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa. Pemberlakuan new normal menjadi kelapangan tersendiri bagi masyarakat. Pasalnya, selama beberapa bulan belakangan mereka nyaris lumpuh. Tidak melakukan aktivitas apa pun di luar rumah. Segalanya dilakukan dari rumah.

Iklan KPU Sultra

Lain halnya dengan masyarakat menengah ke bawah. Mereka masih harus melakukan aktivitas kerja di luar rumah. Pilihan itu diambil untuk menjemput nafkah bagi keluarganya. Kondisi hidup yang serba sulit dan ekonomi masyarakat yang carut marut, kontras membuat panik masyarakat. Mengharuskan mereka bekerja di tengah kasus wabah yang meninggi.

Bekerja di luar rumah beresiko tertular wabah. Berdiam diri di dalam rumah pun beresiko membahayakan jiwa. Sebab, tidak ada biaya hidup dan pasokan kebutuhan pokok yang cukup. Sementara itu, pemberian bantuan pun tak merata kepada masyarakat. Jadilah mereka bak buah simalakama. Dimakan mati mama tidak dimakan mati bapak. Dilema parah mengancam eksistensi dan keberlangsungan hidup masyarakat.

Oleh karena itu, ketika kebijakan new normal dikeluarkan, masyarakat dapat sedikit bernafas legah. Meskipun pada kenyataannya tiada jaminan bebas dari terpaparnya wabah ini. Sebab, kebijakan new normal dikeluarkan di tengah kasus Covid-19 yang masih tinggi-tingginya.

Untuk menjaga hal demikian, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, dr. Laode Wayong Rabiul Awal mengingatkan, kemungkinan masih ada kasus positif yang belum teridentifikasi dan berada di tengah masyarakat. Penerapan protokol kesehatan menjadi kunci untuk menjawab kemungkinan yang paling benar agar tidak tertular. Dengan demikian, penularan Covid-19 dapat lebih terkendali dengan cepat.

“Setiap orang harus mematuhi untuk menjaga jarak. Setiap orang harus mematuhi untuk menggunakan masker dengan cara yang benar dan setiap orang harus rajin mencuci tangan. Kalau tidak, maka akan sangat mungkin untuk terinfeksi dan kemudian akan menambah kasus positif,” pesannya. (Telisik.id, 10/07/2020)

Namun, apakah persoalan memutus rantai penularan Covid-19 ini menjadi sesederhana itu? Menjadi tuntas jika masyarakat sadar dan disiplin melakukan protokol kesehatan! Ternyata tidak sesederhana itu persoalannya.

Kondisi masyarakat saat ini dihadapkan dengan persoalan yang kompleks. Modal disiplin saja belum bisa menjadi solusi jitu memutus rantai penularan wabah. Arus pergerakan masyarakat dengan bebas dilakukan di mana-mana. Terutama tempat-tempat keramaian seperti pasar, mode transportasi (darat, udara, dan laut), pusat perbelanjaan (mol), ataupun tempat wisata.

Seruan disiplin kepada masyarakat tidak dibarengi dengan kebijakan pembatasan aktivitas yang mengundang perkumpulan banyak orang. Meskipun sudah ada perintah untuk menjaga jarak dan lain-lain.

Pada akhirnya ada saja oknum masyarakat yang seakan memandang remeh protokol kesehatan. Sikap demikian menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat. Pada berbagai anjuran dan kebijakan pemerintah daerah sampai pusat.

Berbagai kebijakan dibuat silih berganti. Hingga membuat bingung rakyat. Sebab, kebijakan yang satu belum mampu memutus rantai wabah, telah berganting lagi dengan kebijakan yang lain. Belum lagi, kebijakan tidak diberlakukan merata dari pusat sampai daerah. Alhasil, masyarakat memang beranggapan saat ini kehidupan sudah dalam kondisi normal dan wabah Covid-19 telah benar-benar pergi.

Islam: Solusi Tuntas dalam Memutus Mata Rantai Covid-19

Islam merupakan agama yang sempurna. Sehingga, segala persoalan kehidupan manusia ada penyelesaiannya. Memberikan solusi yang solutif, bukan asal-asalan apalagi tambal sulam. Menyelesaikan masalah sesuai fakta persoalan, tuntas, manusiawi, dan melestarikan kehidupan.

Dalam menangani masalah pandemi, Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok publik. Selain itu, Islam pun berpandangan bahwa keselamatan nyawa manusia lebih utama daripada nilai materi (ekonomi).

Dengan demikian, pemecahan masalah pandemi dalam Islam meniscayakan terwujudnya dua tujuan pokok penanggulangan pandemi dalam waktu yang relatif singkat. Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar area terjangkit wabah. Kedua, memutus rantai penularan secara efektif dan cepat. Sehingga, setiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian.

Tujuan pokok tersebut tercermin pada lima prinsip Islam dalam memutuskan rantai penularan wabah.

Pertama, penguncian area wabah (lockdown). Sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw. yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim)

Prinsip ini sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan wabah. Sebab, menutup rapat celah penularan. Baik kepada yang sudah terinfeksi tetapi belum diketahui dengan baik karakteristik kuman dan manivestasi klinisnya, maupun dari yang terinfeksi tanpa gejala. Selain itu, menjamin masyarakat di luar area wabah tercegah dari kasus impor dan dapat beraktivitas seperti biasa.

Kedua, pengisolasian bagi yang sakit. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari).

Prinsip kedua ini memberlakukan tes massif yang cepat dengan hasil akurat kepada setiap orang yang berada di area wabah. Sebab, mereka semua berpotensi terinfeksi dan berisiko sebagai penular. Selanjutnya, yang positif terinfeksi harus segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh.

Ketiga, menyegerakan pengobatan. Pengobatan segera dilakukan hingga sembuh bagi setiap orang yang terinfeksi meski tanpa gejala. Sebab, setiap penyakit dapat disembuhkan, sebagaimana tutur lisan yang mulia Rasulullah Saw. yang artinya, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.”

Keempat, social distancing. Yakni orang yang sehat di area wabah hendaklah menghindari kerumunan. Sebab, wabah ibarat api. Kuman yang penularannya antarmanusia, akan menjadikan kerumunan manusia sebagai sarana penularan.

Kelima, penguatan imunitas (daya tahan) tubuh. Manusia yang sehat jika berada di area wabah lebih berisiko terinfeksi. Kondisi kuman di area wabah relatif tinggi. Sementara manusia dan kondisi imunitasnya adalah penentu terjadinya infeksi.

Semua dapat dilakukan dengan cara menjaga pola hidup sehat sesuai syariat. Hal ini jelas membutuhkan jaminan langsung negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Bahkan, pengadaan masker yang sesuai standar kesehatan.

Dengan demikian, pelaksanaan kelima prinsip tersebut secara bersamaan meniscayakan kehidupan di area wabah berlangsung secara normal. Selain itu, pemutusan rantai penularan berjalan secara efektif dan secepat mungkin. Sehingga, setiap orang dapat tercegah dari bahaya infeksi dan kondisi yang mengantarkan pada kematian.

Inilah solusi yang diharapkan. Negara hadir di tengah masyarakat sebagai pelayan umat. Menjalankan kebijakan yang memberi solusi menyeluruh dalam menyelesaikan dan memutus mata rantai wabah. Didukung pula oleh masyarakat yang senantiasa sadar dan disiplin semata menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Wallahu a’alam bishshawab.

Oleh: Eva Izzatul Jannah
Member Akademi Menulis Kreatif