Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Guru Apa Kabarmu?

735
×

Guru Apa Kabarmu?

Sebarkan artikel ini
Fitri Suryani, S. Pd. (Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)
Fitri Suryani, S. Pd.
(Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)

TEGAS.CO., NUSANTARA – 25 November bangsa tercinta ini biasa memperingati Hari Guru. Tentu banyak kisah bagaimana perjuangan para guru dalam mengajar dan mendidik siswanya dengan harapan mereka dapat menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang.

Hari Guru adalah hari untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru, dan diperingati pada tanggal yang berbeda-beda bergantung pada negaranya. Di beberapa negara, hari guru merupakan hari libur sekolah.

Hari Guru Nasional pun diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi, dan dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dan pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. Guru di Indonesia dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hari Guru Nasional ditetapkan Presiden Soeharto pada tanggal 25 November 1994, dengan sebuah Keputusan Presiden, yaitu Kepres Nomor 78 tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional.
(Wikipedia.org)

Namun di balik peringatan hari guru tersebut, tidak sedikit cerita duka yang kadang di hadapi oleh para guru tersebut. Sebagaimana kasus tiga pelajar SMA Negeri 1 Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT, ditangkap aparat kepolisian lantaran menganiaya gurunya sendiri, Yelfret Malafu (45)

Pejabat Humas Polres Kupang Aipda Randy Hidayat mengatakan, awalnya sang guru menegur ketiga siswa tersebut karena belum mengisi absen kelas. Tak terima dengan teguran itu, ketiganya langsung menganiaya sang guru, bahkan hingga terjatuh. Randy juga mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan kasus penganiayaan guru tersebut, ketiga pelaku tidak hanya memukul, tetapi juga sempat menginjak kepala sang guru, lalu melemparnya dengan kursi dan batu. Akibat penganiayaan itu, guru Yelfret Malafu mengalami luka-luka lebam di sekujur tubuh (Liputan.com, 05/03/2020).

Tidak kalah miris dengan kasus di atas, siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Manado berinisial FL (16) tikam gurunya bernama Alexander Pengkey (54) hingga tewas, Senin (21/10/2019). FL merupakan siswa SMK Ichthus, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara. Kejadian tersebut itu terjadi pada sekitar pukul 09.30 Wita di Kompleks SMK Ichthus, Kelurahan Mapanget Barat Lingkungan I, Kecamatan Mapanget.

Polisi sudah memintai keterangan beberapa saksi. Di antaranya Kepala SMK Ichthus KL alias Katarina. Ia menjelaskan, awalnya korban Alexander menegur beberapa siswanya yang sedang merokok di lingkungan sekolah, yakni siswa berinisial C, FL dan OU. Selanjutnya, salah seorang guru berinisial AD menyuruh pelaku FL untuk pulang. Beberapa saat kemudian pelaku FL datang kembali ke sekolah dengan membawa senjata tajam jenis pisau. Tanpa basa-basi pelaku langsung menikam tubuh korban (Kompas.com, 21/10/2019).

Kedua kasus tersebut merupakan secuil fakta, bagaimana perlakukan siswa atas gurunya yang sungguh tak sepantasnya dilakukan anak didik kepada gurunya. Kasus tersebut pun tak menutup kemungkinan jumlahnya lebih banyak lagi yang tak terekspose oleh media.

Karenanya, sungguh amanah menjadi seorang guru bukanlah perkara yang mudah. Di pundak mereka diharapkan mampu membantu tugas orang tua dalam membentuk anak didik yang tak hanya pintar secara akademis, namun lebih dari itu memiliki budi pekerti yang luhur. Harapannya agar generasi yang akan datang bisa lebih baik lagi.

Dari itu, seyogianya tugas mengajar dan mendidik tak cukup jika hanya diserahkan pada lingkungan sekolah dalam hal ini guru. Karena sesungguhnya, hal itu perlu adanya sinergi antara peran lingkungan keluarga khususnya orang tua, apalagi orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama. Begitu juga peran lingkungan masyarakat, di mana lingkungan tersebut merupakan tempat mereka bergaul dan tak bisa dipungkiri dari situ mereka dapat terpengaruh dengan berbagai hal, baik yang bersifat positif maupun negatif.

Selain itu, peran negara pun turut andil dalam menjadikan generasi penerus bangsa ke depannya menjadi lebih baik yang tak hanya cerdas secara sains dan teknologi, tetapi cerdas pula secara spiritual. Mengapa demikian? Karena negara memiliki wewenang dalam menentukan arah kebijakan di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh negara memiliki kebijakan dalam mengendalikan apa saja tayangan-tayangan yang dapat ditampilkan di media, baik online maupun offline. Sebab, sulit dipungkiri bahwasanya saat ini berbagai kalangan dari anak-anak hingga dewasa sangat mudah sekali untuk mengakses media-media yang berbau kekerasan bahkan tindakan asusila yang tak layak ditonton, seperti adegan ranjang laki-laki dan perempuan. Miris!

Maka dari itu, sungguh penghargaan terhadap guru merupakan sesuatu yang tak dapat diukur dengan materi. Mengingat besarnya amanah yang mereka emban. Guru pun merupakan salah satu aspek terbesar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu yang mulia.

Untuk itu, sudah sepatutnya seorang murid berlaku baik kepada gurunya, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Karena hal itu akan berpengaruh terhadap ilmu yang ia dapatkan. Sebagaimana DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”

Pun para Salaf, suri teladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Oleh karena itu, tidak mudah mengondisikan anak didik memiliki budi pekerti yang luhur jika minim sinergi antara peran keluarga, masyarakat dan negara. Karena itu, mari bersama membangun anak didik yang lebih baik, agar generasi negeri tercinta ini tidak hanya cerdas secara sains dan teknologi, tapi juga memiliki akhlak yang mulia.

Penulis: Fitri Suryani, S. Pd.
(Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)
Editor: H5P

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos