Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Moderasi Beragama, Untuk Apa?

2647
×

Moderasi Beragama, Untuk Apa?

Sebarkan artikel ini
Yusrah Ummu Shifa

Menteri Agama Fachrul Razi, kembali mengeluarkan pernyataan yang memicu polemik di tengah-tengah ummat. Kali ini terkait dengan ajaran Islam yang dianggap tidak lagi relevan di Indonesia.
Beliau menyatakan, telah melakukan review 155 buku pelajaran. Konten yang bermuatan radikal dan ekslusivis dihilangkan. Moderasi agama harus dibangun dari sekolah. Kata Fachrul Razi dalam keterangan resminya, dikutip dari laman berita cnnindonesia. (2/7/2020).

Pernyataan senada datang dari direktur kurikulum, sarana, kelembagaan dan kesiswaan (KSKK) madrasah pada kementrian agama, Umar, mengatakan, setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan, dan toleransi juga dihilangkan. Karena kita mengedepankan Islam Wasathiya. (republika.co.id)

Tudingan Serius
Dalam buku hasil revisi tersebut, menurut Menteri Agama masih akan dibahas materi khilafah. Namun, buku-buku tersebut akan memberikan penjelasan bahwa sistem pemerintahan Islam tidak lagi relevan di Indonesia.

Pernyataan tersebut mendapat tanggapan keras dari Ustadz Muhammad Ismail Yusanto-Direktur Yayasan Pendidikan Insantama.
“Menyatakan khilafah tak lagi relevan di Indonesia, dalil Qur’an dan haditsnya apa? Yang pasti, ajaran jihad dan sistem pemerintahan itu bagian dari Islam dan syariat Islam itu untuk seluruh ummat manusia di mana pun berada, termasuk di negeri ini,” tegasnya. (mediaumat.news, 3/7/2020).

Jelaslah, moderasi Islam adalah pesanan dari musuh-musuh Islam untuk memperlemah umat Islam sendiri. Karena ajaran Islam dipilah-pilah, sesuai dengan kemauan mereka. Parahnya lagi, yang membahayakan eksistensi penguasa, disebut sebagai tidak moderat dan ajaran radikal yang wajib ditolak. Islam selanjutnya diajarkan kepada anak-anak didik sesuai dengan apa yang diinginkan. Materi jihad dan khilafah yang dianggap radikal dan bertentangan dengan moderasi beragama pun dihapuskan. Padahal bagaimana mungkin seorang muslim bisa seperti itu? Karena dalam ajaran Islam, seorang itu dituntut untuk menjadi muslim sesungguhnya, yaitu muslim yang kaffah.

Sebagaimana dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala menegaskan :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al-Baqarah:208).

Berdasarkan sejarah, Indonesia bisa menerima Islam berikut dengan khilafahnya. Kesultanan-kesultanan di Nusantara, zaman dulu sebagian terhubung langsung ke khilafah. Apalagi ajaran Islam itu akan selalu relevan dalam setiap waktu dan tempat. Mengatakan khilafah tidak relevan lagi, berarti menuduh Allah Ta’ala mengeluarkan risalah yang tidak pas pada manusia di suatu tempat pada suatu waktu. Sama halnya menganggap Allah Ta’ala memiliki kelemahan karena membuat aturan yg tidak relevan untuk manusia.

Lebih dari itu, bukankah ajaran Islam tentang jihad yang telah membuat Islam berkembang diseluruh dunia termasuk Indonesia? Dengan semangat jihad, para pahlawan dulu berjuang melawan Belanda. Bagaimana bisa, sekarang setelah kita merdeka, yang merdekanya atas berkat rahmat Allah Ta’ala, lalu kita menggusur ajaran Islam yang telah mengantarkan kita pada kemerdekaan itu?!
Sebagai seorang muslim, yang dituntut berislam secara kaffah, kita wajib prihatin.

Beberapa waktu mendatang, saat ajaran Islam yaitu jihad dan khilafah dikaburkan dengan penjelasan-penjelasan yang tidak sesuai dalil al-Qur’an dan hadits, bukan tak mungkin lahir generasi yang rapuh. Ketika negeri ini diserang, mereka gagap bahkan untuk sekedar bertahan. Meski dimobilisasi untuk berjihad, mereka malah bakal mempertanyakan tentang urgensi jihad. Bila sudah demikian, jangan salahkan mereka, sebab mereka tidak paham dan tidak pernah dipahamkan. Akibat di buku-buku pelajarannya, tidak ada pembahasan kedudukan jihad dalam Islam.

Kembali Pada Ajaran Islam
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan. Karena itu, keimanan dan ketaqwaan juga akhlaq mulia akan menjadi mutlak untuk ditanamkan kepada anak didik. Halal haram pun menjadi standar perbuatan. Dengan begitu, anak didik dan masyarakat akan selalu mengaitkan seluruh peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaan pada Sang Pencipta. Upaya untuk menegakkan moderasi dalam Islam dengan sendirinya tertolak bahkan wajib ditinggalkan jauh-jauh di belakang umat.

Alhasil, pendidikan Islam dalam bingkai syariah yang kaffah akan menghasilkan pribadi muslim yang taat kepada Allah Ta’ala, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ajaran Islam termasuk jihad dan khilafah akan menjadi standar dan solusi yang bisa menjawab segala persoalan dalam kehidupan manusia. Cukuplah firman Allah SWT berikut,
“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.” (QS Al An’aam:114)
Wallaahu a’lam.

Oleh : Yusra Ummu Izzah (Pendidik Generasi)

error: Jangan copy kerjamu bos