Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Tahun Baru Hijriah kok Rame “Khilafah”?

943
×

Tahun Baru Hijriah kok Rame “Khilafah”?

Sebarkan artikel ini
Tahun Baru Hijriah kok Rame "Khilafah"?
Zulhilda Nurwulan, S.Pd.

Momentum tahun baru hijriah yang tahun ini bertepatan dengan 1 September 2019 telah banyak menarik perhatian masyarakat khususnya di jagat dunia maya. Ada satu istilah yang menjadi sorotan masyarakat dunia maya pada perhelatan tahun baru Islam di tahun ini, apakah itu? Dialah “Khilafah”.

Istilah ini menjadi trending topik di twitter dalam satu hari dan semakin bertambah dari pagi hingga malam hari.

Dilansir dari Viva.co.id, Minggu, 1 September 2019, pukul 12.50 WIB, media sosial Twitter dibanjiri pesan dengan tagar bertema khilafah dan hijrah: #WeWantKhilafah, #KhilafahWillBeBack, #HijrahMenujuIslamKaffah, #MomentumHijrahSyariahKaffah.

Peringatan tahun baru hijriah tidak terlepas dari makna hijrah secara syar’i yang sampai hari ini belum sempat ditunaikan oleh kaum muslimin yakni mewujudkan khilafah.

Hakikat hijrah adalah berpindah atau berubah. Berubah dari sesuatu yang buruk mengarah kepada sesuatu yang lebih baik. Apa yang mau diubah pada tahun baru hijriah hari ini?

Sistem kapitalis sekuler yang selama ini diterapkan di Indonesia sudah sangat menghancurkan masa depan dan cita-cita masyarakat khususnya kaum muslimin.

Sistem yang diadopsi dari kaum barat tidak sepantasnya diterapkan di negara yang notabene bermasyarakatkan mayoritas muslim. Hal ini hanya akan menginjak-injak hak kaum muslimin, karena kebahagiaan hanya difokuskan untuk para pemegang modal yang dalam hal ini adalah bangsa asing.

Sudah sepatutnya sistem Islam ditegakkan di negeri mayoritas kaum muslimin. Istilah khilafah yang dulunya hanya terdengar dari mulut para pengemban dakwah ideologis kini merambah hingga ke masyarakat umum.

Orang-orang sudah berani bicara khilafah. Istilah ini seolah tidak asing lagi ditelinga kaum muslimin. Hal ini merupakan reaksi umat yang sudah muak dengan sistem kapitalis sekuler yang selama ini diterapkan.

Jika menelisik lebih jauh, ummat sudah sangat merindukan kedamaian juga kesejahteraan sehingga mereka pun menerima ide-ide islam yang selama ini digaungkan oleh beberapa aktivis maupun ormas-ormas islam. Maraknya pengibaran bendera tauhid dan penyebaran atribut-atribut Islam makin menambah eksistensi dari istilah khilafah ini.

Lantas, apakah definisi khilafah ini?

Secara bahasa, Khilafah (bahasa Arab: الخلافة‎, Al-Khilāfah) didefinisikan sebagai sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Dilansir dari Liputan6.com, arti Khilafah secara bahasa dapat diartikan sebagai penguasa atau pemimpin, dapat juga diartikan sebagai pengganti. Arti Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Orang yang memimpinnya disebut khalifah.

Secara umum, sebuah sistem pemerintahan bisa disebut sebagai Khilafah apabila menerapkan Islam sebagai Ideologi, syariat sebagai dasar hukum, serta mengikuti cara kepemimpinan Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun dengan penamaan atau struktur yang berbeda, namun tetap berpegang pada prinsip yang sama, yaitu sebagai otoritas kepemimpinan umat Islam di seluruh dunia.

Melihat kondisi Indonesia hari ini, momentum tahun baru hijriah sangat tepat digunakan untuk mengubah pandangan umat tentang sistem yang diterapkan di Negara ini saat ini.

Kesadaran umat akan kerusakan sistem kapitalis-sekuler yang banyak menyengsarakan rakyat dari berbagai sisi sangat mendukung perwujudan penerapan sistem islam di negeri-negeri kaum muslimin salah satunya Indonesia.

Sistem kapitalis-sekuler yang secara jelas memisahkan urusan agama dengan  kehidupan menyisakan banyak problematika ditengah masyarakat.

Belum lama ini terdapat berita yang sempat viral di media sosial, yaitu mengenai disertasi pelegalan zina diluar nikah yang dibuat oleh seorang doktor dari salah satu kampus negeri di Jawa Tengah. Disertasi ini sempat menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan.

Jika dilihat dari pembuat disertasi ini sangat disayangkan seorang yang  berlabel doktor bahkan berasal dari kampus islam bisa membuat disertasi yang bisa merusak moral umat. Hal ini disebabkan dari pemikiran sekuler sang doktor yang menganggap bahwa islam tidak adil dalam menangani masalah penyaluran naluri masyarakat terhadap lawan jenisnya, sehingga dengan gagapnya ia membuat disertasi abal-abal semacam ini. Naudzubillah min dzalik.

Akan tetapi disertasi ini langsung di tolak oleh pihak MUI karena dianggap hal ini tidak sesuai dengan alquran dan as-sunnah serta menyalahi ijma ulama (kesepakatan ulama). Berdasarkan pernyataan MUI pada Tirto.id, Selasa 3 September 2019, hal ini masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang dan dapat merusak moral ummat dan bangsa.

Pemikiran-pemikiran semacam inilah yang harus dihindari oleh masyarakat muslim agar mereka tetap terjaga dalam bingkai islam yang sempurna sehingga masyarakat terhindar dari sikap amoral yang bisa merusak hubungan mereka dengan Rabb nya. Akan tetapi hal ini membutuhkan pendidikan yang cukup serta pendekatan islam yang massif yang tidak lepas dari penerapan sistem yang benar.

Dalam hal ini patutlah diterapkan sistem islam yang mampu menjadi junnah (pelindung) bagi masyarakat agar kehidupan masyarakat makin terarah dan hubungan manusia dengan sang khalik sebagai pencipta makin erat terjalin. Insyaa Allah.

ZULHILDA NURWULAN, S.PD

error: Jangan copy kerjamu bos