Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

BBM dan Gas Naik, Rakyat Makin Panik

1108
×

BBM dan Gas Naik, Rakyat Makin Panik

Sebarkan artikel ini
BBM dan Gas Naik, Rakyat Makin Panik

TEGAS.CO,. NUSANTARA – PT Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM non subsidi, Minggu (10/7/2022). Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite serta LPG non subsidi seperti Bright Gas.

Pertamina beralasan kenaikan harga mengacu pada harga minyak saat ini. Mereka juga menilai kenaikan harga sesuai aturan yang berlaku. Penyesuaian ini memang terus diberlakukan secara berkala sesuai dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU). Penyesuaian harga ini dilakukan mengikuti tren harga pada industri minyak dan gas dunia.

Dikutip dari laman resmi Pertamina pada Senin (11/7/2022), Direktur Utama PT Pertamina, yaitu Nicke Widyawati berujar jika kenaikan harga minyak yang sangat tinggi mengakibatkan beberapa negara mengalami krisis energi.

Tantangan terberatnya adalah di sektor hilir. Dimana harga keekonomian produk meningkat tajam.

Pemerintah Republik Indonesia bahkan menetapkan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji yang sangat rendah di tengah melonjaknya harga gas dan minyak dunia. (sulbartribunnews.com, 11/07/2022)

Banyak opini menganggap kenaikan BBM dan gas non subsidi tidak berdampak pada daya beli masyarakat. Faktanya, BBM dan Gas bersubsidi sendiri makin dibatasi persediaan dan cara membelinya maka kenaikan ini jelas berpengaruh pada naiknya pengeluaran, ditambah lagi harga kebutuhan pokok lainnya sudah lebih dulu naik sehingga membuat masyarakat semakin panik.

Diketahui, hingga saat ini nyaris 75% kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari impor. Sementara untuk kebutuhan LPG, impor mencapai 80%. Adapun alokasi subsidi energi pada 2022 mencapai Rp134 triliun, terdiri dari BBM dan LPG Rp77,5 triliun serta listrik Rp56,5 triliun.

Kondisi inilah yang mendorong pemerintah melakukan berbagai cara. Mulai dari pembatasan penggunaan BBM dan gas bersubsidi hingga menaikkan harga BBM dan gas nonsubsidi. Bahkan, penggunaan aplikasi MyPertamina yang nyatanya menyulitkan rakyat banyak itu dituding sebagian kalangan sebagai cara untuk memaksa rakyat beralih ke BBM nonsubsidi

Menaikkan harga BBM dan LPG dengan alasan mengurangi beban APBN tampaknya sudah menjadi narasi klise dari masa ke masa. Alih-alih mencari jalan keluar dari ketergantungan pada impor dan keluar dari opsi menghapus subsidi, pemerintah justru lebih memilih jalan pintas menaikkan harga BBM dan LPG.

Padahal, menaikkan harga BBM dan LPG serta mengurangi subsidi pada kondisi saat ini jelas akan berdampak luas bagi ekonomi masyarakat banyak. Inflasi pasti terjadi. Harga-harga barang dan jasa dipastikan terkerek naik.

Padahal, Indonesia masih terhitung sebagai negara dengan potensi energi tinggi, termasuk sumber-sumber energi alternatif selain BBM dan LPG. Tercatat potensi minyak mentah Indonesia termasuk yang terbesar di Asia Tenggara. Potensi gasnya bisa dikatakan yang terbesar di Asia. Begitu pun dengan sumber-sumber energi lain yang dengan kemajuan teknologi bisa dikembangkan menjadi energi substitusi, seperti energi panas bumi, tenaga nuklir, surya, air, dan lain-lain.

Semestinya, semua potensi ini benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya agar ketergantungan pada impor bisa ditekan, bahkan dihilangkan. Nantinya, masyarakat bisa mengakses energi dengan harga yang seminim-minimnya.
Hanya saja, untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi ini, pemerintah tentu harus serius melakukan pembangunan infrastruktur penunjang, sekaligus serius mendorong pengembangan teknologi demi terwujudnya visi ketahanan dan kedaulatan energi jangka panjang. Jadi, bukan malah fokus pada pengembangan sektor-sektor non strategis seperti saat ini. Apalagi dengan investasi jor-joran berbasis utang.

Sayangnya, paradigma seperti ini tidak lekat dalam benak para pemangku kebijakan. Menjadi importir justru dipandang lebih nyaman dibanding harus bersusah payah berpikir mencari solusi. Kalaupun berpikir, mereka hanya mau menghitung untung dan rugi hingga akhirnya tega terus-terusan menyunat subsidi.

Oleh karenanya, mahalnya harga BBM dan LPG ini sejatinya terkait dengan soal sistem dan paradigma riayah (pengurusan) umat. Dalam sistem kapitalisme neoliberal saat ini, riba dan liberalisasi adalah penopang ekonomi, sedangkan hubungan negara dengan rakyatnya hanyalah hubungan penjual dengan pembeli.

Beda halnya dalam pengaturan urusan umat berdasarkan syariat, kemaslahatan umat wajib menjadi salah satu visi kepemimpinan yang menuntut penguasa untuk mewujudkan tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pelindung umat demi kesejahteraannya yang melingkupi seluruh bidang kehidupan termasuk ekonomi.

Dalam ekonomi Islam, kepemilikan diatur sedemikian rupa. Diantaranya mengatur sumber daya alam, termasuk energi, merupakan kepemilikan umum. Rasulullah SAW bersabda “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, air, api dan padang gembalaan”. (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)

Oleh karena itu tidak boleh ada pihak yang menghalangi umat mendapatkan hak nya, bahkan oleh negara. Negara dalam hal ini, hanya bertindak sebagai pengelola saja. Itu pun harus memperhatikan prinsip-prinsip syariat.

Meski negara boleh mengambil keuntungan dalam pengelolaanya, tetapi hasil manfaatnya wajib kembali pada rakyat sebagai pemiliknya, baik dengan skema pemanfaatan secara langsung dan gratis, maupun dengan skema subsidi yang memudahkan rakyat mengakses haknya dengan harga murah.

Islam mewajibkan negara menyediakan BBM dan gas secara murah karena hanya mengganti biaya produksi dan Islam menetapkan larangan bagi negara ber’bisnis’ barang kebutuhan dasar rakyat.

Adapun pihak swasta (apalagi asing) tidak diperbolehkan untuk menguasainya karena kondisi ini bisa membuka peluang ketergantungan bahkan penjajahan. Apabila pengelolaan berbasis kapitalisme tidak jarang menimbulkan berbagai kemudaratan seperti munculnya krisis lingkungan. Padahal, urusan kedaulatan dan ketahanan energi, serta kelestarian lingkungan merupakan hal krusial, bahkan wajib dalam syariat.

Walhasil, urusan BBM dan LPG mahal ternyata hanyalah satu dari deretan problem yang akan terus menghantui kehidupan rakyat. Jika kita ingin menyelesaikannya, butuh solusi mendasar dan pasti benar yakni aturan dari sang ilahi.Wallahu’alam

Penulis: RAHMAWATI, S.Pd

Publisher: YUSRIF

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos