Bawang Prei Komoditi Pertanian Paling Tahan Terhadap Paparan Abu Vulkanik

Petani sayuran prei di Gunung Bromo FOTO : sUGENG
Petani sayuran prei di Gunung Bromo FOTO : SUGENG

Tegas.co., PROBOLINGGO JATIM – Pasca Erupsi Gunung Bromo beberapa waktu yang lalu masyarakat petani di lereng gunung bromo yang menanam kentang merugi sampai ratusan juta rupiah dampak dari guyuran abu vulkanik erupsi gunung tersebut.

Bercocok tanam kentang memang membutuhkan biaya yang sangat luar biasa besar, serta perawatannya yang rumit. Maka dari itu harga kentang yang bisa mencapai 15 ribu sampai 25 ribu rupiah perkilogramnya membuat petani kentang banyak yang bercocok tanam, dengan harapan bisa meraup keuntungan yang besar.

Iklan ARS

Namun karena kondisi saat erupsi yang meluluh lantakkan lahan pertanian kentang yang mencapai hampir 85%, saat ini hampir seluruh lahan pertanian di lereng bromo didominasi oleh tanaman pertanian jenis bawang daun atau bawang prei.

Petani memilih bawang prei karena tanaman tersebut lebih tahan terhadap paparan abu vulkanik, disamping itu tidak membutuhkan biaya yang besar serta perawatan yang rumit, harganya pun lumayan menguntungkan petani, harga perkilogramnya bisa mencapai kisaran 3 ribu rupiah/kilogramnya, bibit bawang prei juga tidak sulit di dapat, karena pada saat panen bawang prei disisakan 2 sampai 3 batang saja, setelah itu di biarkan dan hanya di beri pupuk kandang atau pupuk organik, 3 bulan kemudian bisa di panen lagi.

Pemasaran sayuran hasil pertanian juga mudah, karena tiap pagi sudah ada tengkulak yang datang menghampiri petani.

Secara fisik, daun bawang prei yang lancip dan diselimuti semacam bedak berwarna putih serta lurus keatas yang menyebabkan bawang prei tidak mudah rusak walaupun terguyur abi vulkanik, disamping itu bawang prei juga tahan terhadap hantaman hawa belerang yang juga biasanya merusak tanaman lain seperti kubis dan kentang.

Lahan pertanian yang di tanami bawang prei bisa di tanami oleh jenis tanaman sayuran yang lain seperti kubis, sawi, kentang dan lainnya, atau yang lebih di kenal dengan Tumpang Sari,  hal ini lebih menguntungkan dan tentunya memiliki nilai ekonomi yang lebih besar.

Harapan petani di lereng bromo agar ke depan pertanian sayuran juga bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah, karena bagaimanapun pertanian sayur mayur juga bisa di jadikan obyek wisata alternatif di kawasan wisata bromo, yang akan menambah pendapatan warga sekitar.

Mungkin saja dengan di buat samacam wisata edukasi tentang pertanian sayur mayur, atau bentuk lainnya, sehingga kawasan wisata gunung bromo tidak hanya mengandalkan obyek wisata alam berupa pemandangan alam saja tetapi obyek wisata pertanian.

AHMAD SUGENG LAKSONO/MAS’UD