tegas.co., BUTON UTARA – Puluhan aktivis yang tergabung dalam gerakan masyarakat Butom Utara menggugat (GMBM) menyambangi kantor DPRD setempat di Ereke (21/2/2017).
Kedatangan puluhan aktivis ini dikawal ketat dengan Satuan Polisi Pamong Praja Sat Pol PP). Kedatangan sejumlah aktivis pro Buranga tersebut guna mempertanyakan sikap DPRD Butur terkait pemanfaatan Buranga sebagai ibu Kota Kabupaten sesuai Undang-Undang.
Kedatangan sejumlah aktivis tersebut diterima lansung Wakil ketua DPRD Buton Utara, Abdul Salam Sahadia dan anggota komisi II DPRD Butur, La Udu dan Harwis di ruang rapat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buton Utara.
Arzal salah satu aktivis yang mengajukan pertanyaan lebih awal menyampaikan bahwa kedatangan mereka di gedung perwakilan rakyat tersebut untuk meminta sikap dan solusi DPRD Kabupaten Buton Utara terkait pemanfaatan Buranga yang telah sekian lama berpolemik sejak daerah ini dimekarkan 9 tahun lalu hingga kini belum menemukan titik temu.
Jufra aktivis lainya meminta sikap tegas dan keseriusan Pemerintah Daerah melaksanakan perintah undang-undang, bukan hanya sekedar wacana karena persoalan penggunaan Buranga tersebut sangat rentan terjadinya konflik horisontal dan berpotensi melanggar hukum.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buton Utara, Abdul Salam Sahadia, menanggapi aspirasi tersebut, mengaku bahwa memang persoalan ibu kota Kabupaten Buton Utara bukan lagi hal yang baru sehingga tidak ada lagi alasan untuk pemanfaatan Buranga sebagai ibu kota Kabupaten Buton Utara.
DPRD Kabupaten Buton Utara bersama Pemerintah Kabupaten Buton Utara telah berniat dan mengambil langka konkrit bukan hanya sekedar wacana lagi dalam persoalan pemanfaatan Buranga sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton Utara. Salah satu langkah nyata yang telah disepakati adalah pengalokasian anggaran untuk pembangunan fasilitas perkantoran sebagai sarana pelayanan pemerintahan di Buranga.
Tahun ini telah dianggarkan untuk rehabilitasi kantor Bupati di Buranga karena salah satu kendala hari ini fasilitas perkantoran di Buranga dianggap tidak layak lagi untuk ditempati. Sehingga tahun depan tidak ada alasan lagi.
Selain itu juga DPRD Kabupaten Buton Utara telah mengalokasikan anggaran perencanaan kantor DPRD Kabupaten Buton Utara di Buranga sehingga pada tahun 2018 tidak ada alasan lagi untuk pembangunan kantor DPRD Kabupaten Buton Utara di Buranga.
“Seandainya tahun ini anggaran memungkikan kami, akan langsung mendorong sekaligus dua pembangunan kantor di Buranga yaitu kantor Bupati dan kantor DPRD, hanya anggaran tidak memungkikan maka pembangunannya kami anggarkan secara bertahap. Dalam mengimplementasikan undang-undang tidak cukup hanya sekedar wacana, tapi membutuhkan niat yang tulus dan tindakan yang real dan hari ini kita telah lakukan, “terang Abdul Salam Sahadia.
Asron aktivis lainnya juga, menyampaikan aspirasinya persoalan pemanfaatan Buranga tersebut juga dinilai selama ini telah berdampak luas yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan sosial ekonomi di Buton Utara khususnya di Kecamatan Bonegunu Buranga.
Abdul Salam Sahadia, akan mengupayakan pengalokasian pembamgunan infrastruktur di Buranga Kecamatan Bonegunu. Pihaknya akan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Karena anggaran peningkatan jalan Ereke-Buranga sebagian jalan provinsi juga sebagian masuk sebagai status jalan negara.
“Pemerintah daerah Kabupaten hanya berkewajiban mengeluarkan anggaran biaya perawatan,” Abdul Salam Sahadia.
Selain itu juga para aktivis ini memnita DPRD Kabupaten Buton Utara untuk mencabut dan merevisi Perda 51 tentang RTRW Kabupaten Buton Utara.
Dalam perda tersebut menyebutkan Buranga-Kulisusu masuk wilayah pengembangan ibu kota Kabupaten Buton Utara.
Mereka menilai Perda tersebut bertentangan dengan undang-undang diatasnya yaitu undang-undang pemekaran Kabupaten Buton Utara nomor 14 tahun 2007 yang dijelaskan pada pasal 7 yang menyebutkan ibu kota Kabupaten Buton Utara berkedudukan di Buranga Kecamatan Bonegunu Kabupaten Buton Utara.
Menangapi usulan peninjauan kembali Perda 51 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Buton Utara Salam Sahadia menjelaskan Perda RTRW tersebut berlaku selama 20 tahun ke depan terhitung sejak ditetapkan.
Dirinya mengaku Perda 51 tahun 2012 tersebut bertentangan dengan Undang-undang nomor 14 tahun 2007. Dalam ketentuan Perda tersebut juga dijelaskan bila dalam perjalanannya dalam kurun waktu 5 tahun jika Perda tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah maka dapat ditinjau kembali.
Lebih lanjut ia menjelaskan dalam penetapan Perda tersebut pada waktu itu pembahasannya cukup panjang, alot dan tarik menarik kepentingan.
Seiring perjalanan waktu Perda tersebut suka tidak suka penetapannya harus dipercepat karena sangat dibutuhkan daerah sebagai acuan landasan pembangunan daerah pada waktu itu, sehingga ditetapkan dengan pengecualian bila 5 tahun ke depan dianggap tidak sesuai lagi maka Perda tersebut dapat ditinjau kembali.
Namun disisi lain diketahui bersama bahwa penetapan Perda teraebut menyalahi aturan diatasnya.
“Saya sependapat dengan adinda semua persoalan Buranga ini hampir ada disemua imajinasi kita semua sehingga kami harapakan kerjasamanya, untuk melakukan revisi atau pencabutan Perda tersebut membutuhkan waktu dan proses yang panjang karena akan melalui pengkajian yang lebih mendalam. Selain itu kita harus mampu yakinkan dan mendapat persetujuan lintas departemen yang membidangi masalah tersebut, kalau kami DPR tidak ada masalah”urainya.
Wakil ketua DPRD I Demokrat tersebut juga menyampaikan bahwa sudah menjadi kewajiban mereka untuk menyampaikan setiap aspirasi rakyat kepada pemerintah daerah.
“Kami akan coba agendakan setelah kami kembali dari Jakarta karena selain agenda daerah juga ada beberapa agenda nasional yang harus kami hadiri di Jakarta pada tanggal 24 membehas tentang kebinekaan. Sepulang dari Jakarta saya akan sampaikan, keteman-teman semua, “jelasnya.
Harwis Hari Anggota Komisi II menjelaskan bahwa revisi Perda 51 tentang RTRW tersebut sangat dimungkikan. Menurutnya Perda tersebut sudah memasuki tahun kelima terhitung sejak ditetapkan pada tahun 2012 silam.,” Perda 51 ini sudah memasuki tahun kelima, Oktober mendatang Perda ini genap lima tahun sehingga sangat dimungkinkan untuk kita lakukan revisi bila dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah, “terangnya.
La Udu anggota Komisi II DPRD Kabupaten Buton Utara menambahkan bahwa masalah Buranga ini, bulan hanya masalah orang Butanga tapi ini adalah masalah kita semua.
DPR dan Pemda hari telah menunjukan keseriusannya selain telah mengalokasikan anggaran pembangunan dan pembenahan kantor di Buranga, pihak legialatif dan eksekutif telah turun bersama meninjau lokasi pembangunan kompleks perkantoran di Buranga.
“Saya bersama Pemda beberapa hari yang lalu telah menjau lokasi pembangunan kantor di Buranga, petanya sudah ada dipertanahan seluas 29 hektare, selain kantor DPR juga kantor SKPD yang belum ada kantornya di Ereke kita akan bangun di Buranga,”tegasnya.
La Udu legislator Golkar ini juga menambahkan persoalan Perda 51 tahun 2015 tentang RTRW teraebut pihaknya akan memikirkan secara serius soal mekanisme dan regulasinnya, dan kita akan dudukan bersama. Sebagai komitmen kami sepulang dari Jakarta, kami akan agendakan rapat bersama unsur pimpinan untuk menentukan waktu.
Ia juga berharap agar semua pihak terlibat dalam mengawal proses ini.
MIRDAT/MAS’UD