Example floating
Example floating
Berita UtamaTegas.co Nusantara

Presiden Resmikan Tugu Islam Nusantara di Barus

1707
×

Presiden Resmikan Tugu Islam Nusantara di Barus

Sebarkan artikel ini

Anggota DPRA Aceh : Pemerintah Dinilai Gagal Pahami Sejarah Islam Nusantara

tegas.co., ACEH LANGSA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Iskandar Usman Al-Farlaky mengkritik keras kebijakan Persiden Jokowi yang melakukan peletakan batu pertama pembangunan titik nol Islam Nusantara di Barus Sumatera Utara.

Presiden Resmikan Tugu Islam Nusantara di Barus
Presiden Resmikan Tugu Islam Nusantara di Barus FOTO : ROBY SINAGA

Menurut Itu pelatakan batu pertama tersebut menandakan Presiden Jokowi telah gagal memahami sejarah masuknya Islam ke nusantara.

Padahal, mafhum diketahui oleh semua kalangan dan sudah tertulis dalam literature, Islam pertama di Nusantara adalah di Aceh.

Pernyataan ini disampaikan anggota DPRA asal Peureulak, Aceh Timur pada tegas.co via telepon selulernya Senin (27/2/2017).

Menurut dia, ada informasi keliru yang disampaikan kepada Presiden Jokowi sehingga permasalahan ini muncul.

“Atau jangan- jangan Presiden sudah tidak mau mengakui lagi Aceh sebagai pusat peradaban Islam pertama di Asia Tenggara. Ini pembelokan sejarah yang jelas-jelas tidak bisa kami terima selaku orang Aceh,” tegas mantan aktivis ini.

Iskandar juga mengatakan, dalam seminar Nasional ke 4 yang berlangsung di Kuala Simpang, Aceh, juga telah diputuskan bahwa masuknya Islam pertama sekali di Asia Tenggara adalah di Peureulak, Aceh Timur.

Kesimpulan ini, katanya, juga bisa dibaca dalam buku yang ditulis oleh almarhum Prof Ali Hasjmi dan almarhum Arifin Amin.

“Bukti otentik sekarang berupa mata uang kerajaan Peureulak masih tersimpan sampai saat ini. Selain juga makam-makam para raja,” ujar putera asli Peureulak tersebut.

Katanya, di Barus, lokasi dibangun tugu nol Islam Nusantara sendiri pada zaman Sriwijaya, bahwa kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun, saat Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Kerajaan Aceh. Sebuah tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang berkerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, juga sempat menemukan bahwa pada sekitar abad ke 9-12 M, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu.

“Melihat dari kondisi ini. Aceh telah duluan maju dan menjadi pusat Islam,” sebutnya lagi.

Iskandar menilai, seperti ada faktor kesengajaan untuk mengalihkan Aceh dari pusat peradaban Islam yang sudah diakui dunia sebelumnya oleh pemerintahan saat ini.

Tindakan yang dilakukan pemerintah sungguh tidak tepat dan tidak bisa diterima sama sekali

“Sejak abad pertama Hijrah (8 M), agama Islam sudah masuk ke Peureulak Aceh Timur, kemudian berkembang ke Pasee (Aceh Utara). Dalam dua wilayah itu telah berdiri kerajaan Islam. Peureulak masih tradisional, sedangkan Samudra Pasee telah menjalin hubungan diplomatik dengan negara luar.

Iskandar menjelaskan, Sesudah Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945 yang di sahkan tanggal 18 Agustus 1945 dan sebagai falsafah Negara pancasila. Kemudian 4 bulan 17 hari setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 3 Januari 1956 lahirlah departemen agama Republik Indonesia guna bertugas untuk mengatur tentang keagamaan di Negara ini.

Dijelasnkan, salah satu tugas berat yang harus diselesaikan oleh Departemen Agama adalah membetulkan kembali sejarah Islam di Indonesia, yang selama penjajahan Belanda di Indonesia telah diselewengkan dari kenyataan dan kebenaran sejarah Islam itu sendiri.

Sehingga buku-buku sejarah Islam Indonesia yang telah dikarang oleh Orientalis barat via penjajahan telah dimikili dan dihayati oleh bangsa Indonesia kurang lebih 350 tahun lamanya.

Untuk mengembalikan kemurnian sejarah islam, sambung Al-Farlaky, sebagaimana di tulis oleh pengarang-pengarang Islam sendiri yang menyatakan bahwa Islam telah masuk ke nusantara ini sejak abad 1 H atau abad ke 7 H atau abad ke 13 M. jadi selisihnya kurang lebih 600 tahun 6 abad lamanya.

Dalam hal tersebut departemen agama mencoba mengembalikan kebenaran sejarah Islam di Indonesia melalui seminar sejarah Islam yang diserahi tugas kepada majelis ulama pusat dan daerah.

Hal tersebut mulai dijejaki pada tahun 1963 diadakan lah seminar masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara yang diadakan di Medan Sumatera Utara.

Kemudian dilanjutkan tahun 1978 Di banda Aceh, untuk mengambil suatu kesimpulan pada tahun 1980 diadakan seminar Islam Di Rantau Kuala Simpang Aceh Timur, yang diikuti oleh pakar sejarah dari Malaysia, Pakistan, India, Australia, Prancis dan seluruh ahli sejarah di tanah air.

Antara lain dalam keputusan tersebut tecantumlah pembangunan MONISA (Monomen Islam Asia Tenggara ).

“Aneh sekali. Di Peureulak sendiri saat itu tahun 1980 Menteri Agama ketika itu Munawir Shazali sudah meresmikan tugu MONISA (Monumen Islam Asia Tenggara) di Desa Paya Meuligoe, Peureulak, namun sudah sekarang tidak dibangun oleh pemerintah. Jika ingin literature lebih silahkan baca Dalam kitab “Idharul Haq” Syeikh Ishaq Al-Makarani, telah menyebutkan siilsilah raja-raja Pereulak yang beragama Islam, kemudian dilanjutkan oleh raja-raja Pasee. Sedangkan di daerah lain seluruh Nusantara masih beragama Hindu dan Budha,” ungkap Iskandar.

Mengutip salah seorang pakar sejarah Aceh Tgk Amir Hamzah, Iskandar mempersilakan pihak istana presiden untuk membaca pemikiran sejarahwan dunia yang telah mengakui Aceh sebagai pusat Islam pertama di nusantara yaitu, Ibnu Batutah (Tunisia), Laksamana Cheng Ho (China), Prof. Dr. Hamka, Prof. Dr. Ibrahim Alfian (UGM) Prof. Ali Hasjmy (UIN Ar-Raniry), Prof. Dr. Naguib Al-Atas (Malaysia), Prof. Dr. AJ Pijkar (Belanda), Prof Dr. Muarif Ambari (UI), Prof, Dr. Abubakar Atjeh (UIN Jakarta), Prof Datok Burhan (Malaysia), Prof. Dr. C. Snoeck Hurgronye (Belanda), Ismail Benjasmish (Pattani-Thailand), Dr. Ahmad Al Usairy (Arab Saudi), Prof Dr. Ahmad Syalabi (Mesir).

Buku-buku yang memperkuat Aceh sebagai daerah pertama masuk Islam sangat banyak, antara lain, Kitab Idharul Haq, (Ishaq Makarani), Islam Fil Biladil Indonesia, (Ahmad al- Usairy) Silsilah Tarikh Islamy (Mahmud Syajir), Rihlah Ibnu Batutah (Ibnu Batutah), Almuslimun Fil al-Alam (Abdurrahman Zaki, Al-Islam fi Indonesia (Muhammad Dhiya’ da Abdullah Nuh), Sejarah Ummat Islam (Hamka) dan Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara oleh Prof Ali. Hasjmy.

ROBY SINAGA

PUBLICIZER : MAS’UD

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos