Komunitas Angklung  Menggelar Aksi di DPRD Yogyakarta 

tegas.co, YOGYAKARTA – Aliansi Komunitas Angklung di DI Yogyakarta melakukan aksi  demonstrasi dan teatrikal di halaman Gedung DPRD DI Yogyakarta. Aksi tersebut terkait  Terbitnya Surat Peringatan (SP) 1 & 2 dari Sat Pol PP  DI Yogyakarta tentang melarang berekspresi mengembangkan seni budaya di pinggir jalan yang cacat hukum, Senin (10/4).

Komunitas Angklung se Yogyakarta saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Yogyakarta. FOTO : NADHIR
Komunitas Angklung se Yogyakarta saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Yogyakarta.
FOTO : NADHIR

Adapun maklumat dari SP 2 yang dikeluarkan itu, Komunitas Angklung di DIY tidak lagi bermain Angklung di pinggir jalan, dengan dalih mengganggu para pengguna. Termasuk dalam kategori Gepeng.

Iklan ARS

Aksi hari ini dimulai dari parkiran Abu Bakar Ali berjalan menuju Gedung DPRD DIY yang berjarak kurang lebih 200 meter, dengan estimasi seratusan  orang masa dari 15 Komunitas Angklung DIY.

Dalam orasi kali ini, ada beberapa point yang mereka tuntut kepada Pemerintah Kota DIY

“Tuntutan pada aksi kali ini ada beberapa point diantaranya, Gubernur dan Sat Pol PP untuk mencabut SP 1 dan 2 tentang pelarangan oprasi angklung, kedua menolak keras stigma para pekerja seni sebagai gelandangan pengemis, ketiga berikan perlindungan hukum terhadap pelaku seni angklung dan mencabut SP 1 & 2, “Ujar Sugiarto selaku perwakilan LKBH Pandawa.

Wakil Ketua DPRD DI Yogyakarta Dharma Setyawan, bersedia bertemu kepada seluruh massa, untuk meluruskan tuntutan para Komunitas Angklung.

“Anggapan kami para komunitas Angklung bukanlah termasuk dalam kategori Gelandang dan Pengemis. Untuk aspirasi ini, kami akan menampung dan mendiskusikan lagi kepada pihak yang berwenang” Tuturnya

Ditambahkan, para komunitas angklung ini tidaklah mengganggu, yang salah adalah memang kurangnya ruang publik untuk mengapresiasikan seni budaya seperti ini.

Seperti yang kita ketahui, Pemerintah DIY saat ini sedang merancang Perda tentang penertiban Angklung di Yogyakarta.

NADHIR ATTAMIMI / HERMAN

Komentar