tegas.co, KENDARI, SULTRA – Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum (AMPH) melalui tim advokasi pengampingan masyarakat, mendesak kepada Badan Pertanahan Negera (BPN) Kendari untuk segera menuntaskan sengketa lahan antara Hendrawan dan heryadi di terletak di Kelurahan Bonggoeya kecamatan Wua-wua. Pasalnya sengketa lahan yang terjadi itu dikarenakan akibat kelalaian BPN Kendari dalam menerbitkan sertifikat tanah di atas lahan milik warga.
Desakan AMPH Sultra ini disampaikan kepada awak media ini, terkait larutnya persoalan sengketa lahan yang objeknya terletak di eks pasar panjang di Kelurahan Bonggoeya dengan luasan lahan 2000 meter bujur sangkar.
“Lahan initersebut di klaim dua orang yakni Hendrawan dan hidayat. Saling klaim kepemilikan lahan itu disebabkan karena adanya penerbitan Sertifikat tanah oleh BPN Kendari dan itu sudah tumpang tindih. Lahan tersebut lahan Hendrawan berdasarkan bukti kepemilikan lahan, tetapi di klaim Haryadi dengan bukti bukti kepemilikan lahan dari BPN,” ujar Hidayat di salah satu kedai kopi di Kendari, Jum,at malam (9/6).
Hidayat mengurai, lahan yang di perkarakan dengan luas 2000 M2 persegi ini milik Hendrwan yang di beli dari Andi Rahmat pada tahun 2010 lalu. Sampai saat ini Hendrawan masih menguasai lahan itu karena belum memindatangankan. Namun belakangan ada oknum yang juga mengklaim lahan tersebut atas nama Heriadi warga Kota Kendari. Atas klaim kepemilikan itu maka kasus sengketa ini diperkarakan
“Inilah yang kami desak BPN Kota kendari untuk menutaskan sengketa lahan tersebut, mengingat kasus ini muncul karena adanya penerbitan sertifikat oleh BPN di atas lahan milik orang lain atas nama Hendrawan,” terangnya.
Diungkapkan, mengenai bukti adimistrasinya sejauh ini Hendrawan telah menguasai lahan tersebut seluas 2000M persegi itu berdasarkan akta jual beli dari Andi Rahmat, kemudian Andi Rahmat juga di perkuat dengan bukti Surat pengelolahan Tanah pada tahun 1999, yang di keluarkan lurah setempat.
“Sementara itu berdasarkan keterangan dari Heriadi, bahwa tanah tersebut juga sudah di milikinya sejak tahun 1985, bedasarkan sertivikat yang dimilikinya dengan nomor sertivikat 2027. Namun yang jadi persoalan wakafnya itu belum pernah dilihat baik dari Hariadi maupun dari BPN, karena memang data itu terkesan ditutupi oleh BPN Kendari,” ungkapnya.
Hidayat menambahkan, penerbitan sertifikat di atas lahan milik orang lain ini adaah persoalan adimistrasi. Dalam proses lahan tersebut, pada tahun 1985 itu terbit sertifikat yang belum jelas atas haknya apa, apakah akta jual beli atau yang lain-lain.
“Intinya kami berharap kepada pihak BPN untuk segera menutaskan sengketa lahan tersebut sehingga tidak berlarut larut dengan mengembalikan hak milik Hendrawan sebagai pemilik lahan yang sesusngguhnya,” tandasnya.
ODEK
PUBLISHER : HERMAN
Komentar