Dipecat Pelakasana Kades, Perangkat Desa Latompe Laporkan ke Ombudsman

 Perangkat Desa Latompe yang dioecat saat ditemui di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tenggara FOTO : FAISAL
Perangkat Desa Latompe yang dioecat saat ditemui di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tenggara
FOTO : FAISAL

tegas.co, KENDARI, SULTRA – Pelaksana Jabatan (Pj) Kepala Desa (Kades) Latompe, Muna Barat (Mubar) dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) atas tuduhan pelanggaran terkait pemecatan 4 orang Perangkat Desa yang dilakukan beberapa waktu lalu.

Salah satu dari perangkat desa yang dipecat, La Ode Biku menjelaskan, SK pemecatan yang dikeluarkan Pj Kades Latompe pada 17 Mei lalu dinilai cacat hukum. Pasalnya, kebijakan Pj Kades bertentangan dengan Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014, Peraruran Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 83 tahun 2015 tentang pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa.

“Nah, yang terjadi justru dalam SK pemecatan yang dikeluarkan bertententangan dengan aturan yang tadi,” ujar Biku saat dijumpai di ORI Sultra di kota Kendari, Senin (12/6/2017).

Dalam laporannya, ia meminta ORI Sultr agar melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses lahirnya SK tersebut.

Menurutnya, pelaporan yang dilakukan sudah sesuai dengan kewenangan ORI Sultra yang tertuang pada Undang-Undang nomor 37 tahun 2008 bahwa, ORI Sultra dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan.

“Kami meminta ORI Suktra agar dengan kewenangan yang dimiliki  melakukan penyelidikan terhadap masalah yang ada,” tandasnya.

Ia menambahkan, desakan terhadap ORI Sultra ini juga bertujuan untuk menciptakan pelayanan publik  sebagaimana yang ada dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Dijelaskannya, Salah satu ruang lingkup pelayanan publik adalah pelayanan administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan pasal 5 UU no 35 tahun 2009. Kemudian Pasal 8 UU nomor 25 tanun 2009 bahwa organisasipemberi pelayanan adalah pemerintah daerah.

“Memang persoalan ini terjadi pada tingkat desa, namun yang diperhatikan adalah masalah ini menyangkut soal penegakan aturan dalam hal ini peraturan perundang undangan,” tutupnya.

Ia juga menilai persoalan tersebut adalah hal serius dan krusial. Sebab menurutnya, ketika dibiarkan dan terus berlanjut akan mengakibatkan semua orang akan abai dengan aturan.

“Dampak susulannya adalah masing masing orang akan bertindak semaunya tanpa ada aturan yang mengikat. Dan pada akhirnya Aturan itu sama dengan dokumen mati. Ada tapi tidak dijalankan. Padahal negara kita negara hukum, hukum menjadi panglima,” tutupnya.

LM FAISAL

PUBLISHER : HERMAN

Komentar