tegas.co., JEPARA, JATENG – Kabupaten berjuluk Bumi Kartini sejak lama kondang akan kerajinan ukir kayu. Namun siapa sangka, motif lung-lungan khas Jepara bisa juga disapukan pada helai kain menjadi batik.
Hal itulah yang dilakukan Erlisa Sulasmi, perempuan warga Kelurahan Pengkol RT/RW: 03/03, Kecamatan Jepara itu sejak enam tahun silam.
“Dulu pernah punya usaha ukir kayu, namun tak berkembang dan tutup. Akhirnya pada tahun 2011, saya berkreasi membatik dengan motif ukiran kayu. Pertamanya saya belajar mbatik dari orang Cirebon,”katanya.
Saat itu menurutnya, ia kebingungan mencari usaha yang pas untuk dikembangkan. Namun saat itu ia jeli melihat peluang, ketika bermunculan batik-batik khas daerah. Dari situ timbul keinginan untuk mereproduksi motif ukir kayu pada kain.
Awal mula usahanya, ia merasa kesulitan mengenalkan corak kain tersebut. Lantaran, setiap kali menjajakan batiknya, kain itu dianggap sebagai taplak meja, bukan bahan pakaian. Namun hal itu berubah sejak Bupati Jepara Ahmad Marzuqi mengeluarkan kebijakan untuk mengenakan seragam khas Jepara.
“Saat itu saya yang paling siap, kemudian usaha saya mulai berderak maju,” ucapnya.
Kini ia dibantu dengan belasan karyawan. Sebagian besar adalah perempuan. Mereka tidak hanya membatik di workshopnya, namun sebagian dibawa pulang untuk dikerjakan di rumah masing-masing.
Dalam satu minggu, setidaknya ada sekitar 100 batik yang bisa diproduksi. Selain batik kreasi manual, adapula batik cap dengan berbagai motif, satu diantaranya adalah corak mantingan.
“Untuk harga mulai Rp 80 ribu yang cap, dan Rp 200 ribu hingga jutaan untuk yang tulis. Kreasi ini sudah sampai di Jakarta, bahkan kemarin ada orang Korea yang minta dibuatkan batik dengan motif yang spesial,”ungkap Erlisa.
Kini ditengah pesatnya bisnis, ia mengaku kesulitan mencari tenaga pembatik. Hal itu karena invasi pabrik yang menyedot tenaga pembatik terutama anak muda.
D S W
PUBLISHER : EKHY