Aktivitas PT Baula Diduga Rugikan Petani Rumput Laut di Tinanggea

tegas.co, KENDARI, SULTRA – PT Baula Petra Buana, salah satu perusaahan tambang yang bergerak di bidang pengangkutan dan pengapalan ore nikel yang berada di Kecamatan Tinanggea, tepatnya di Desa Muara Roraya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dinilai telah mematikan aktivitas yang menjadi sumber penghasilan utama warga setempat. Warganya, adalah petani budidaya rumput laut.

Hal ini diungkapkan, perwakilan masyarakat setempat, Erwin Gayus kepada tegas.co beberapa waktu lalu.

Aktivitas PT Baula Diduga Rugikan Petani Rumput Laut di Tinanggea
Petani Rumput Laut Desa Roraya, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konsel menanti realisasi janji PT Baula untuk melakukan ganti rugi. Namun janji itu belum ditepati. Tampak bersama petani, Erwin Gayus sebagai perwakilan petani dan warga pesisir. (Foto : tegas.co)

Erwin, yang juga Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sultra ini mengungkapkan, indikasi kerugian warga yang diduga akibat aktifitas tambang PT Baula muncul ketika penghasilan para petani rumput laut yang berada di Muara Roraya menurun drastis sejak adanya aktivitas tambang tersebut. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, daerah ini merupakan penghasil rumput laut terbesar yang ada di Sultra.

“Namun ketika hadirnya PT Baula Petra Buana yang melakukan aktivitas pengapalan dan pengangkutan ore nikel mencemari air laut, akhirnya pendapatan masyarakat turun drastis,” kata Erwin.

Kemudian, kata Erwin, PT Baula Petra Buana diminta oleh warga untuk mlakukan ganti rugi lewat jalur birokrasi RT,RW, dan Camat setempat kepada para petani rumput laut yang terkena dampak akibat proses pengapalan dan pengangkutan ore nikel di JETI yang bertempat di muara Roraya.

Namun hal tersebut masih menjadi kontroversi, diakibatkan pembayaran ganti rugi tidak merata, maksud dari tidak meratanya pembayaran tersebut adalah dikarenakan petani rumput laut yang mayoritasnya rakit tempat budidaya rumput laut mereka di lewati oleh jalur pengapalan dan pengangkutan ore nikel tidak terbayarkan, sementara masih banyak petani rumput laut yang rakit budidayanya berada di luar jalur, masuk dalam daftar dan terbayarkan, bahkan masyarakat yang tidak memiliki rakit ataupun rakitnya sudah tidak produktif juga ikut dibayarkan, ini yang menjadi pertanyaan bahkan menjadi tuntutan bagi masyarakat yg memiliki hak untuk di berikan ganti rugi.

Situasi tersebut semakin memanas, kata Erwin, karena pihak perusaahan acuh tak acuh pada persoalan tersebut, ini di buktikan oleh beberapa aksi yang dilakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pesisir dan Petani Rumput Laut tidak di indahkan, bahkan janji atau kesepakatan yang terdapat pada beberapa aksi yang dilakukanpun di abaikan.

Rentetan peristiwa diataspun mengakibatkan warga nekat untuk menutup aktivitas yang ada di PT Baula. “Karena warga kesal dan merasa hak-hak mereka telah di amputasi,” tambahnya.

Kata dia, DPRD Konsel, bahkan Bupati Kabupaten Konsel pun ikut andil dalam melakukan mediasi terkait persoalan ini, namun persoalan tak kunjung selesai. Inilah yang semakin membuat kepercayaan masyarakat seolah-olah memudar terhadap birokrasi yang ada di Kabupaten Konsel, mereka hanya mendapatkan janji namun tak ada pembuktian yang nyata.

“Harapan masyarakat hanya tertuju pada birokrasi tingkat provinsi Sulawesi Tenggara untuk kiranya persoalan ini dapat di mediasi dan aegera di selesaikan,” harap Erwin.

Erwin menambahkan, warga setempat pernah melakukan hearing pada 14 November 2017 dengan pihak PT Baula yang dimediasi oleh DPRD dan Polres Konsel. Dalam hearing tersebut, kedua pihak bersepakat bahwa perusahaan meminta waktu selama 2 minggu untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat.

“Karena di janjikan dua minggu, masyarakatpun menunggu komunikasi dari perusahaan selama 2 minggu, namun sayang sampai sekarang tidak ada komunikasi yang dilakukan oleh PT Baula,”

Untuk itu, masyarakat berkomitmen akan kembali melakukan aksi besar-besaran di Kantor Gubernur dan Polda Sultra untuk meminta agar perusahaan tersebut dicabut IUP atau dihentikan segala alktifitasnya karena merugikan dan mematikan perekonomian masyarakat dan petani rumput laut.

WIWID ABID ABADI

Komentar