Ahli Hukum: Made Wastawa Tidak Bersalah

tegas.co., KENDARI, SULTRA – Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu Anggota DPRD Kabupaten Muna Barat, Made Wastawa mendapat perhatian khusus dari akademisi hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari, Abdul Jabar Rahim.

Karena rupanya kasus tersebut berbuntut panjang sampai di tingkat kepolisian, Senin (23 April 2018) Made Wastawa dijadwalkan menghadiri undangan klarifikasi dari Sat Reskrim Polres Muna.

Abdul Jabar Rahim berpandangan bahwa seharusnya kasus ini tidak berujung dilaporan kepolisian, seharusnya konstruksi komunikasinya dianalisa terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh.

Sebab, secara substantif ia melihat bahwa postingan halaman facebook Jokowi Untuk Indonesia hanya berkaitan dengan budaya, tidaklah menyinggung persoalan agama Islam.

“Secara filsafat bahwa agama dan budaya sangatlah jauh relefansinya, ketika kedudukannya disamakan maka akan terlihat kualitas manusianya sangat keliru dalam menafsirkan ilmu,”ujar Dosen Hukum Pidana tersebut.

Ia mengungkapkan, masih banyak masyarakat yang belum memahami secara memadai terkait budaya Arab dalam hal penggunaan busana cadar.

Kebanyakan orang saat ini memahami konteks agama dan budaya hanya separuh ilmu saja, sehingga kasus ini dianggap sebagai pelanggaran hukum menurut keyakinan.

“Di Negara Mesir, menurut anggota Parlemen Mesir Amma Nosseir mengungkapkan, bahwa cadar bukan merupakan tradisi Islam, melainkan merupakan tardisi Arab bangsa Yahudi sebelum Islam masuk sebagai agama,”sambung Jabar Rahim.

Menurut Dosen lulusan Universitas Muhammadiyah Jakarta ini bahwa penggunaan cadar sebagai hijab merupakan perpaduan tradisi Arab dan Agama.

Ia juga berpendapat, penggunaan hijab harus dilihat konteks dan konsep model pakaian tersebut, yang mana benar-benar ajaran yang diperintahkan oleh Al-Qur’an dan mana yang bukan diperintahkan oleh Al-Qur’an.

Sesungguhnya hal tersebut harus dipahami oleh umat Islam Indonesia untuk dapat membedakan mana budaya Arab dan yang mana syariat Islam.

“Memang demikian kita melihat secara objektif dari konten foto yang diunggah oleh Jokowi Untuk Indonesia sifat dan arahnya merupakan unsur sara, namun harus dilihat secara subjektifnya bahwa postingan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana atau peristiwa pidana menurut UU ITE yang diatur dalam pasal 8 ayat (2), karena konten foto tersebut tidak menyebut agama Islam atau pakaian Islam dan penggunaan cadar bukan diperuntukan khusus Islam, namun bangsa Arab pada umumnya juga menggunakan cadar sebagai simbol tradisi Arab, bahkan memang jauh sebelum Islam turun ke bumi, pakaian cadar merupakan pakaian tradisi Arab bangsa Yahudi,”tandas Ahli Hukum Pidana tersebut.

Sebagai orang yang sering dimintai keterangannya sebagai Ahli dalam kasus pidana, Jabar Rahim mengungkapkan bahwa dalam Surat Al-Ahzab Ayat (59) secara substansi hukum Islam menyampaikan suatu perintah agar kaum muslim berhijab untuk menutupi aurat yang sifatnya dapat terganggu dari berbagai godaan manusia.

Dalam Surat Al-Ahzab Ayat (59) tersebut tidak menyatakan bahwa  penggunaan hijab harus menggunakan cadar, sehingga perintahnya adalah hijab dalam arti luas, yakni segala macam pakaian yang dapat menutupi aurat.

Dengan demikian, menurutnya menghubungkan postingan Jokowi Untuk Indonesia dengan unsur-unsur UU ITE pasal 28 ayat (2) dan/atau pasal 45 ayat (2) perlu adanya kajian khusus mengenai asas-asas penggunaan pakaian cadar itu adalah milik agama Islam, sehingga unsur-unsur pidananya dapat terpenuhi.

Namun demikian konten foto yang dibagikan tersebut tidak memenuhi unsur penistaan dalam Pasal 156 KUHP dan UU ITE pasal 28 ayat (2) dan pasal 45 ayat (2), sehingga hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana.

Karena, sarana hukum untuk menjangkau unsur-unsur tersebut belum memadai, sebab belum ada regulasi hukum mengenai pakaian cadar merupakan hak milik khusus agama Isam.

Yang perlu dipahamai bahwa untuk terpenuhinya unsur-unsur tersebut  haruslah terbentuk konstruksi hukum sebagai dasar hukum.

“Saya menegaskan bahwa tujuan Made Wastawa membagikan postingan tersebut tidak termaknai dengan sifat unsur-unsur sengaja untuk mengkerdilkan salah satu agama di Indonesia. Akan tetapi, konten gambar yang dibagikan tersebut untuk membandingkan antara budaya Arab bangsa Yahudi dan budaya nusantara, tidak ada maksud untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan di lingkungan masyarakat,”tegasnya.

“Yang perlu kita pahami adalah dalam hal kajian kriminologi hukum, sifat kejahatan harus terwujud menurut istilah Actus Reus (kejahatan yang dilakukan) dan Mens Rea (Sikap batin pelaku saat melakukan kajahatan) istilah ini merupakan perwujudan sebuah unsur-unsur pidana pada umumnya untuk mengukur kualitas kejahatan dalam pembentukan pidana. Untuk itu, saya berharap istilah ini harus sering digunakan dalam pelaksanaan pembentukan pidana dalam proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian, tujuaannya adalah demi keadilan dan kepastian hukum serta tercapainya wibawa hukum yang bertabat,”tutup Jabar Rahim.

MAS’UD

Komentar