Tetapkan Sejumlah Plt  Anggota Senat, Rektor  UHO Kendari Tuai Protes

tegas.co., KENDARI, SULTRA- Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) menetapkan pergantian antar waktu (PAW)14 Pelaksana Tugas (Plt) sebagai senat Fakultas Teknik (FT) melalui SK Rektor OHO Nomor 727/UN29/SK/KP/2018 tertanggal 20 Juli 2018.

Keputusan Rektor UHO tersebut menuai banyak kecurigaan dari berbagai pihak bahwa Rektor tidak menginginkan Mustarum Musaruddin menang dalam Pemilihan Dekan FT.

Peristiwa ini bermula pada saat pelantikan Plt di lingkup pejabat FT pada 19 Juli lalu, kemudian diikuti oleh keluarnya SK Rektor UHO terkait Penetapan Anggota Senat FT UHO yang sebagian besar diisi oleh Plt sebagai exofficio.

Mantan Wakil Rektor Bidang Akademik (WR 1) Prof. La Rianda menjelaskan, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan tegas dikatakan, dalam menjalankan tugasnya, Plt tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.

“Plt tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya. Penunjukannyapun cukup dengan surat perintah dari pejabat pemerintahan yang memberikan mandat. contoh yang nyata, yaitu Prof. Supriadi Rustad, sebagai Plt Rektor UHO beberapa waktu yangg lalu, tidak menjadi anggota senat UHO, meskipun jabatan Rektor itu adalah anggota senat (Exofficio),” jelas La Rianda.

La Rianda menilai, selama ini UHO sangat menyadari bahwa Plt tidak dibenarkan sertamerta menjadi anggota senat exofficio, namun baru sekarang ini terjadi, dimana Rektor UHO  mengangkat anggota senat exofficio dari Plt itu sendiri.

Ia juga menilai SK Rektor UHO yang dikeluarkan 20 Juli 2018 tersebut cacat hukum administrasi. Sebab beberapa pejabat seperti pembantu dekan, ketua jurusan dan kepala laboratorium masa tugas mereka baru akan berakhir pada Desember 2018. Dengan demikian tidak ada dasar hukum untuk menjadikan mereka sebagai Plt.

“Menagangkat Plt  sebagai anggota senat fakultas, ini lebih parah lagi. karena dalam peraturan tidak dibenarkan anggota senat dari Plt. sepanjang sejarah UHO belum pernah mengangkat Plt menjadi anggota senat,”cetusnya.

Menurutnya, anggota senat dari Plt tidak ditopang oleh peraturan, kemudian jika dipaksakan, maka anggota senat yang berstatus Plt nanti akan memilih dekan dan memutuskan kabijakan lain yang strategis. Sehingga, semua produk hukum dan kebijakan termasuk dekan terpilih nanti adalah improserdural sehingga berpotensi untuk dibatalkan melalui gugatan di pengadilan.

“Termasuk dekan yang terpilih nanti sangat riskan untuk digugat  karena lahir dari suatu proses yang cacat hukum. Dampak akhirnya pada ijazah yang diteken oleh dekan terpilih oleh anggota senat yang Plt,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan mantan Dekan FT UHO, Mustarum Musaruddin menjelaskan, SK senat FT yang baru tersebut dengan memasukan pejabat Plt sebagai anggota Senat adalah kurang tepat. Dimana hal ini dinilainya, dasar Rektor UHO melantik semua pejabat di FT menjadi Pelaksana tugas (Plt) mulai dari Wakil Dekan, Ketua Jurusan, Kepala Laboratorium dan Ketua Senat juga kurang tepat, karena semua pejabat tersebut dilantik oleh Rektor sebelumnya 1 Desember 2014 yang sejalan dengan status FT yang menjadi OTK dan tuntunan Statuta UHO.

“Kalau merujuk pada SK Rektor tersebut maka jabatan mereka akan berakhir pada 1 Desember 2018. Karena jelas dalam SK tersebut, tidak ada istilah perpanjangan jabatan sebelumnya atau dasar hukum yang mengatur hal tersebut. Selain itu, dalam SK tersebut tercantum jelas bahwa pejabat diberhentikan kemudian diangkat kembali. Jadi menurut tafsiran saya, pengangkatan Plt dan pergantian pejabat di FT diduga terlalu dipaksakan demi kepentingan pemilihan ulang Dekan FT untuk memenangkan calon tertentu,” ujar Mustarum.

Mustarum sangat menyayangkan, melihat hal ini terjadi juga menjadi tidak netral, karena pejabat yang diganti hanyalah yang tidak mendukung calon tertentu, terutama anggota senat FT exofficio sedangkan yang mendukung tetap menjabat dan hanya diPlt kan.

“Sebagai mantan Dekan FT 2014-2018 saya menyayangkan pemberhentian teman-teman yang sudah menunjukan kinerja sangat baik dan dedikasi yang tinggi buat kemajuan dan pengembangan  FT UHO,” ungkapnya.

Ditempat terpisah, Mantan Ketua Jurusan Teknik Elektro, Bunyamin, mengatakan bahwa untuk lingkup jabatan Ketua dan Sekretaris Jurusan itu tidak perlu menunggu dekan definitif dilantik, beda halnya dengan wakil dekan. Seharusnya Rektor ataupun Plt Dekan langsung saja mengarahkan untuk pemilihan Ketua Jurusan, jika berasumsi bahwa masa jabatan Ketua Jurusan berakhir 19 Juli lalu.

“Karena akan menjadi pertanyaan dan berpotensi melahirkan dugaan ketidaknetralan dan perilaku diskriminatif Rektor jika kemudian melakukan pelantikan komposisi Plt dan dipaksakan untuk menjadi Anggota Senat,” ungkapnya saat ditemui baru-baru ini.

Menurutnya, ada hak-hak mereka yang dilanggar akibat kejadian ini. Jika konsisten, sambung Bunyamin, harusnya Ketua Jurusan IT sudah lebih dulu di Plt kan, karena masa jabatannya berakhir maret lalu.

“Hal ini makin menguatkan dugaan bahwa perilaku diskriminatif rektor terjadi terhadap pejabat yang tidak mau mengikuti arahannya, tapi melakukan pembiaran terhadap yang sejalan. Sekarang, bagaimana status adminstratif yang dilakukan Kajur IT periode maret sampai 19 juli? bisakah dikatakan ilegal dan cacat hukum?” Tandasnya.

L M F

PUBLISHER: MAS’UD