tegas.co., JAKARTA – Sidang Pendahuluan Hasil Pemilihan (PHP) gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 31 juli 2018 sekitar pukul 09:00 Wib. Agenda PHP tersebut yakni, mendengarkan jawaban termohon.
Kuasa hukum KPU Sultra, Laode Abdul Syaban, SH menjelaskan, dari 7 poin permohonan pemohon kuasa hukum (Pasangan Rusda-Sjafei) dinyatakan kabur, sehingga perlu ditolak oleh Mahkamah, dimana ketujuh dalil permohonan pemohon hanya mendalilkan tahapan pemilihan, namun secara subtantif tidak menyentuh sisi hasil pemilihan atau setidak-tidaknya mempengaruhi hasil pemilihan.
“Pemohon hanya mempersoalkan keabsahan pembentukan PPK dan tahapan kampanye, namun miminta pembatalan hasil perhitungan suara tahap akhir, kemudian pemohon menyoal status anggota KPU Konawe periode 2013-2018 yang dianggap tidak sah, sehingga berkosengkuensi seluruh tahapan Pilgub Sultra tidak sah, namun dalam petitumnya, bukan pengulangan seluruh tahapan, hanya meminta PSU,”tulis Laode Syaban dalam rilis yang dikirim ke redaksi tegas.co, Selasa (31/7/29/018).
Menurut Syaban, petitum pemohon sangat kontradiksi dengan dalil yang dimohonkan, dengan demikian pemohon hanya bersifat ilusionir, sebab tidak menyebutkan secara rinci terkait pelanggaran apa yang dilakukan oleh KPU Sultra, dan pemohon hanya menggiring opini di publik.
Laode Syaban mencontohkan, misalnya menyebutkan keterlibatan ASN, namun pemohon tidak menguraikan bagaimana keterlibatan ASN dalam mempengaruhi hasil pemilihan.
“Kesemua dalil pemohon hanya dibangun diatas asumsi, diantaranya menyebut keterwakilan kepala daerah dalam mengikuti kampanye untuk memenangkan paslon AMAN, tanpa mengetahui dimana keseluruhan kepala daerah yang mengikuti kampaye telah mendapatkan izin dari gubernur, sebagaimana telah diatur dalam UU nomor 10 tahun 2016,”jelasnya Syaban.
Kemudian, lanjut Laode Syaban, pemohon mendalilkan bahwa adanya persengkongkolan antara KPU dan Bawaslu Sultra yang membiarkan adanya pelanggaran tahapan kampanye untuk memenangkan paslon AMAN.
Hal itu dengan tegas kuasa hukum KPU Sultra mengatakan, dalil tersebut hanya mengada-ada dan ilutif, sebab tidak menguraikan bagaimana tindakan persengkokolan tersebut.
Kuasa hukum KPU Sultra Laode Syaban mengandaikan bahwa gugatan pasangan Rusda-Sjafei yang diajukan oleh kuasa hukumnya mengatakan, ibarat pilkada sama halnya peratarungan antara petahana melawan kotak kosong.
Sebelumnya, ketua tim kuasa hukum Rusda-Sjafei, Andre Dermawan menegaskan, Inti permohonan yang dimohonkan, minta pembatalan hasil rekapitulasi Pilgub Sultra karena terjadi beberapa pelanggaran.
Dugaan pelanggaran tersebut yakni, KPU Sultra tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu masalah pergantian 2 komisioner KPU Konawe.
Sehingga komisioner KPU Konawe yang legal adalah 2 orang saja, karena 1 orang sudah ditahan. “Segala keputusan KPU Konawe terkait pelaksanaan pilgub Sultra menjadi cacat hukum,”tegas Ketua LBH HAMI Sultra itu.
Masalah kedua, kata Andre, laporan dana kampanye Ali Mazi-Lukman yang disampaikan telat, yaitu pada pukul 19.38 wita, padahal menurut PKPU no 5/2017 batas waktu penyerahan laporan dana kampanye pukul 18.00 wita dan apabila telat, dikenakan sanksi pembatalan calon.”KPU berusaha merubah berita acara, tetapi kita sudah dapat bukti berita acara yang asli,”ungkap Andre.
Poin ketiga dugaan pelanggaran itu, tambah Andre, masalah dugaan pelibatan ASN dan 12 bupati/walikota untuk memenangkan pasangan Ali Mazi-Lukman.”Para bupati tidak mempunyai izin kampanye,”tambahnya.
Selanjutnya, masalah PSU 41 TPS yang terbanyak se indonesia dan masih banyak TPS yang seharusnya PSU. “Ini menandakan terjadi kecurangan yang masif dilakukan oleh penyelenggara pemilu,”tutupnya.
REPORTER: LAODE AWALLUDIN
PUBLISHER: MAS’UD