Monianse Ikuti Ritual Adat Tuturangiana Batupoaro

Monianse Ikuti Ritual Adat Tuturangiana Batupoaro
Ritual adat Tuturuangiana Batupoaro. FOTO: AMEN

tegas.co., BAUBAU, SULTRA – Ritual adat Tuturuangiana Batupoaro merupakan rangkaian kegiatan perayaan HUT ke 17 Kota Baubau, dimana perayaan ini setiap tahunnya kerap dilaksanakan di Situs Budaya Batupoaro yang berlokasi di depan Islamic Center Kelurahan Wameo, Kecamatan Batupoara, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kegiatan yang dihelat, Sabtu (13/10/2018), diikuti Wakil Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse dan dihadiri sejumlah tokoh adat, serta masyarakat setempat. Mereka menyaksikan langsung prosesi ritual adat tersebut. Namun sebelum memulai ritual, biasanya dilakukan pembacaan napak tilas perjalanan Guru Besar Syeik Abdul Wahid yang membawa ajaran Islam pertama kali untuk masyarakat Buton di masa lampau.

Ahmad Monianse mengatakan, ritual Tuturuangiana Batupuaro merupakan bentuk kepedulian dalam mengenal dan melestarikan sejarah, serta dapat meningkatkan keimanan. Sifat ketauladanan Syeikh Abdul Wahid yang bernafaskan Islam dan mercerminkan kejujuran dan kebaikan perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Selain itu prosesi ini juga untuk meningkatkan rasa syukur atas keberhasilan pembangunan di bidang perikanan dan perdagangan disekitar Batupoaro serta meningkatkan kepedulian dan kesatuan bangsa, nilai saling tolong-menolong. Dan tatanan ini merupakan nilai Po-5 yang tetap kita pelihara baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang,” katanya, Sabtu (13/10/2018).

Untuk diketahui, Syaikh Sayid Abdul Wahid bin Sulaiman bin Syarif Ali bin Muhammad Idrus bin Umar Muhdar, untuk pertama kalinya datang di Burangasi Dusun Rampea pada tahun 1526 M atau 933 H.

Ajaran yang disampaikan saat itu adalah ketauhidan dan pengalaman pengetahuan tata negara, serta strategi perang yang menjadikan Rajamulae saat itu merubah negara Buton menjadi kesultanan Buton. Hingga tahun 1527 M, tepatnya pada 9 Zulhijah 933 H, Rajamulae resmi memeluk agama Islam.

Selama kurang lebih 40 tahun, Syaikh Abdul Wahid mengajarkan Islam sampai pada tingkat Tasauw, khususnya pada pemangku adat kesultanan. Setelah ajaran Islam lengkap dan matang, ia pamitan.

Sehingga terjadilah konfigurasi serta isu akibat masyarakat yang tidak ikhlas melepas seorang yang telah berjasa besar atas manfaat ilmunya, maka disiapkanlah batu besar di atas sampan gandeng serta diantar ke tengah laut. Hal ini dilakukan agar menenggelamkan perahu sang Syaikh. Dengan lambaian tangannya sang Syaikh meninggalkan Buton untuk terakhir kalinya, dan Batupoaro sebagai bukti sejarah kepergian sang Guru Besar yang perlu diabadikan sebagai kenangan sejarah masuknya Islam di Buton.

REPORTER: AMEN
PUBLISHER: SALAMUN SOFIAN

Komentar