tegas.co., KENDARI, SULTRA – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sarlinda Mokke berharap agar pengambilan keputusan pansus penertiban pertambangan secara kolektif kolegial.
“Tidak secara pribadi, seperti keputusan menindaklanjuti surat bupati (Konkep) bernomor 337/1454/2018 tentang tindak lanjut Aspirasi Mahasiswa dan Masyarakat Wawonni rekomendasi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Konawe Kepulauan (Konkep) yang dilakukan Pak Suwandi,”tegas Salinda saat memberikan keterangan persnya kemarin.
Menurutnya, dirinya mendukung dan membenarkan apa yang diungkapkan anggota Komisi III La Ode Mutanafas yang sekaligus anggota pansus itu.
“Apa yang disampaikan pak Mutanafas itu benar, bahwa keputusan tindaklanjut surat bupati Konkep itu adalah keputusan pribadi pak Suwandi,”kata Sarlinda.
Dirinya berharap agar ketua pansus penertiban pertambangan, Nur Ikcsan Umar bertanggung jawab atas kinerja pansus yang tidak secara kolektif kolegial.
“Pengambilan keputusan Pansus penertiban pertambangan harus kolektif, bukan pribadi – pribadi,”tegas Sarlinda.
Diungkapkan, selama ini dirinya tak pernah lagi diundang untuk bersama – sama rapat pansus.”Tidak pernah sama sekali kita diundang. Bagian Sekretariat DPRD saja yang membidangi pansus tambang cuma diam, kalau pernah kita diundang mana buktinya, mana undangannya,”tuturnya.
Terpisah, Suwandi selaku sekretaris pansus penertiban tambang mengaku bahwa surat bupati (Konkep) bernomor 337/1454/2018 tentang tindak lanjut Aspirasi Mahasiswa dan Masyarakat Wawonni rekomendasi pencabutan 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan keputusan bersama.
“Waktu itu RDP, pimpinan pansus cuma saya sendiri, dibantu dengan pak Made Suparna. Oleh sekretariat semua anggota pansus diundang, yang datang cuma enam orang. Memang mekanismenya pengambilan keputusan kolektif kolegial, seperti itu, saya setuju, tetapi hargai kami, dengan menerima aspirasi yang ratusan orang, tetapi dimana mereka. Kenapa tidak datang saat diundang RDP. Jangan bicara di dalam sarungnya seperti itu. Jadi itu bukan keputusan pribadi. Keputusan saya itu ada enam orang anggota pansus. Saya sendiri, Alkalim, Mardamin, Andi Sakra, Syamsul Ibrahim dan Made Suparna,”jelas Suwandi.
Meski begitu, bukan keputusan final. Kata Suwandi, yang mengirim surat ke Gubenrur adalah pimpinan DPRD Sultra.
“Kalau yang mengatakan sah atau tidak sah itu justru saya pertanyakan, datang dong hadapi rakyatmu, jangan tinggalkan rakyat. masa tidak. Diundang lah. Hanya saya sayangkan kenapa bicara diluar,”katanya.
Terkait rekomendasi pencabutan izin pertambangan di Wanonii, sesungguhnya bukan itu masalahnya, akan tetapi masyarakat Wawonii menolak tambang disana, berdasarkan surat bupati dan penjelasan wakil bupati Konkep.
“Jadi tidak ada urusuan izin tambang, tetapi masyarakat menolak adanya tambang di Wawonii, mau 16 IUP itu maupun lebih bukan itu rohnya. Jadi kita cuma menindaklanjuti surat bupati,”papar Suwandi.
Sementara itu, anggota pansus lainnya, Made Suparna mengatakan, ditindaklanjuti atau tidak surat bupati Konkep yang merekomendasikan untuk pencabutan IUP perusahaan tambang di Wawonii tetap akan sampai ke gubernur.
“Saya cuma ingin meluruskan, bahwa tidak semudah yang kita bayangkan untu meutup atau mencabut IUP perusahaan, sebab di dalamnya ada Pemegang Modal Asing (PMA). Sementara IUP yang ada terbit sejak 2019 lalu, bukan IUP baru, sudah lama berjalan,”jelas Made Suparna.
Politisi PDI-P ini menambahkan, proses pencabutan IUP perusahaan tambang bisa sampai ke presiden melalui kementerian terkait karena adanya PMA tersebut.
MAS’UD