Sedikit Bekerja Badik Bicara

Sedikit Bekerja Badik Bicara
FOTO: ILUSTRASI STEEMKR


Pasti semua tahu Panglima Besar Sudirman, panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) di awal Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliaulah orang yang di dalam sejarah Indonesia disebut sebagai pemimpin yang “sedikit bicara banyak bekerja”. Guru-guru sejarah mengajarkan keteladanan Pak Dirman termasuk penekanannya dalam berbagai buku-buku pelajaran.

Apa yang dijadikan sebagai suri tauladan itu sebagaimana kepribadian Jenderal Sudirman tersebut, bertolak belakang dengan apa yang kita saksikan akhir-akhir ini dari para pemimpin bangsa kita termasuk dari para elit politik yang tidak hanya memberi ketauladanan yang baik dan menyejukkan justru sebaliknya menimbulkan kegaduhan dengan banyak ucapan dan ujaran yang jauh dari kebenaran dan kenyataan.

Tidak hanya kegaduhan secara  sembunyi-sembunyi dari orang yang tidak bertanggung jawab melalui media sosial, tetapi di sidang resmi juga sudah ada perilaku yang brutal, kalau bisa jangan ditiru atau diulangi oleh siapapun, sebagaimana kericuhan di ruang sidang DPRD Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

Memang kita tidak mendapatkan informasi yang utuh walaupun menyaksikan video yang beredar, hanya cuplikan, beberapa detik, sementara kejadian itu pasti ada pemicunya.

Sangat menggelikan. Menunjukkan ketidak mampuan mereka-mereka menjaga kehormatan dirinya sebagai orang terhormat, yang seharusnya memelihata dan menjaga etika dan moral sebagai wakil rakyat, seharusnya memiliki tata karma dalam bersidang termasuk mengeluarkan pendapat serta mengambil keputusan.

Tetapi ternyata, dengan tiba-tiba, katanya, masuk dua orang yang tidak dikenal ke dalam orang sidang dan membuat keonaran, setelah terjadi perdebatan diantara peserta sidang seperti yang dikemukakan pihak kepolisian, antara ketua dengan salah seorang wakilnya, yang katanya lagi, sang ketua mengeluarkan kata-kata, “ini mencari solusi atau masalah” lalu bicaralah badik itu.

Kita tidak tau, apa saja yang telah diperbuat para wakil rakyat di Kabupaten Bombana, apakah mereka-mereka itu menjadi berkat bagi masyarakat bangsa dan negara atau sebaliknya justru menjadi bencana, karena tidak bekerja maksimal sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, dan justru menjadikan badik yang bicara.

Menurut kita sang aktor yang membuat gaduh sidang DPRD tersebut harus dimintakan pertanggungjawabannya, baik oleh Dewan Kehormatan Dewan, partai asal sang aktor sebab amat merugikan partai, mungkin saja masyarakat akan memberikan penilaian jelek kepada tokoh yang bersangkutan yang tentu memberi efek negatif  ke partai.

Akan tetapi jadi pertanyaan, apakah Dewan memiliki Kode Etik, serta apakah Dewan memiliki organ dalam penegakan etika dan moral Dewan? Atau bisa saja kalaupun Dewan sendiri memiliki Dewan Kehormatan dan Kode Etik Dewanapakah akan mampu dan mau bekerja dengan baik dan benar menegakkan etika dan moral dewan atau hanya macan kertas?

Dalam perbuatan pelanggaran hukum jelas pihak Kepolisian sudah bertindak, karena secara konkrit telah perbuatan pelanggaran hukum dan ketertiban, perusakan dan pengacauan suatu sidang resmi Dewan yang dijamin oleh Undang-Undang, dan itulah kemungkinan alasan Kepolisian menetapkan kedua orang yang masuk ke ruang sidang tanpa hak dan membuat keributan sehingga ricuh.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa kepolisian hanya menetapkan kedua orang tak dikenal itu, sementara actor intelektualis dari kejadian itu tidak diungkap. Sebab kedua orang itu bukanlah teroris yan g memiliki tujuan mengganggu sidang DPRD, melainkan dan dapat dipastikan ada yang menganjurkan atau kedua orang itu tidak memiliki tujuan untuk diri sendiri atau kelompoknya melainkan adalah untuk kepentingan pihak yang memesan yaitu siapa yang terlibat dalam siding tersebut.

Kita yakin Kepolisian tidak bermain “karena tanduk tidak dapat diputar, maka kuping yang dipelintir”, karena tidak mampu menindak sang actor, maka piguran yang dijerat. Kepolisian  pasti  memiliki bukti petunjuk siapa actor intelektualis dari peristiwa yang memalukan itu termasuk “bicaranya badik” atau keris saat keributan itu, masa tidak ada dari sekitar 50-an orang yang ada dalam ruangan itu menyaksikan langsung atau tidak langsung kejadian yang sebenarnya?

Kita tunggu, mungkin saja Polres Bombana bekerja seperti “makan bubur panas”, dari pinggir dahulu sedikit-demi sedikit lalu ke tengah dan akhirnya tuntas. Rakyat ingin kasus kericuhan sidang DPRD Bombana.***

Penulis : Bachtiar Sitanggang, adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar