Tanggap Mitigasi Bencana Alam, MRI-ACT Bali Lakukan Volunteer Field

Tanggap Mitigasi Bencana Alam, MRI-ACT Bali Lakukan Volunteer Field
Tanggap Mitigasi Bencana Alam, MRI-ACT Bali Lakukan Volunteer Field

tegas.co., DENPASAR, BALI –  Sebagai organisasi yang berfokus pada area Kebencanaan dan Kemanusiaan, Organisasi Masyarakat Relawan Indonesia- Aksi Cepat Tanggap (MRI-ACT) mengadakan kegiatan  “Volunteer Field” untuk calon relawan-relawan baru di Its Milk Café Jalan Gunung Rinjani Denpasar pada Sabtu (26/1) 2019 pagi.

Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan calon relawan yang berasal dari latar belakang pendidikan dan profesi. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran kemanusiaan lebih tinggi ketika ada bencana alam di Indonesia.

Iklan KPU Sultra

Selain itu juga, melalui kegiatan ini mengajak  para relawan untuk lebih peka terhadap fenomena-fenomena kemanusiaan disekitar lingkungan sekitar.

Hal yang paling penting juga apabila ada suatu bencana yang menimpa suatu daerah di Indonesia para relawan dapat bahu membahu untuk menggalang donasi bantuan secara swadaya tanpa bergantung dengan pemerintah.

Para calon relawan yang hadir dalam kegiatan “Volunteer Field”  mendapatkan ilmu-ilmu baru mengenai kebencanaa dari pembicara yang berkompeten .

Pembicara-pembicara yang mengisi kegiatan ini diantaranya Antony ( Ketua Divisi Sumber Daya Manusia MRI Bali) yang mengangkat tema Mitigasi Kebencanaan dan Deny (Divisi  Disaster Emergency Recovery Management MRI Bali) mengisi materi mengenai Ilmu Kerelawanan. Kedua pembicara ini mengisi acara “volunteer Field” selama tiga jam lamanya. Kedua pembicara mengemas kegiatan dengan metode materi dan diskusi interaktif.

Antony, dalam penjelasannya mengenai Mitigasi Bencana secara jelas dan mudah dimengerti. Mitigasi menurut Antony merupakan pengurangan resiko kebencanaan agar tidak berdampak secara luas.

Mitigasi sangatlah penting untuk dipelajari untuk masyarakat Indonesia khususnya yang ada di Bali. Indonesia secara umum dikelilingi Ring of Fire (Cincin Api) dan Patahan  Sesar Bumi sehingga bencana alam bisa kapan saja terjadi.

Bencana Alama pada daarnya tidak mencelakai mayarakat , namun masyarakat kurang paham  cara untuk menghindari suatu bencana karena edukasi kebencanaan yang kurang banyak diketahui.

“Kenali lokasi tinggal untuk memahami cara mitigasi bencana.  Misalnya di Bali ketika ada gempa bumi selama 10 detik maka yang bisa dilakukan adalah lindungi  kepala sebagai bagian tubuh yang vital, jika memungkinkan segera cari ruang terbuka seperti lapangan (area terbuka yang aman dari bagunan), apabila tidak memungkinkan untuk cari lokasi aman segera cari tempat perlindungan dibawah meja dan posisi membungkuk,”jelasnya.

Antony juga menambahkan apabila apabila ada gempa bumi dan sedang berada disekitar pantai segera lari ketempat yang tinggi dan kokoh dan bila melihat air laur surut dan banyak bangunan rata segera menjauh dan tidak masuk kekendaaan supaya tidak tersapu oleh Tsunami.

Ia juga mengajarkan para relawan untuk bertahan hidup ketika tertimbun bangunan akibat gempa.

“Apabila  kita tertimbun bangunan karena runtuh oleh getaran gempa disarankan jangan panik. Tutup hidung agar debu tidak masuk, cari benda terbuat dari besi untuk membuat suara konstan memberikan sinyal minta pertolongan kepada petuga SAR/BNPB yang menyisir lokasi berdampak bencana,”ulasnya.

Hal yang menarik lagi dari penjelasan Antony ialah metode Triangle of Life ketika ada gempa. Metode ini digunakan apabila terjadi gempa tidak ada lokasi perlindungan seperti dibawah meja.

Menurut Antony metode ini cukup melindungi seseorang dari reruntuhan gempa bumi. Caranya dengan mencari tiang yang kokoh dalam bangunan dengan badan posisi membungkuk melindungi kepala.

Disesi materi yang dibawakan Deni dari MRI Bali lebih membangkitkan semangat mengenai kerelawanan. Deni mengatakan bahwa semua orang sebenarnya merupakan relawan.

Relawan tidak harus turun kelapangan. Cukup dengan peduli dengan orang disekitar kita yang membutuhkan dan memiliki niat untuk menolong sudah diklasifikasikan sebagai relawan.

Menjadi relawan bisa dengan menginfokan sesuatu lewat social media, mengumpulkan dana bantuan, atau bila memiliki keahlian khusus seperti jurnalis, keperawatan, trauma healing dan lain-lain sebaginya.

“Jangan takut sebagai relawan jika tidak memiliki banyak waktu karena bekerja. Menjadi relawan bisa dilakukan dengan kompetensi yang dimiliki” tegasnya.

Untuk mematangkan mental calon relawan di bulan Maret 2019 di minggu ketiga akan dilaksanakan “Volunteer Camp” di Daerah Bedugul, Kabupaten Tabanan.

NAMA KONTRIBUTOR : H ARMANDHANI DENPASAR, BALI

SUMBER FOTO : DOK. PRI

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar