Jalan Tol Berbayar, Rakyat Kian Terzalimi

Jalan Tol Berbayar, Rakyat Kian Terzalimi
ZULHILDA NURWULAN, S.PD (PEMERHATI SOSIAL)

Jalan tol disebut juga jalan bebas hambatan. Yakni salah satu infrastruktur yang dikhususkan untuk kendaraan beroda dua atau lebih dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Hakikat infrastruktur adalah layanan publik yang disediakan negara untuk kemudahan akses transportasi dalam mengangkut produksi maupun penumpang, gratis tanpa bayar. Seyogyanya, jalan tol ini bisa diakses oleh siapa saja termasuk masyarakat umum tanpa ada kekhususan ataupun syarat tertentu.

Beberapa waktu belakangan ini, jalan tol menjadi sorotan dikarenakan adanya ketentuan lain yang harus ditaati pengguna jika hendak melintasinya. Di Semarang, ada syarat yang diajukan oleh walikotanya jika hendak melintasi jalan tol yakni tidak hanya harus membayar namun pengguna juga harus merupakan pendukung salah satu paslon yang akan berkompetisi dalam pilpres mendatang, jika tidak maka tidak boleh. Hal ini sontak menjadi pembicaraan karena seolah-olah jalan tol menjadi alat kampanye pemerintah pada pilpres mendatang.

Iklan ARS

Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi meminta masyarakat untuk tidak menggunakan jalan tol jika tidak mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’aruf Amin di Pilpres 2019. Hal itu disampaikan Hadi saat menghadiri silaturahim Jokowi dengan paguyuban pengusaha di Jawa Tengah di Semarang Town Square, Semarang, Sabtu (2/2/2019).

Ia mengklaim bahwa kemudahan yang ditawarkan jalan tol merupakan kerja keras dan keberhasilan pemerintah saat ini selama empat tahun terakhir, sehingga masyarakat yang tidak mendukung rezim saat ini tidak boleh mengakses infrastruktur tersebut.

Infrastruktur Penyiksa Masyarakat Kecil

Disisi lain, tarif yang dipatok untuk mengakses jalan tol dianggap sangat mahal karena mencapai jutaan rupiah sehingga menyiksa para pengguna kelas rendah dan menengah. Karena masalah ini banyak truk logistik yang kembali menggunakan jalur pantura dibanding menggunakan jalan tol. Akibat masalah ini Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita ikut berpartisipasi meminta PT Jasa Marga untuk menurunkan tarif tol Trans Jawa. Pasalnya, untuk truk yang menggunakan tol dari Jakarta ke Surabaya tarifnya bisa mencapai jutaan rupiah.

“Kan truk itu totalnya sampai Rp 1,5 juta itu ke Surabaya, kalau ukuran truknya makin besar lagi bisa sampai Rp 2 juta, mahal bener itu,” kata Zaldy seperti detikFinance, Senin (28/1/2019). Ia menambahkan, tarif yang harus dibayarkan kendaraan logistik mestinya harus lebih murah dari kendaraan pribadi karena tujuannya untuk percepatan logistik.

Dilansir dari salah seorang pengemudi truk, Hasanudin (43) penggunaan jalur pantura lebih hemat dibandingkan jalan tol.

“Hitunganya seperti ini, Semarang ke Jakarta hanya untuk tarif jalan tol untuk kendaraan golongan I mencapai Rp 334 ribu, kalau kendaraan berat maksimal dua kali golongan I,” katanya seperti dikutip detikFinance, Jumat (25/1/2018).

Diakuinya jalur tol memang jalur bebas hambatan, namun tarifnya mahal. Ia juga menjelaskan bahwa uang saku yang diberikan oleh bosnya tidak cukup apabila truknya harus melewati Trans Jawa. Menurut penngakuannya, uang saku yang diberikan perusahaan Rp 3,6 juta. Uang tersebut sudah harus mencukupi kebutuhannya di jalan. Mulai dari membeli bahan bakar solar untuk perjalanan pulang pergi dengan perhitungan sekitar Rp 1,6 juta. Selain itu ia juga harus  mempersiapkan biaya bongkar muat truknya sekitar Rp 300 ribu dan Rp 600 ribu untuk membayar kernet, sehingga dirinya hanya akan mengantongi uang sisa sebesar Rp 400 ribu untuk dibawa ke rumah. Itupun masih bisa berkurang untuk biaya jembatan timbang di Batang, ataupun apabila sedang sial ban truknya bocor ataupun persoalan teknis lainnya di jalanan.

Bagaimana Islam Memandang

Tujuan pembangunan infrastruktur adalah untuk memudahkan masyarakat dalam menjalankan aktivitas keseharian serta memenuhi keberlangsungan sosial dan ekonomi masyarakat. Infrastruktur dibangun juga dengan menggunakan sebagian uang rakyat sehingga tidak wajar jika masyarakat pun harus membayar ketika hendak menggunakan infrastruktur tersebut.

Pembangunan infrastruktur saat ini sangat mirip dengan pembangunan pada zaman Belanda dimana infrastrukur dibangun bukan untuk dinikmati oleh rakyat melainkan untuk para penjajah. Pun saat ini sama dimana infrastruktur dibangun untuk kepentingan para Kapitalis. Pembangunan infrastruktur oleh pemerintah merupakan kewajiban untuk mengatasi masalah masyarakat, bukan sekedar keberhasilan kampanye politik untuk dijadikan sebagai senjata untuk menarik simpati masyarakat.

Berbeda dengan Islam, pembangunan infrastruktur akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat tanpa melanggar aturan-aturan yang mengatur didalamnya. Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku “Sistem Keuangan Negara” infrastruktur yang dibangun pemerintah merupakan infrastruktur milik negara yang dibangun untuk membantu masyarakat dalam menempuh jalan yang lebih singkat.

Sehingga infrastuktur yang merupakan milik negara tidak boleh dipungut biaya apapun dari masyarakat ketika hendak digunakan. Dengan demikian tidak akan ada rakyat yang merasa terzalimi dan tersiksa dengan adanya syarat khusus untuk penggunaan sebuah sarana milik negara. Wallahua’lam.

PENULIS: ZULHILDA NURWULAN, S.PD (PEMERHATI SOSIAL)

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar