Gubernur Sultra Ali Mazi melakukan ground breaking fasilitas pemurnian (Smelter) feronikel PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu (15/6/2019).
Pada kesempatan itu, Ali Mazi bersama Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin.
Nampak pula Bupati Kolaka Ahmad Syafei, Sekretaris Jenderal KESDM Ego Syahrial, Inspektur Jenderal KESDM Akhmad Syakhroza dan jajaran aparat Pemerintah Daerah.
Smelter yang dibangun mengadopsi teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF).
Nantinya Smelter PT CNI dapat mengolah nikel dengan kapasitas input bijih (ore) 5 juta ton dan output dalam bentuk feronikel sebanyak 230.000 ton dengan kadar nikel 22%—24% per tahunnya.
Wakil menetri ESDM, Arcandra mengatakan, sumber daya alam memegang peran penting dalam mendorong pembangunan nasional.
Meski demikian, prinsip pemanfaatannya tetap berpedoman pada Pasal 33 UUD 1945, yakni dikuasai oleh negara dan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Interpretasi dari dikuasai oleh negara, lanjut Arcandra bahwa kekayaan alam dikelola oleh putra-puteri terbaik Indonesia, menggunakan teknologi yang dikembangkan bangsa Indonesia, pendanaan bersumber dari kemampuan dalam negeri, dan hasil pengelolaan dioptimalkan untuk kebutuhan di dalam negeri.
“Sesuai dengan amanat undang-undang, kita ingin agar nikel ini dapat kita olah (di dalam negeri) dan memperpanjang rantai pengolahannya sehingga bisa menghasilkan nilai tambah,” kata Arcandra.
Archandra menambahkan, pembangunan smelter ini merupakan implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ground breaking smelter ini juga menjadi komitmen pemerintah untuk terus mendorong pelaku usaha pertambangan dalam mendukung upaya percepatan hilirisasi di sektor pertambangan.
“Inilah yang kita inginkan (pembangunan smelter) agar bisa menghasilkan efek nilai tambah yang lebih besar dari sekedar menjual raw material,” tutur Arcandra.
“Yang kita usahakan ini untuk menutup gap dari cita-cita ideal dengan realitas yang ada. Sehingga kebermanfaatan dari sumber daya alam kita bisa lebih kita tingkatkan,” sambung Arcandra.
Smelter ini ditargetkan akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2021.
Gubernur Sultra Ali Mazi memberikan, apresiasi dengan pemancangan tiang pertama pembangunan smelter PT. Ceria Nugraha Indotama.
“Sebagai Pemerintah menyambut baik atas pembangunan pabrik peleburan feronikel sebagai wujud implementasi amanat UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara,” katanya.
Dengan adanya pembangunan smelter ini kata Ali Mazi dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal khususnya bagi warga yang berada di wilayah sekitar daerah pertambangan positif bagi perkembangan perekonomian masyarakat,” ungkapnya.
Direktur Utama PT. Ceria Nugraha Indotama, Derian Sakmiwata mengatakan, pembangunan fisilitas pemurnian nikel ini menggunakan teknologi rotary kiln electric furnace yang terdiri dari 4 tanur listrik jenis rectangular.
“Tehnologi ini adalah yang pertama di Indonesia dimana masing-masing berkapasitas 72 MVA dengan total investasi sebesar Rp14.5 Triliun,” katanya.
Dalam pelaksanaan proyek ini, kata Derian, PT. Ceria menggandeng salah satu BUMN yakni PT. PP (Persero) untuk pembangunan gedung pabrik peleburan feronikel serta infrastruktur pendukung.
Selain itu lanjut dia, PT Ceria juga menggandeng ENFI salah satu BUMN asal China untuk rancangan rekayasa serta pemasangan peralatan utama pabrik peleburan feronikel.
“Ini merupakan kerjasama pembangunan proyek smelter yang pertama di Indonesia antara perusahaan nasional, BUMN Indonesia dan BUMN China. Sedangkan kebutuhan listrik sebesar 350 MW untuk menunjang Smelter yang akan di bangun dipasok oleh PT PLN (Persero).,” jelas Derian.
PT. Ceria jelas Derian juga mendukung program pemerintah dalam pengembangan mobil listrik dengan menyelesaikan studi kelayakan untuk membangun proyek hidrometalurgi dengan investasi 973 juta dollar Amerika Serikat atau setara 13 triliun Rupiah untuk menghasilkan kobalt, komponen utama baterei mobil listrik.
Menurut Derian, PTCNI mengoperasikan tambang nikel berdasarkan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) yang diterbitkan pada 2012. PTCNI mempekerjakan sekitar 1400 karyawan yang mayoritas direkrut dari Kabupaten Kolaka. Pada 2018 PTCNI membayar pajak dan non-pajak sebesar Rp149 miliar dan membelanjakan Rp10 miliar untuk program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Derian juga menjelaskan proyek pembangunan smelter ini merupakan ikhtiar perusahaan dalam memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada bangsa dan rakyat Indonesia terutama untuk turut serta membantu pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
T I M
Komentar