Rusak Rumah Warga, Pelakunya Diduga Debt Collector Salah Satu Finance di Kendari

Pintu rumah yang dirusak OTk

Sekitar pukul 23.00 wita, Selasa 23/7/2019, Dua Orang Tak Dikenal (OTk) merusak jendela dan pintu rumah milik Ferdian (30), warga jalan Teporombua, BTN PNS blok 14/7 kelurahan Watubangga, kecamatan Baruga kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Menurut Ferdian, sebelum kejadian
sekitar puku 11.00 wita ia didatangi seorang pria bertubuh kekar di rumahnya untuk melakukan penarikan unit kendaraan.

Pria kekar tersebut mengatasnamakan karyawan salah satu finance yang ada di kota Kendari.

Pria itu memperlihatkan selembar kertas yang berlogokan salah satu finance tersebut.

“Saya mempertanyakan identitas lainnya dari perusahaan OTk itu, tidak dapat diperlihatkan, sehingga kendaraan itu saya tidak berikan dan disitulah awalnya terjadi pertengkaran, dan OTk tersebut mengatakan bahwa tunggu saja,”cetus Ferdian usai melaporkan peristiwa itu.

Ferdian menambahkan, saat melakukan pengrusakan jendela dan pintu rumah OTk tersebut teriak – teriak mengancam akan membunuh saya serta mengucapkan jika dirinyalah yang datang pada siang tadi.

“Pada malam harinya sekitar pukul 23.00 tiba – tiba ada dua org pria yang saya duga adalah yang menggunakan parang langsung melakukan pengrusakan jendela dan pintu depan sambil teriak – teriak bahwa saya yang tadi siang dan melakukan pengacaman akan membunuhku. Kejadiannya sangat cepat. Tidak sampe 1 menit,”hatur Ferdian kepada tegas.co.

Ferdian menduga dan memastikan bahwa yang melakukan pengrusakan tersebut adalah orang dari salah satu finace yang ingin melakukan penarikan unit kendaraan karena wajah dan posturnya sama yang mendatanginya pada siang hari.

Ferdian senlajutnya melaporkan peristiwa itu di Polsek Baruga. Dalam laporan polisi bernomor: LP/221/VII/2019/Polsek Baruga tertanggal 23 Juli 2019.

Dalam laporan itu, diduga tindak pidana pengrusakan dan pengancaman secara bersama – sama dengan kerugian terhadap korban mencapai jutaan rupiah.

Pelaku saat ini dalam penyidikan polsek Baruga Kendari. Pelaku diduga merusak dua jendela dan pintu rumah korban.

Jendela rumah yang dirusak OTk

Pengrusakan

Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) khususnyaayat (1) tentang pengrusakan barang:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Unsur-unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu:

a.    Barangsiapa;

b.    Dengan sengaja dan melawan hukum;

c.    Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang;

d.    Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, harus dibuktikan (hal. 279):

a.    bahwa terdakwa telah membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan suatu barang;

b.    bahwa pembinasaan dan sebagainya itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hak;

c.    bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain.

Soesilo mencontohkan misalnya A benci kepada B, kemudian untuk melepaskan marahnya, tanaman B dirusak atau sepeda B dihancurkan. Lebih lanjut Soesilo menguraikan hal-hal berikut:

a.    “Membinasakan”= menghancurkan (vernielen) atau merusak sama sekali, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga, sehingga hancur.

b.    “Merusakkan”= kurang daripada membinasakan (beschadigen), misalnya memukul gelas, piring, cangkir, dan sebagainya, tidak sampai hancur, akan tetapi hanya pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya.

c.    “Membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi”= di sini tindakan itu harus demikian rupa sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki lagi.

d.    “Menghilangkan”= membuat sehingga barang itu tidak ada lagi, misalnya dibakar sampai habis, dibuang di kali atau laut hingga hilang.

e.    “Barang”= barang yang terangkat maupun barang yang tidak terangkat.

Soesilo memang tidak memberikan penjelasan seberapa besar atau kecilnya nilai barang yang dihancurkan atau dibinasakan tersebut. Akan tetapi, mengenai nilai barang kita dapat melihat pada ketentuan Pasal 407 ayat (1) KUHP, yaitu:

“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Jika nilai barangnya tidak lebih dari Rp 25,- (dua puluh lima rupiah), maka pasal yang digunakan adalah Pasal 407 ayat (1) KUHP. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya nilai mata uang, patokan nilai tersebut tidak dapat digunakan lagi.

Nilai tersebut telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNo. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“Perpu 16/1960”). Dalam Pasal 1 Perpu 16/1960 dikatakan bahwa kata-kata “vijfen twintie gulden” (diterjemahkan menjadi dua puluh lima rupiah) dalam pasal-pasal 364, 373 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana diubah menjadi “dua ratus lima puluh rupiah”. Yang mana ketentuan ini kemudian diubah lagi oleh Pasal 1Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi:

“Kata-kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).”

Ini berarti selama barang yang dirusak tersebut tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka perbuatan pengrusakan tersebut dipidana dengan Pasal 407 ayat (1) KUHP.

Sebagai contoh dari pengrusakan atas barang yang menggunakan Pasal 407 ayat (1) KUHP dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor: 07/PID.C/2014/PN. KBJ. Pada kasus ini meja rumah makan milik korban dibacok dengan menggunakan parang oleh terdakwa. Meja milik korban rusak dan tidak dapat dipakai lagi dan korban mengalami kerugian Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah). Atas tindakannya, terdakwa dihukum pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam Putusan Hakim oleh karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 (dua) bulan.

Namun, satu hal yang penting diperhatikan adalah hukum pidana digunakan sebagai alat terakhir (ultimum remedium), yakni penerapan sanksi pidana merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, jika memang nilai suatu barang dianggap kecil dan tidak seberapa, terkait pengrusakan terhadap barang tersebut hendaknya tidak serta-merta langsung dibawa ke ranah pidana. Jika memang masalah dapat diselesaikan secara musyawarah, baiknya memang diselesaikan secara kekeluargaan dengan menyampingkan jalur hukum.

Pengancaman

Ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”). Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 256) menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya:

Ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”). Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 256) menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya:

Memaksa orang lain;

Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang;

Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;

Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.

Jika ancaman tersebut memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP maka pelaku dapat dikenakan pidana berdasarkan pasal tersebut.

Selain itu, jika seseorang secara melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, dapat dikenakan Pasal 335 ayat (1) KUHP atas pengaduan korban.

Sesuai ketentuan ini, ancaman kekerasan (meski belum terjadi kekerasan) pun dapat dikenakan pasal 335 KUHP jika unsur adanya paksaan dan ancaman ini terpenuhi.

SUMBER

T I M

Komentar