Belanja Modal Peralatan dan Mesin – Pengadaan Menara Anten Jaringan Internet kabupaten Buton Tengah (Buteng), diduga beramaslah.
Awalnya permaslahan ini dipublikasi oleh vonizz.com, pada 4 Agustus 2019 berjudul “Proyek Jaringan Internet Bermaslah”.
Media online ini menuliskan ada dugaan korupsi Pemerintah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) dalam proyek ini. Baca, https://www.vonizz.com/proyek-jaringan-internet-buteng-bermasalah-awas/
Dalam situs LPSE Buteng, kode tender 319728, Nama Tender Belanja Modal Peralatan dan Mesin – Pengadaan Menara Anten Jaringan Internet Tender Ulang.
Dengan Sistem Pengadaan Lelang Pemilihan Langsung Tahun Anggaran APBD 2018. Nilai Pagu Paket Rp 1.198.615.000,00.
Peserta yang mengikuti lelang proyek itu sebanyak 7 perusahaan yakni,
- CV. RANDY BUTENG PERDANA
- CV. PRISMA NUSANTARA
- WETANG MANDIRI
- PT. ACCESS LINTAS SOLUSI
- CV. REZKY SYAHBANIA TEKNIK
- CV. TAMARO NUSANTARA
- CV. CIPTA BARAKATI
Hasil evaluasi pemenang proyek tersebut adalah CV. Randy Buteng Perdana, dengan penawaran Rp 1.194.440.000,00. Hasil koreksi dengan nilai Rp1.194.440.000,00.
Dalam web LPSE (http://www.lpse.butontengahkab.go.id/eproc4/evaluasi/319728/pemenang
bertuliskan secara jelas Nama Tender, Belanja Modal Peralatan dan Mesin – Pengadaan Menara Anten Jaringan Internet, Kategori Pekerjaan Konstruksi, Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah, Satker Dinas Komunikasi Informatika Statistik Dan Persandian, Pagu Rp 1.198.615.000,00, HPS Rp 1.195.475.000,00
Nama Pemenang CV. Randy Buteng Perdana, Alamat, Jl. Yos Sudarso, Kel. Watulea, Kec. Gu, NPWP : 81.619.761.0-818.000 Harga Penawaran Rp 1.194.440.000,00.
Di web LPSE disebutkan, kegiatan proyek adalah Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah dengan nama Satker Dinas Komunikasi Informatika Statistik Dan Persandian.
Dikonfirmasi kepada Ketua DPW Kibar Indonesia, Sulawesi Tenggara (Sultra) Maoliddin menjelaskan, Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah memiliki arti luas, tidak atas nama Bupati, melainkan pada instansi teknis selaku pelaksana kegiatan.
“Kalau ada dinas yang mengelolah maka yang bertanggungjawab adalah dinas tersebut,”ucap Maoluddin kepada tegas.co.
Dikatakannya, jika ada indikasi korupsi dalam proyek yang menelan millyaran rupiah itu mesti dipisahkan dengan pelakasana pekerjaan atau pada perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
“Kalau perusahaan itu mengerjakan berdasarkan kontrak, apabila tidak selesai sesuai jangka waktu, maka ada adendum yang diberi waktu selama 3 bulan. Bila dalam tiga bulan itu belum juga selesai, maka, pemberi kerja kepada perusahaan memutuskan kontrak dan memberi denda bagi perusahaan,”jelasnya.
Ditambahkannya, bahwa memberi denda atas keterlambatan pekerjaan, bilamana sampai dengan batas waktu yang diberikan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, harus dilakukan pemutusan kontrak, dan kontraktor berhak menerima pembayaran berdasarkan volume pekerjaan, untuk addendum waktunya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak.
Namun dilakukan dengan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kalau jangka waktu 3 bulan itu mengacu pada peraturan menteri keuangan, bahwa bila sampai desember pekerjaan tidak selesai dapat di perpanjang sampai 3 bulan, namun lagi-lagi dengan alasan sesuai ketentuan yang berlaku.
Maoluddin menegaskan, dalam daerah kecil biasanya setiap pekerjaan atas sepengetahuan Bupati. Namun indikasi korupsi rentang terjadi pada instasi pelaksana kegiatan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kadis Dinas Komunikasi Informatika Statistik Dan Persandian, La Ota belum memberikan klarifikasi.
T I M
Komentar